BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kematian dan Kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta
bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya dinegara-negara
berkembang. Sekitar 20-50% kematian perempuan usia subur disebabkan oleh hal
yang berkaitan dengan kehamilan (Inheren, 2009).
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di seluruh dunia terdapat kematian
ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Angka kematian ibu pada tahun 2003 tercatat
95/100.000 kelahiran hidup, di negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia
terdapat 30/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 6/100.000 kelahiran hidup
(Kompas, 2007).
Penyebab langsung angka kematian ibu di Indonesia dan
Negara-negara lainnya di dunia hampir sama, diantaranya akibat Perdarahan (30%)
dari total kasus kematian, pre-eklampsia atau keracunan kehamilan (25%), Infeksi
(12%), partus lama (5%) dan emboli obstetri (3%) dan lain-lain (12%). Pre-eklampsia
dan eklampsia merupakan salah satu donatur kesakitan dan kematian ibu disamping
perdarahan pasca persalinan dan infeksi (Nugraha, 2007).
Berdasarkan
hasil audit medic maternal di Bali
angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2006 sebesar 80,44% dimana Pre-Eklampsia
Berat (PEB) meraih posisi ke tiga dengan persentase 4,35% (Putra, 2008).
Pre-eklampsia
berat (PEB) merupakan penyakit pada waktu hamil yang secara langsung disebabkan
oleh kehamilan. Pre-eklampsia berat adalah hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Sampai kini PEB masih merupakan
masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan secara tuntas. Keadaan ini sangat
mengkhawatirkan karena pada wanita hamil terdapat dua individu sekaligus yaitu
ibu dan bayi yang dikandungnya (Putra, 2008).
Komplikasi
yang umum terjadi pada ibu sebagai akibat Pre-Eklampsia Berat
(PEB) adalah solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak,
kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, kelainan ginjal serta pada janin
beresiko prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin (Amiruddin,
2008).
Berdasarkan penelitian Suhimi (2008), diketahuinya ada
beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat (PEB) seperti faktor umur, paritas, ras, faktor riwayat
keturunan, faktor nutrisi, tingkah laku dan hiperplasentosis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin
Palembang kejadian Pre-Eklampsia Berat terjadi pada tahun 2006 yaitu 272 orang (10.5%)
penderita dari 2.578 pasien ibu Hamil. Sedangkan pada tahun 2007 yaitu 243 orang (9.9%) penderita dari 2.463 pasien ibu Hamil dan kejadian ini
meningkat pada tahun 2008 yaitu 517 orang (20,9%)
penderita dari 2473 pasien ibu Hamil yang dirawat di ruang Kebidanan
RSMH Palembang (Medical Record RSMH
Palembang, 2008).
Berdasarkan
data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan Umur dan Riwayat Keturunan Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-Eklampsia
Berat (PEB) di Rumah Sakit Umum Muhammad Hoesin Palembang Tahun 2008”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas masih tingginya angka kejadian Pre-Eklampsia Berat ( 20,9%) di RSMH pada
tahun 2008, hal ini apakah variabel umur dan riwayat keturunan ibu hamil berhubungan
dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2008?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan umur
ibu dan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2008.
1.3.2
Tujuan Khusus
Diketahuinya distribusi
frekuensi umur ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2008.
Diketahuinya distribusi
frekuensi riwayat keturunan ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2008.
Diketahuinya hubungan
umur ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia
Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
tahun 2008.
Diketahuinya hubungan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian
Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit dan petugas
kesehatannya untuk mengevaluasi masalah Pre-Eklampsia Berat dan dapat digunakan
sebagai bahan pemikiran dalam upaya peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan.
1.4.2
Bagi Akademi Kebidanan
Budi Mulia Palembang
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi peserta didik di masa yang akan
datang dan dapat menambah literatur kepustakaan sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.4.3
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini digunakan
untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang hubungan
umur ibu dan riwayat keturunan ibu dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat serta
dapat menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini, dibatasi hanya
pada variabel umur dan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia
Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
Adapun data yang diambil adalah data sekunder dari rekam medik yang menggunakan
metode penelitian survey analitik dengan
pendekatan Cross Sectional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi dalam
Kehamilan (HDK)
Hipertensi dalam kehamilan adalah
hipertensi yang terjadi sejak awal kehamilan atau yang semakin memburuk selama
kehamilan yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu maupun
janin yang paling umum (Medika, 2002).
Hipertensi dalam kehamilan adalah
komplikasi serius trimester II – III dengan gejala klinis seperti edema,
hipertensi, protein urin, kejang sampai koma dengan umur kehamilan diatas 20
minggu dan dapat terjadi pada antepartum-intrapartum-pascapartus (Manuaba,
2001)
Hipertensi dalam kehamilan adalah
peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan > 140 mmHg
untuk sistolik dan > 90 mmHg untuk diastolik (Varney, 2006).
2.1.1 Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi
dibagi menjadi 2 golongan yaitu sebagai berikut :
a.
Hipertensi esensial/hipertensi
primer
Banyak faktor
yang mempengaruhi seperti faktor genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan
saraf simpatis, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas alkohol, merokok dan lain-lain.
b.
Hipertensi Sekunder/Hipertensi
Renal
Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, sindrom cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
dan lain-lain. (FKUI, 2001)
2.1.2 Jenis-jenis Hipertensi
dalam Kehamilan
1.
Hipertensi kronis
Diagnosis hipertensi kronis dalam
kehamilan (disebut dengan coincidental
hypertension) diegakkan apabila hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sudah
terjadi sebelum kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai lama setelah
persalinan.
Pada umumnya hipertensi ini terjadi
pada multipara dan mempunyai riwayat hipertensi dalam kehamilan (FKUP, 2004).
2.
Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial merupakan
penyebab terbanyak (lebih dari 90%) dari hipertensi kronis dalam kehamilan.
Dalam kehamilan dapat berlanjut menjadi pre-eklampsi atau eklampsi, hipertensi,
eksefalopati, gangguan pertumbuhan janin maupun kematian janin. Semakin dini
munculnya hipertensi dalam kehamilan, semakin berat penyakitnya dan semakin
puruk prognosisnya.
Prognosis
Pasien dengan hipertensi esensial
dapat melewati kehamilannya dalam keadaan yang cukup baik. Tanpa diberati
dengan preeklampsi atau eklampsi. Semakin dini munculnya hipertensi dalam
kehamilan semakin berat penyakitnya dan semakin buruk prognosisnya.
Keadaan lain yang dapat memburuk prognosisnya yaitu :
1.
Adanya pembesaran jantung
2.
Faal ginjal yang kurang
3.
Kelainan pada retina
4.
Tensi permulaan 200/120 mmHg
5.
Jika pada kehamilan yang
lampau, pernah mengalami preeklampsi. (FKUI, 2004).
2.1.3 Gejala-gejala Penyakit
Hipertensi
Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah, kemerahan dan kelelahan, yang
bisa terjadi baik pada penderita Hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut :
1.
Sakit kepala
2.
Kelelahan
3.
Mual
4.
Muntah
5.
Sesak nafas
6.
Gelisah
7.
Pandangan menjadi kabur yang
terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. (Irfan,
2007)
2.1.4 Patofisiologi Hipertensi dalam
Kehamilan
Zweifel (1922) mengemukakan bahwa
gejala gestosis tidak dapat diterangkan dengan satu faktor atau teori tetapi
merupakan multifaktor (teori) yang menggambarkan berbagai manifestasi klinis
yang kompleks yang oleh Zweifel disebut disease
of theory.
Konsep dasar terjadinya gestosis EHP
adalah sebagai berikut : iskemia regio utero plasenter menimbulkan
dikeluarkannya hasil metabolisme. PO2 yang labil “radikal bebas”
dengan ciri terdapat elektrolon. Radikal bebas dapat merusak membran, khususnya
sel endotel pembuluh darah sehingga akan mengubah metabolisme sel. Akibat
perubahan metabolisme terjadi penurunan reproduksi prostaglandin yang
dikeluarkan plasenta. Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang
menjurus pada peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi protaksilin sebagai vasodilator, penurunan produksi
angiotensin II dan IIII yang menyebabkan makin meningkatnya sensitifitas otot
pembuluh darah terhadap vasopresor.
Perubahan ini menimbulkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah dan vasavosorum sehingga terjadi kerusakan
nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan permeabilitas meningkat serta peningkatan
tekanan darah. Kerusakan pembuluh darah menimbulkan dan memudahkan trombosit
mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan mengganggu
aliran darah organ vital. Mekanisme yang terjadi untuk mengatasi timbunan
trombosit adalah lisis sehingga dapat menurunkan jumlah trombosit darah serta
memudahkan terjadinya perdarahan (Manuaba, 2008).
2.1.5 Klasifikasi Hipertensi
Sesuai WHO
No
|
Klasifikasi
|
Sistolik
(mmHg)
|
Diastolik
(mmHg)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Normotensi
Hipertensi ringan
Hipertensi perbatasan
Hipertensi sedang
& berat
Hipertensi
sistolik terisolasi
Hipertensi
sistolik perbatasan
|
<
140
140 –
180
140 –
160
>
180
>
140
140 –
160
|
<
90
90 –
105
90 –
95
>
105
<
90
<
90
|
(FKUI, 2001)
2.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi
dalam Kehamilan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan
hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas
serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah
90 mmHg dan mengontrol faktor risiko.
Langkah-langkah yang dianjurkan
adalah sebagai berikut :
1.
Menurunkan berat badan bila
terdapat kelebihan.
2.
Meningkatkan aktivitas fisik,
aerobik 30-45 menit tiap hari.
3.
Adanya teori diet bumil
Bumil hanya memerlukan 2 – 2½ gram
kalsium untuk mepertahankan agar konsentrasi dalam darah menjadi konstan,
akibatnya tidak menimbulkan kenaikan tekanan darah (hipertensi) (Manuaba,
2001).
4.
Mengurangi asupan lemak jenuh
dan kolestrol dalam makanan
5.
Olahraga secara terukur dan teratur
6.
Minum obat teratur.
(FKUI, 2001)
2.1.7 Konsep Terapi Hipertensi
dalam Kehamilan
Konsep pengobatan hipertensi dalam kehamilan, terdiri
dari :
1.
Hipertensi dalam kehamilan
ringan
a.
Berobat jalan
b.
Dengan nasehat
-
Untuk menurunkan gejala klinik
:
o
Tirah baring 2 x 2 jam/hari
miring ke kiri
Untuk mengurangi tekanan darah pada
vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan meningkatkan
peredaran darah menuju jantung dan plasenta sehingga menurunkan iskemia
plasenta.
o
Menurukan tekanan darah
o
Segera datang, bila terdapat
gejala :
o
Kaki bertambah berat-edema
o
Kepala pusing
o
Gerakan janin terasa berkurang
o
Mata makin kabur
-
Pengobatan tambahan :
o
Mengurangi makan garam
o
Pemberian aspirin 80 mgr/hari
o
Memperbanyak istirahat
2.
Hipertensi dalam kehamilan
berat:
a.
Dalam keadaan gawat darurat
segera masuk rumah sakit.
b.
Istirahat dengan tirah baring
kesatu sisi dalam suasana isolasi
c.
Pemberian obat-obatan untuk :
-
Menghindari kejang anti kejang
-
Pemberian infus dekstrose 5%
-
Pemberian antasida
d.
Tujuan :
-
Menghindari terjadi eklampsia
-
Menghindari komplikasi ibu :
Menghalangi kehamilan dengan metode nontraumetin :
o
Induksi persalinan
o
Seksio sesarea
(Manuaba, 2001)
2.2
Preeklampsia
2.2.1
Pengertian
Pre-Eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke 20 kehamilan pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal (Jensen dkk, 2005).
Pre-Eklampsia Berat adalah peningkatan tekanan darah selama
kehamilan (sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg)
yang sebelumnya normal , disertai proteinuria > 2,0 gram dalam 24 jam atau
dengan reagen 2+ atau 3+. (varney, 2006)
Pre-Eklampsia Berat adalah timbulnya hipertensi disertai
proteninuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001).
Pre-Eklampsia Berat adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai
dengan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Pre-Eklampsia Berat merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang
terjadi dengan trias, hipertensi, proteinuria, dan edema (Sarwono, 2005).
2.2.2
Etiologi
Apa yang
menjadi penyebab Pre-Eklampsia Berat dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan
sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang
memuaskan.
Teori yang diterima harus dapat
menerangkan hal-hal berikut :
1.
Sebab bertambahnya frekuensi
dan primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa.
2.
Sebab bertambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan.
3.
Sebab dapat terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.
Sebab jarangnya terjadi
eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.
Sebab timbulnya hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma.
(Wiknjosastro, 2005).
2.2.3
Faktor-faktor Resiko Pre-eklampsia
1. Primigravida atau multipara dengan usia lebih
tua.
2. Usia < 18 atau > 35.
3. Berat : > 50 kg atau gemuk.
4. Adanya proses penyakit kronis diabetes melitus,
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah kolagen.
5. Kehamilan molahidatidosa.
6. Komplikasi kehamilan: kehamilan multipel, janin
besar, hidrop janin, polihidramnion.
7. Pre-ekalmpsia pada kehamilan sebelumnya.
8. Materi genetik baru.
(Jensen, dkk. 2005).
2.2.4
Diagnosis
Diagnosis dini harus diutamakan bila
diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya.
Walaupun terjadinya pre-eklampsi sukar dicegah, namun pre-eklampsia berat dan
eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu
dan dengan penanganan secara sempurna.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsi
didasarkan atas dua dari trias tanda utama : hipertensi, edema dan proteinuria.
Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan
penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan
tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh
karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan bila
eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih
buruk. Tiap kasus pre-eklampsi oleh sebab itu ditangani dengan sungguh-sungguh
(Wiknjosastro, 2005)
2.2.5
Klasifikasi Pre-Eklampsia
Pre-Eklampsia
digolongkan ke dalam Pre-Eklampsia Berat dan Pre-Eklampsia Ringan dengan gejala
dan tanda sebagai berikut :
1. Pre-Eklampsia Ringan
a. Peningkatan tekanan darah sistolik sebesar
30 mmHg atau lebih, peningkatan tekanan darah diastolik sebesar ³ 15 mmHg atau hasil pemeriksaan sebesar 140/90 mmHg dua kali dengan jarak
enam jam.
b. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/minggu selama trimester kedua dan ketiga atau peningkatan berat badan yang
tiba-tiba sebesar 2 kg setiap kali.
c. Proteinuria sebesar 300 mg/l dalam 24 jam.
d. Edema dependen, bengkak di mata, wajah,
jari dan kaki.
(Jensen, 2005)
2. Pre-Eklampsia Berat
a. Peningkatan tekanan darah menjadi ³ 160/110 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak enam jam pada ibu
hamil yang beristirahat di tempat tidur.
b. Kenaikkan berat badan sama dengan Pre-Eklampsia
Berat ringan yaitu 0,5 kg/minggu.
c. Proteinuria 5 sampai 10 gr/l dalam 24 jam.
d. Edema umum, bengkak semakin jelas di mata,
wajah, jari dan kaki.
e. Oliguria : < 30 ml/jam atau 120 ml/4
jam.
f. Keluhan subjektif :
1. Nyeri epigastrium
2. Gangguan pelinglihatan
3. Nyeri kepala
4. Edema paru dan sianosis
5. Gangguan kesadaran
(Jensen, 2005)
2.2.6
Gejala-gejala Pre-Eklampsia Berat
Biasanya
tanda-tanda Pre-Eklampsia Berat timbul dalam urutan : Pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklampsia
Berat gejala-gejalanya adalah :
1. Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ³ 110 mmHg.
2. Peningkatan kadar : enzim hati/ikterus
3. Trombosit < 100.000/mm3
4. Oliguria < 400 ml/24 jam
5. Proteinuria > 3 gr/liter
6. Nyeri epigastrium
7. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri
frontal yang berat
8. Perdarahan retina
9. edema pulmonum
(Amirudin, 2008)
2.2.7
Pencegahan Pre-Eklampsia Berat
Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan teliti dapat menunjukkan tanda-tanda dini Pre-Eklampsia
Berat dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya Pre-Eklampsia Berat dengan adanya
faktor-faktor predisposisinya.
Penjelasan
tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak
selalu berarti berbaring di tempat tidur namun pekerjaan sehari-hari perlu
dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein
dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan (Prawirohardjo, 2005).
2.2.8
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a. Rawat inap di rumah sakit
b. Bed rest dengan menurunkan akitifitas
fisik
c. Sering melakukan pengukuran TD (setiap
empat jam kecuali tengah malam dan pagi hari).
d. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan
protein dalam urin (untuk dievaluasi setiap dua hari), hematokrit, hitung trombosit,
kadar kreatinin, urat dan fungsi hati (untuk dievaluasi dua kali seminggu).
e. Evaluasi janin dengan USG (pada saat masuk
rumah sakit dan setelah itu, dua minggu sekali).
f. Keadaan janin dengan profil biofisika (NST
dan indeks cairan ketuban dua kali seminggu).
g. Pemberian anti hipertensi Methyl Dopa dan Nifedipin
bila diastolik > 90. Hindari pemberian diuretik.
h. Lahirkan bayi jika kandungan pasien telah cukup
umur atau ketika terdapat tanda-tanda ketidakstabilan ibu atau janin.
2. Penatalaksanaan Pre Eklampsia berat
Pre-eklampsia
biasanya memerlukan persalinan segera. Penatalaksanaan harus mencakup terapi
berikut ini secara bersamaan:
a. Profilaksis kejang
1. Magnesium sulfat (MgSO4) intravena
harus diberikan selama persalinan dan selama evaluasi awal pasien penderita
pre-eklampsia berat.
2. MgSO4 digunakan untuk menghentikan
dan/atau mencegah konvulsi tanpa menyebabkan'dcpresi SSP umum untuk ibu maupun
janin.
3. MgSO4 tidak diberikan untuk
mengobati hipertensi.
4. Dosis awal: 4 gm MgSO4 diencerkan
dalam 10 mL larutan cairan IV (Ringer laktat) selama 10 menit dengan tetesan IV
lambat.
5. Dosis jaga (maintenance): 1-2 gm/jam dengan
tetesan IV lambat yang dimulai segera setelah dosis awal dan dilanjutkan selama
24 jam setelah persalinan atau setelah konvulsi terakhir.
6. MgSO4 harus selalu diberikan dengan
metode infus terkendali/ pantau untuk mencegah overdosis yang dapat bersifat
letal.
7. MgSO4 yang diberikan secara
parenteral dibersihkan hampir secara total oleh ekskresi ginjal: keracunan
magnesium dihindari dengan memastikan bahwa sebelum pemberian setiap dosis
pasien memiliki:
a. Output urin tidak kurang dari 30 mL/jam
b. Refleks patela yang terjaga
c. Kecepatan pemafasan di atas 12/menit
8. Kalsium glukonat (1 gm IV yang disuntikkan
selama beberapa menit) mungkin diberikan untuk antidot toksisitas MgSO4 jika
toksisitas terjadi dan hanis terscdia.
9. Konvulsi eklampsia hampir selalu dicegah oleh
kadar magnesium plasma yang dipertahankan pada 4-7 mEq/L. Hilangnya refleks
patelar dimulai dengan kadar plasma 10 mEq/L; henti nafas terjadi pada kadar 12-15
m Eq/L. Jika keduanya tidak terjadi, disarankan untuk memeriksa kadar MgSO4
secara periodik selama masa pemakaian obat.
b. Terapi anti hipertensi
1. Obat-obatan anti hipertensi menjaga agar
perdarahan intrakranial pada ibu tidak terjadi.
2. Terapi kronis hipertensi sedang tidak akan
menunda laju penyakit, memperpanjang kehamilan atau menurunkan risiko kejang.
3. Tekanan darah ibu tidak boleh diturunkan hingga
lebih rendah dari 140/90 mmHg karena tekanan yang lebih rendah akan menurunkan
perfusi utero-plasenta.
4. Obat yang paling umum digunakan selama
kehamilan:
a) Nifedipine
-
Penghambat
kanal kalsium, terutama efektif untuk periode pasca persalinan
-
10-20 mg
setiap 6 sampai 8 jam. Pemberian sublingual tidak direkomendasikan karena efek
vasodilator poten yang dimilikinya
-
Efek
samping mencakup sakit kepala, aliran udara panas dan berdebar
b) Labetalol atau Atenolol
-
Antagonis
campuran alfa dan beta: dosis: 3-4 x 50 mg/ hari.
-
10-20 mg
bolus intravena yang dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300
mg. Altematif lain, infus labetalol tanpa berhenti pada kecepatan l - 2 mg/jam
dapat digunakan dan dititrasi sesuai dengan kebutuhan.
(Farid
W.Husain, 2009).
2.3
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Pre-Eklampsia Berat
1.
Faktor Riwayat Keturunan
Adanya faktor genetik pada keluarga
itu mempunyai resiko mendapat hipertensi dan pre-eklampsia. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potassium terhadap sodium. Seseorang dengan orang tua penderita hipertensi dan
pre-eklampsia mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dan pre-eklampsia daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi dan pre-eklampsia. (Yeinmail, 2008).
Jika ada riwayat Pre-Eklampsia Berat
dan eklampsia pada ibu atau nenek penderita, faktor resiko meningkat ± 25%
(Suhimi, 2008).
2.
Umur
Distribusi kejadian Pre-Eklampsia dan Eklampsia berdasarkan umur banyak
ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun. Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah
terjadi perubahan-perubahan akibat penuaan organ-organ. Dengan begitu,
kemungkinan untuk mendapat penyakit-penyakit dalam masa kehamilan yang
berhubungna dengan umur akan meningkat, seperti penyakit darah tinggi
(hipertensi), keracunan dalam kehamilan(Pre-Eklampsia dan Eklampsia), diabetes,
penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut risiko tinggi karena kemungkinan
terjadinya hasil kehamilan yang buruk atau komplikasi pada ibu usia ini akan
meningkat (Awanwati,2008)
3.
Paritas
Angka kejadian tinggi pada
primigravida, muda maupun tua. Primigravida tua resikonya lebih tinggi untuk Pre-Eklampsia
Berat (Suhimi, 2008).
4.
Berat Badan/Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik
adalah obesitas, dimana berhubungan dengan peningkatan volume introvaskuler dan
curah jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan
darah. (Medika, 2002)
5.
Konsumsi Garam
Hubungan antara asupan natrium dan
hipertensi masih kontroversial, tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien
hipertensi, asupan garam yang banyak
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien hipertensi
hendaknya mengkonsumsi garam tidak
lebih dari 100 m mol/hari (2,4 gram natrium, 6 gram natrium (Medika, 2002).
6.
Ras/Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada
orang yang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih, karena pada
orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sentifitas
terhadap vasopresin lebih besar (Ingelheim, 2008).
7.
Aktivitas Olahraga
Hubungan antara olahraga dan
hipertensi sangat bervariasi, olahraga aerobik dapat menurunkan tekanan darah
pada individu yang sebelumnya bergaya hidup sendentary
(hidup enak, malas olahraga) (Medika 2002).
8.
Tingkah Laku
Aktifitas fisik selama hamil :
istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insiden terjadinya
hipertensi dalam kehamilan (Suhimi, 2008).
9.
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum
lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada
monozigotik. Pada kehamilan molahidatidosa degenerasi trofoblas berlebihan
dapat menyebabkan Pre-Eklampsia Berat. Pada kasus molahidatidosa, hipertensi
dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda dan ternyata hasil
pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada Pre-Eklampsia Berat
(Suhimi, 2008).