BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre-eklampsia
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga
kehamilan tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa
(Wiknjosastro, 2005).
Pre-eklampsia dan eklampsia juga merupakan penyebab
kesakitan dan kematian ibu hamil. Angka kejadian Pre-eklampsia menurut data
dari Word Health Organization (WHO) di
negara maju berkisar 0,05% - 0,1%, sedangkan angka kematian ibu hamil yang
diakibatkan pre-eklampsia di negara berkembang masih tinggi yaitu berkisar 0,3%
- 0,7% (Ridwan Amirudin, 2008).
Penyebab utama
kematian ibu di Indonesia
dan Negara-negara lainnya di dunia hampir sama, diantaranya akibat perdarahan (25%),
infeksi (14%), pre-eklampsia (PE) dan eklampsia (E) (13%) serta akibat
persalinan yang lama (7%). Pre-eklampsia dan
eklampsia merupakan salah satu donatur kesakitan dan kematian ibu disamping
perdarahan pasca persalinan dan infeksi (Nugraha, 2007).
Tingginya kejadian pre-eklampsia dan eklampsia
di negara berkembang disebabkan karena masih rendahnya status sosial ekonomi
dengan kurangnya pengetahuan dan persepsi tentang kesehatan terutama kesehatan
reproduksi sehingga mengakibatkan terbatasnya pemahaman dan akses ibu terhadap
pelayanan kesehatan (Ridwan Amiruddin, 2008).
Menurut data yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan menyatakan Angka Kematian Ibu ( AKI )
di kota Palembang tahun 2006 adalah 15 orang, dengan proporsi penyebab kematian
yaitu, Eklamsia 2 orang ( 13 % ), HPP 4 orang ( 26,6 % ), HAP 4 orang ( 26,6 % ), Thypoit dan Syok 1 orang ( 6,6 %
), Post SC 1 orang ( 6,6 % ), hamil 32
minggu 1 orang ( 6,6 % ) dan
kelainan Jantung 2 orang ( 13,3 % ).
Dari data Word Health Organization (WHO) dan Dineks Propinsi kematian ibu
hamil akibat pre-eklampsia dan eklampsia ternyata masih tinggi. Tingginya angka
tersebut dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan ibu Pasangan Usia Subur
(PUS) tentang Pre-eklampsia yang dibuktikan dengan faktor-faktor , gejala dan
tanda maupun pencegahan dari timbulnya pre-eklampsia maupun eklampsia.
Bertitik tolak dari latar belakang di
atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul gambaran pengetahuan
ibu hamil tentang pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola Palembang
tahun 2009.
1.2 Rumusan Masalah
Masih tingginya angka kejadian
penyakit pre-eklampsia dan kematian ibu hamil akibat ketidaktahuan dan
pengetahuan masyarakat khususnya ibu Pasangan Usia Subur (PUS), maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil
tentang pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola Kenten tahun 2009 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran
pengetahuan ibu hamil tentang pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola
Kenten Palembang tahun 2009.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu hamil
tentang faktor risiko pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola Kenten
Palembang tahun 2009.
2.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu hamil
tentang gejala dan tanda pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola
Kenten Palembang tahun 2009.
3.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu hamil
tentang pencegahan pre-eklampsia di wilayah kerja Puskesmas Swakelola Kenten
Palembang tahun 2009.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Instalasi Kesehatan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan mutu
dan pelayanan kesehatan ibu terutama terhadap kejadian pre-eklampsia.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah pengetahuan terhadap penerapan teori oleh mahasiswa
program Studi D III Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang sebagai bahan untuk
menambah kepustakaan.
1.4.3
Bagi Masyarakat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pada
masyarakat khususnya ibu-ibu hamil.
1.4.4
Bagi Peneliti
Dengan
melakukan penelitian, peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya
tentang gambaran pengetahuan ibu hamil tentang kejadian pre-eklampsia sebagai
pengalaman proses belajar khususnya dibidang metodologi penelitian.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan terhadap
pengetahuan ibu-ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Swakelola Kenten Palembang
Tahun 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pre-eklampsia
2.1.1
Definisi Pre-eklampsia
Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi diikuti edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan penyakit
ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa (Jensen dkk, 2005; Winkjosastro,
2005).
2.1.2
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab
pre-eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang
menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat menerangkan
hal-hal berikut :
1.
Sebab bertambahnya frekuensi
dan primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan molahidatidosa.
2.
Sebab bertambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan.
3.
Sebab dapat terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.
Sebab jarangnya terjadi
eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.
Sebab timbulnya hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma.
(Wiknjosastro, 2005).
2.1.3 Faktor-faktor
Resiko Pre-eklampsia
1. Primigravida atau multipara dengan usia lebih
tua.
2. Usia < 18 atau > 35.
3. Berat : < 50 kg atau gemuk.
4. Adanya proses penyakit kronis diabetes melitus,
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah kolagen.
5. Kehamilan molahidatidosa.
6. Komplikasi kehamilan: kehamilan multipel, janin
besar, hidrop janin, polihidramnion.
7. Pre-ekalmpsia pada kehamilan sebelumnya.
8. Materi genetik baru.
(Jensen, dkk. 2005).
2.1.4
Diagnosis
Diagnosis dini harus diutamakan bila
diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya.
Walaupun terjadinya pre-eklampsi sukar dicegah, namun pre-eklampsia berat dan
eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu
dan dengan penanganan secara sempurna.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsi
didasarkan atas dua dari trias tanda utama : hipertensi, edema dan proteinuria.
Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan
penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan
tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh
karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan bila
eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih
buruk. Tiap kasus pre-eklampsi oleh sebab itu ditangani dengan sungguh-sungguh
(Wiknjosastro, 2005)
2.1.5
Klasifikasi Pre-eklampsia
Pre-eklampsia
digolongkan ke dalam pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat dengan gejala
dan tanda sebagai berikut :
1. Pre-eklampsia Ringan
a. Peningkatan tekanan darah sistolik sebesar
30 mmHg atau lebih, peningkatan tekanan darah histolik sebesar ³ 15 mmHg atau hasil pemeriksaan sebesar 140/90 mmHg dua kali dengan jarak
enam jam.
b. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/minggu selama trimester kedua dan ketiga.
c. Proteinuria sebesar 300 mg/24 jam.
d. Edema dependen, bengkak di mata, wajah,
jari dan kaki.
(Jensen dkk, 2005)
2. Pre-eklampsia Berat
a. Peningkatan tekanan darah menjadi ³ 160/110 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak enam jam pada ibu
hamil yang beristirahat di tempat tidur.
b. Peningkatan berat badan sama dengan
pre-eklampsia ringan yaitu lebih dari 0,5 kg/minggu.
c. Proteinuria 5 sampai 10 gr/l dalam 24 jam.
d. Edema umum, bengkak semakin jelas di mata,
wajah, jari dan kaki.
e. Oliguria : < 30 ml/jam atau 120 ml/4
jam.
f. Keluhan subjektif :
1. Nyeri epigastrium
2. Gangguan penglihatan
3. Nyeri kepala
4. Edema paru dan sianosis
5. Gangguan kesadaran
(Jensen, dkk, 2005)
2.1.6
Pencegahan Pre-eklampsia
Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan teliti dapat menunjukkan tanda-tanda dini
pre-eklampsia dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu
lebih waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisinya.
Penjelasan
tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak
selalu berarti berbaring di tempat tidur namun pekerjaan sehari-hari perlu
dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein
dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan (Wiknjosastro, 2005).
Pengkajian
tentang diet ibu dan memberi penjelasan defesiensi nutrisi adalah sebabgai
berikut :
1. Hindari makanan asin misalnya makanan
kaleng, soda, kentang goreng, asinan.
2. Konsumsi diet yang bergizi dan seimbang.
3. Hindari alkohol dan rokok.
4. Minum air 8 sampai 10 gelas setiap hari.
5. Konsumsi makanan yang mengandung serat,
misalnya gandum, buah-buahan mentah dan sayur – mayur. ( Jensen dkk, 2005 ).
2.1.7
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a. Rawat inap di rumah sakit
b. Bed rest dengan menurunkan akitifitas
fisik
c. Sering melakukan pengukuran TD (setiap
empat jam kecuali tengah malam dan pagi hari).
d. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan
protein dalam urin (untuk dievaluasi setiap dua hari), hematokrit, hitung trombosit,
kadar kreatinin, urat dan fungsi hati (untuk dievaluasi dua kali seminggu).
e. Evaluasi janin dengan USG (pada saat masuk
rumah sakit dan setelah itu, dua minggu sekali).
f. Keadaan janin dengan profil biofisika (NST
dan indeks cairan ketuban dua kali seminggu).
g. Pemberian anti hipertensi Methyl Dopa dan
Mifedipin bila diastolik > 90. Hindari pemberian diuretik.
h. Lahirkan bayi jika kandungan pasien telah cukup
umur atau ketika terdapat tanda-tanda ketidakstabilan ibu atau janin.
2. Penatalaksanaan Pre Eklampsia berat
Pre-eklampsia
biasanya memerlukan persalinan segera. Penatalaksanaan harus mencakup terapi
berikut ini secara bersamaan:
a. Profilaksis kejang
1) Magnesium sulfat (MgSO4) intravena
harus diberikan selama persalinan dan selama evaluasi awal pasien penderita
pre-eklampsia berat.
2) MgSO4 digunakan untuk menghentikan
dan/atau mencegah konvulsi tanpa menyebabkan depresi SSP umum untuk ibu maupun
janin.
3) MgSO4 tidak diberikan untuk
mengobati hipertensi.
4) Dosis awal: 4 gm MgSO4 diencerkan
dalam 10 mL larutan cairan IV (Ringer laktat) selama 10 menit dengan tetesan IV
lambat.
5) Dosis jaga (maintenance): 1-2 gm/jam dengan
tetesan IV lambat yang dimulai segera setelah dosis awal dan dilanjutkan selama
24 jam setelah persalinan atau setelah konvulsi terakhir.
6) MgSO4 harus selalu diberikan dengan
metode infus terkendali/ pantau untuk mencegah overdosis yang dapat bersifat
letal.
7) MgSO4 yang diberikan secara
parenteral dibersihkan hampir secara total oleh ekskresi ginjal: keracunan
magnesium dihindari dengan memastikan bahwa sebelum pemberian setiap dosis
pasien memiliki:
a) Output urin tidak kurang dari 30 mL/jam
b) Refleks patela yang terjaga
c) Kecepatan pemafasan di atas 12/menit
8) Kalsium glukonat (1 gm IV yang disuntikkan
selama beberapa menit) mungkin diberikan untuk antidot toksisitas MgSO4 jika
toksisitas terjadi dan hanis terscdia.
9) Konvulsi eklampsia hampir selalu dicegah oleh
kadar magnesium plasma yang dipertahankan pada 4-7 mEq/L. Hilangnya refleks
patella dimulai dengan kadar plasma 10 mEq/L; henti nafas terjadi pada kadar
12-15 m Eq/L. Jika keduanya tidak terjadi, disarankan untuk memeriksa kadar
MgSO4 secara periodik selama masa pemakaian obat.
b. Terapi anti hipertensi
1) Obat-obatan anti hipertensi menjaga agar
perdarahan intrakranial pada ibu tidak terjadi.
2) Terapi kronis hipertensi sedang tidak akan
menunda laju penyakit, memperpanjang kehamilan atau menurunkan risiko kejang.
3) Tekanan darah ibu tidak boleh diturunkan hingga
lebih rendah dari 140/90 mmHg karena tekanan yang lebih rendah akan menurunkan
perfusi utero-plasenta.
4) Obat yang paling umum digunakan selama
kehamilan:
a) Nifedipine
-
Penghambat
kanal kalsium, terutama efektif untuk periode pasca persalinan
-
10-20 mg
setiap 6 sampai 8 jam. Pemberian sublingual tidak direkomendasikan karena efek
vasodilator poten yang dimilikinya
-
Efek
samping mencakup sakit kepala, aliran udara panas dan berdebar
b) Labetalol atau Atenolol
-
Antagonis
campuran alfa dan beta: dosis: 3-4 x 50 mg/ hari.
-
10-20 mg
bolus intravena yang dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300
mg. Alternatif lain, infus labetalol tanpa berhenti pada kecepatan l - 2 mg/jam
dapat digunakan dan dititrasi sesuai dengan kebutuhan.
(Farid W.Husain, 2009).
2.2
Konsep Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil
dari apa yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.(Notoatmodjo, 2003).
Notoadmojo (2003) mengatakan
pengetahuan memiliki 6 (enam) ruang lingkup,yaitu:
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat tinggi adalah
mengingat kembali (recal) terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahasan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagi kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
4.
Analisis (Analysis)
Suatu kemampuan menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen, tapi masih didalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (Syntesis)
Merupakan suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi
6.
Evaluasi (Evaluation)
Merupakan kemampuan
untuk melakukan justifiksi atau penilaian terhadap suatu materi.