BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker leher rahim merupakan penyebab kematian wanita
nomor 1 di dunia, diantara
jenis kanker-kanker lain (Data WHO, 2004). Kanker ini menyerang leher rahim
wanita, bagian dari organ reproduksi yang merupakan pintu masuk ke rahim dan
terletak di antara rahim (uterus) dan vagina (www.geogle.
com 25/03/2008).
Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
kanker leher rahim yaitu menikah atau memulai aktifitas seksual pada usia muda
(< 20 tahun), jumlah kehamilan dan partus, jumlah perkawinan, infeksi virus,
sosial ekonomi, umur, dan perempuan yang merokok mempunyai resiko 2 kali lipat
lebih besar dari pada perempuan tidak merokok (Tapan, 2005).
Kanker leher rahim merupakan penyebab kematian utama
kanker pada wanita di negara-negara yang sedang berkembang, setiap tahun
diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker leher rahim baru di seluruh dunia.
77% di antaranya ada di negara-negara yang sedangkan berkembang, di Indonesia
diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk atau 200
kasus setiap tahunnya. Selain itu lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah
sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut (www.geogle.com.2007).
Berdasarkan data Medical Record dari Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, tahun
2004 jumlah penderita kanker leher rahim sebanyak 105 orang dari 226 orang
penderita kanker, tahun 2005, jumlah penderita kanker rahim meningkat menjadi
335 orang dari 472 orang penderita kanker. Pada tahun 2006 jumlah penderita
kanker rahim 233 orang dari 533 orang penderita kanker leher rahim. Kanker
leher rahim menduduki urutan ke dua setelah kanker payudara di Rumah Sakit Umum
Pusar Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006.
Walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang
dapat menyebabkan kematian, namun dari penderita kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan
sangat rendah. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan penderita mengenai kanker tersebut, sehinnga penderita
yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi stadium lanjut (www.klinik pria.com.2007).
Faktor risiko lain dari kanker leher rahim yaitu bisa
juga disebabkan oleh faktor umur dan paritas ibu. Umumnya usia perkawinan muda
atau hubungan seks dini (yang berganti-ganti pasangan) sebelum usia 20 tahun
dianggap faktor risiko terpenting. Sedangkan faktor pendidikan mempengaruhi
pola pikir seseorang terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya (Bustan,
2007).
Kanker leher rahim bagi seluruh wanita dewasa dapat diketahui secara dini melalui
pemeriksaan papsmear. Penemuan kanker secara dini memungkinkan kanker tersebut
dapat segera diobati dengan jalan operasi (Willie J, 2007).
Dari tingkat keparahannya, kanker leher rahim terbagi
pada beberapa stadium, pada stadium I-II A kanker masih menyerang di sekitar
leher rahim. Sedangkan, pada stadium II B, kanker sudah menyerang daerah
sekitar leher rahim. Bila sudah mencapai stadium III A kanker sudah menyebar
anus dan saluran kencing. Stadium yang paling berbahaya adalah IV B, karena
sudah menyerang organ lain seperti hati maupun paru-paru (Sarwono, 2005).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
kanker leher rahim pada wanita yang pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007.
1.2
Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara umur, paritas dan pendidikan ibu
dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara
umur dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah dirawat di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2.
Diketahuinya hubungan antara
paritas dengan kejadian kanker leher rahim yang pernah dirawat di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
3.
Diketahuinya hubungan antara
pendidikan dengan kejadian kanker leher rahim yang pernah dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
masukan bagi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tentang
kanker leher rahim dalam penyusunan kebijaksanaan pelayanan kesehatan serta
peningkatan pengetahuan bagi tenaga kesehatan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim.
1.4.2
Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah masukan baru dan berguna dalam
proses belajar mengajar serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya bagi
mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah wanita yang pernah dirawat di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. Peneliti
mengambil variabel umur, paritas dan pendidikan karena berdasarkan pengamatan
pendidik. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kejadian kanker leher
rahim, metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui survei analitik
dengan pendekatan “Cross Sectional” yang menggunakan data sekunder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Kanker Serviks
2.1.1 Definisi
Kanker rahim merupakan kelanjutan
dari lesi prakanker serviks uteri atau CIN, dengan perkembangan penyakit yang
lebih cepat. (Manuaba, 2001)
Kanker rahim merupakan keganasan genetalia wanita yang paling
banyak dijumpai. Perjalanan penyakit ini lambat sehingga mempunyai cukup waktu
untuk menegakkan diagnosis pada stadium dini. (Manuaba, 2004)
Kanker rahim adalah pertumbuhan sel yang sifatnya ganas
karena pertumbuhan sel ganas itu terdapat di rahim. (Andrijono, 2007)
Kanker rahim adalah kanker yang terjadi pada area leher
rahim atau serviks. Servik adalah bagian rahim yang menghubungkan rahim sebelah
atas dengan vagina. (Sumatera Ekspres, 2005)
2.1.2 Etiologi
Kanker rahim terjadi jika sel-sel rahim menjadi abnormal
dan membelah secara tak terkendali. Jika sel rahim terus membelah maka akan
terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau
ganas. Jika tumor tersebut ganas, maka keadaannya disebut kanker rahim.
Penyebab terjadinya kelainan pada
sel-sel rahim tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker rahim:
a.
HPV (Human Papillomavirus)
b.
Merokok
c.
Hubungan seksual pertama
dilakukan pada usia dini (usia muda)
d.
Berganti-ganti pasangan seksual
e.
Suami atau pasangan seksualnya
melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti-ganti
pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker rahim.
f.
Pemakaian DES
(dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
g.
Gangguan system kekebalan
h.
Pemakaian pil KB
i.
Infeksi herpes genitalis atau
infeksi klamidia menahun
j.
Golongan ekonomi lemah (karena
tidak mampu melakukan pap smear secara rutin)
2.1.3 Tanda dan
Gejala
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau
tanda-tanda yang khas. Namun, kadang ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
a.
Keputihan atau keluar cairan
encer dari vagina
b.
Perdarahan setelah sanggama
yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c.
Timbulnya perdarahan setelah
masa menopause.
d.
Pada fase invasif dapat keluar
cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
e.
Timbul gejala-gejala anemia
bila terjadi perdarahan kronis
f.
Timbul nyeri panggul (pelvis)
atau diperut bagian bawah bila ada radang panggul.
g.
Pada stadium lanjut, badan
menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung
kencing dan poros usus besar bagian bawah.
Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat
mengalami penyebaran (metastatis). Penyebaran kanker rahim ada tiga macam,
yaitu :
1.
Melalui pembuluh limfe
(limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2.
Melalui pembuluh darah
(hematogen)
3.
Penyebaran langsung ke
parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum.
Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh
limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang
nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula
terutama sebelah kiri.(Dalimartha,2004)
2.1.4 Klasifikasi Stadium
Tabel
Klasifikasi Stadium Klinik Karsioma Serviks Uteri Berdasarkan
Pembagian IUCC
Stadium 0
|
Karsioma Insitu
(karsioma intrepitelia)
|
Stadium I
|
Tumor terbatas
hanya pada seriks uteri
|
I.a
|
Preklinikal
invasive karsinoma, diagnoa hanya dengan pemeriksaan mikroskopik
|
Ia.1
|
Infiltrasi
minimal ke stroma
|
Ia.2
|
Infiltrasi sampai dengan 5 mm di bawah lapisan basal epitel, dan
sampai dengan 7 mm luasnya
|
I.b
|
Tumor lebih
besar dari stadium 1a.2
|
StadiumII
|
Tumor lebih
menginfiltrasi ke sekitarnya, tapi belum mengenai didnding pelvis dan 1/3
distal vagina
|
II.a
|
Tanpa infiltrasi
ke parametrium
|
II.b
|
Infiltrasi ke
parametrium
|
StadiumIII
|
Tumor telah
menginfiltrasi sampai dinding pelvis, dan atau menginfiltrasi 1/3 distal
vagina, dan atau menyebabkan hidronefrosis atau kegagalan ginjal
|
III.a
|
Infiltrasi 1/3
distal vagina tanpa infiltrasi dinding pelvis
|
III.b
|
Infiltrasi
sampai dinding pelvis dan atau dengan hidronefrosis atau kegagalan fungsi
ginjal
|
StadiumIV.a
|
Tumor
menginfiltrasi mukosa vesika urinaria atau rectum dan atau sampai keluar
ruangpelvis
|
IV.b
|
Metastatis jauh
|
Tabel 1. Stadium Klinik Karsinoma Serviks Uteri
menurut UICC
2.1.5 Patologi
Karsinoma rahim timbul di batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis rahim yang disebut
sebagai squamo-columnar junction
(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek
selapis bersilia dari endoserviks kanalis rahim. Pada wanita muda SCJ ini
berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur > 35
tahun, SCJ berada di dalam kanalis rahim. Pada awal perkembangannya kanker
rahim tak memberi tanda-tanda dan keluhan. (Sarwono, 1997)
2.1.6 Patogenesis
Kanker rehim atau leher rahim/mulut rahim merupakan
bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker rahim
berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini
dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia
ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma
in-situ. (www.Google.com,
2007)
Kemajuan yang berlangsung dari displasia ringan ke
displasia sedang seterusnya ke displasia berat dan karsinoma disitu memakan
waktu bertahun-tahun. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang menjadi
kanker invasif sejak awal mula mengalami displasia adalah 10-20 tahun. Yang
dimaksud dengan kanker invasif adalah sel-sel tumor menembus membrane basalis
(basement membrane) dan menyerang jaringan stroma di bawahnya. (Rayburn dkk,
2001).
2.1.7 Pencegahan
Upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan
diri dari faktor pencetus sebagai berikut :
v Menghindarkan diri dari hubungan seks pada usia muda, pernikahan
pada usia muda dan berganti-ganti pasangan seks
v Merencanakan jumlah anak ideal bersama suami, dan memperhatikan
asupan nutrisi selama kehamilan
v Menghentiksn kebiasaan merokok dan berperilaku hidup sehat
2.1.8 Deteksi Dini
Deteksi dini kanker rahim adalah upaya yang dilakukan
untuk memeriksakan keadaan leher rahim sedini mungkin sehingga keadaan leher rahim
dapat diketahui lebih awal dan apabila terdapat kelainan dapat diatasi sesegera
mungkin.
Ada beberapa cara untuk melakukan deteksi dini kanker
leher rahim, salah satunya adalah Tes Pap (Pap smear). Tes Pap ini merupakan
satu pemeriksaan yang dianjurkan sebagai skrining terhadap kenker leher rahim.
Tes pap ini merupakan pemeriksaan sitologi dengan tingkat sensitivitas menengah
(cukup baik) dan relative murah.
The American
Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan tes pap
dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali, dengan catatan ada riwayat hasil
tes pap minimal negative untuk dua kali berturut-turut. Usia mulai pertama kali
melakukan tes pap adalah lima tahun setelah melakukan hubugan seksual secara
aktif, atau berusia 25 tahun. Tetapi apabila ingin lebih aman dan nyaman
lakukanlah tes pap setiap tahun atau sesuai petunjuk dokter. Jangan menunggu
adanya keluhan baru ke dokter/bidan.
Selain tes pap, cara lain yang lebih simpel, yang dapat
dilakukan ditingkat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, perawat atau bidan,
yakni metode visual dengan asam asetat (asam cuka). Caranya relative murah
yaitu dengan mengulaskan larutan asam cuka yang sudah diencerkan ke permukaan
leher rahim. Secara langsung dengan mata telanjang akan dapat dilihat jika
terjadi perubahan rahim berubah dari merah jambu (warna normal) menjadi putih.
2.1.9 Pengobatan
Pengobatan kanker leher rahim sangat tergantung pada
berat ringannya penyakit berdasarkan stadium, pada stadium awal dilakukan
dengan cara operasi untuk modalitas pengobatan dilakukan dengan radiasi
(penyinaran) sedangkan stadium lanjut dilakukan dengan kemoterapi.
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Kanker leher rahim
Berdasarkan Hasil Penelitian
2.21 umur
Umur adalah jumlah tahun yang
dihabiskan wanita sejak kelahirannya sampai ulang tahun terakhir (Notoatmodjo,
2005).
Faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kanker leher rahim menurut Erik (2005) adalah ibu yang mempunyai
umur > 35 tahun termasuk risiko tinggi, sedangkan umur ibu kurang
dari 35 tahun termasuk risiko rendah.
2.2.2 Paritas
Ibu yang
melahirkan lebih dari 3 kali ternyata menurut hasil riset, angka kejadian
kanker leher rahim meningkat sebanyak 3 kali pula. Akibatnya banyak mereka yang
menderita kanker leher rahim dari kalangan ini datang dalam stadium yang sudah
lanjut yang tidak bisa disembuhkan lagi (Tapan, 2005 : 1-18).
2.2.3 Pendidikan
Penderita
berpendidikan rendah dengan rata-rata 6,71+/-SD 3,94 tahun, baik secara
keseluruhan stadium ataupun dilihat pada stadium tertentu saja. Pendidikan penderita
minimun 0 tahun dan maksimum 19 tahun (M. Faird Aziz, 2001).