Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN UMUR IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT DI INSTALASI RAWAT INAP DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Penyebab langsung kematian tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor medik yaitu frekuensi Antenatal Care (ANC), paritas, jarak kehamilan dan umur. Sedangkan faktor non medik seperti keadaan kesejahteraan keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup dan perilaku (Williams, 2006).
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin 25-50% kematian Wanita Usia Subur (WUS) disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya  menjadi faktor utama pada masa puncak produktivitasnya. World Healh Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat melahirkan (Saifuddin, 2002).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Negara Asia terutama Indonesia memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding negara lain. Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran hidup. Angka yang sangat mengkhawatirkan meningkat dari angka yang tercatat pada beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran hidup yang berarti bertambah sekitar 73 orang. Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing-masing adalah perdarahan (28%), eklampsia (13%), aborsi yang tidak aman (11%), dan serviks (10%) (Amiruddin, 2008).
Menurut data SDKI tahun 2002 AKI masih menunjukkan jumlah yang cukup tinggi yaitu 307/100.000 kelahiran hidup yang berarti setiap jam ada 2 kematian ibu, setiap hari ada 50 kematian ibu , setiap minggu ada 352 kematian ibu, setiap bulan ada 1500 kematian ibu dan setiap tahunnya ada 18.300 kematian ibu (Azwar, 2005).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 51 per 1000 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita (AKABA) 82,6 per 1000 kelahiran hidup menjadi 46 per 1000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama. Angka Kematian Bayi Baru Lahir (neonatal) penurunannya lambat yaitu 28,2 per 1000 menjadi 20 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu  adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu (Kompas, 2008).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 Angka Kematian Maternal (AKM) di Indonesia masih tinggi, 90% penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi pendarahan di masa kehamilan dan persalinan (Resty, 2000).
Faktor yang turut melatar belakangi kematian maternal adalah usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (<20 tahun) atau terlalu tua (>35 tahun ), jumlah anak terlalu banyak (>4 orang) dan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun (Depkes RI, 2001).
Pada tahun 2003 Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Selatan mencapai 472 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 467 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004. Ada beberapa faktor, diantaranya terjadi perdarahan saat persalinan sekitar 50%, infeksi 12,8%, pre-eklampsia 22,9% dan penyebab lainnya sekitar 14.3%. Maka dari itu pihaknya melakukan upaya peningkatan kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat yang mengarah kepada penurunan AKI (Dwidjo, 2004).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Selatan berdasarkan laporan indikator database 2005 UNFPA 6 country programme sebesar 467 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI di Kota Palembang adalah 317 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang sebanyak 15 orang, dengan proporsi penyebab kematian yaitu, Eklampsia 2 orang (13,3%), Hemoraghie Post Partum (HPP) 3 orang (20%), Ca Pharing 1 orang (6,6%), Stroke 1 orang (6,6%), Gagal ginjal 1 orang (6,6%), Placenta acreta 1 orang (6,6%), Emboli air ketuban 2 orang (13,3%), dan Post SC 1 orang (6,6%) (Data Subdin Keluarga, 2008).
Dari data yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang kejadian Pre-eklampsia berat pada tahun 2005 yaitu 220 dari 1710 orang ibu hamil, kejadian ini meningkat pada tahun 2006 yaitu 281 orang dari 2578 ibu hamil sedangkan tahun 2007 kejadian pre-eklampsia yaitu 243 orang dari 2463 ibu hamil dan tahun 2008 angka kejadian pre-eklampsia mencapai 517 orang dari 2439 ibu hamil yang di Rawat Inap di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang (RSMH, 2008).
Berdasarkan Penelitian Sarwono dalam Dahliah (2007), diketahuinya ada beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian pre-eklampsia berat seperti paritas, umur, pendidikan, pengetahuan, dan status ekonomi. Dimana penulis hanya mengambil dua variabel yaitu paritas dan umur ibu yang mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008 (Dahliah, 2008).
1.2        Rumusan Masalah
Apakah variabel antara paritas dan umur ibu hamil berhubungan dengan kejadian pre-eklampsia berat pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008 ?
1.3        Tujuan Penelitian
1.3.1  Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah variabel paritas dan umur ibu hamil berhubungan dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.
1.3.2  Tujuan Khusus     
1. Diketahuinya distribusi frekuensi paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.
2.   Diketahuinya distribusi frekuensi umur ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.
3.   Diketahuinya hubungan antara paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.
4.   Diketahuinya hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.
1.4        Manfaat penelitian
1.4.1  Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah pengetahuan terhadap penerapan teori oleh mahasiswi Program Studi Diploma III Kebidanan Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang sebagai bahan untuk menambah wawasan.
1.4.2  Bagi Instansi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan rumah sakit setempat dalam menentukan kebijakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan ibu, terutama terhadap kejadian pre-eklampsia berat
1.4.3  Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengalaman penulis serta meningkatkan pemahaman tentang pre-eklampsia berat mengenai penelitian.
1.5        Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada variabel paritas dan umur ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep Dasar Pre-Eklampsia Berat
2.1.1   Defenisi Pre-Eklampsia  Berat
Pre-Eklampsia Berat adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trafoblastik (Amiruddin, 2005).
Pre-Eklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/100 mmHg lebih disertai dengan  proteinuria atau oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih
(Tjandra, 2006).
2.1.2   Etiologi
Apa yang menjadi penyebab Pre-eklampsia dan eklampsia sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus menerangkan hal-hal berikut :
a.       Sebab bertambahnya frekuensi pada primigradivitas, kehamilan ganda, hidroamnion dan mola hidatidosa.
b.      Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c.       Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
d.      Sebab jarangnya terjadi eklampsia  pada kehamilan berikutnya
e.       Sebab timbulnya hipertensi, oedema, proteinuria, kejang dan koma
(Winkjosastro, 2005).
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab Pre-eklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan panyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, malainkan banyak faktor yang menyebabkan Pre-eklampsia  dan eklampsia (Ridwan, 2005).
2.1.3   Klasifikasi Pre-Eklampsia  
Pre-eklampsia  digolongkan ke dalam Pre-eklampsia  ringan dan Pre-eklampsia  berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1.      Pre-Eklampsia  Ringan
a.        Tekanan darah 140/90 mmHg atau yang diukur pada posisi berbaring, terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukurannya sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak pemeriksaan 1 jam sebanyak 6 jam.
b.        Edema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu
c.        Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream (Mochtar, 1998).
2.      Pre-Eklampsia  Berat
a.        Tekanan darah 160/110 mmHg
b.        Oliguaria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam
c.        Proteinuria lebih dari 3 gr/ litter
d.       Keluhan subjektif :
1.      Nyeri epigastrium
2.      Gangguan penglihatan
3.      Nyeri kepala
4.      Edema paru dan sianosis
5.      Gangguan kesehatan
e.        Pemeriksaan
1.      Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2.      Perdarahan pada retina
3.      Trombosit kurang dari100.000/mm
(Manuba, 1998)
2.1.4   Patofisiologi Pre-Eklampsia
Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola giomerulus. Pada beberapa kasus lumen diteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dilalui oleh satu sel darah merah.
Bila semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan oedema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya. Mungkin karena retensi air dan garam proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada giomerolus (Awanwati, 2009).
2.1.5   Komplikasi akibat Pre-Eklampsia Berat
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini biasanya  terjadi pada Pre-Eklampsia  berat, yaitu :
1. Solusio  Plasenta adalah        :     Komplikasi yang terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Pre-eklampsia
2. Hemolisis adalah                    :     Penderita dengan Pre-eklampsia  berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus
3. Nekrosis hati adalah              :     Nekrosis periportal hati pada Pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus anteriol umum
2.1.6   Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini Pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya Pre-eklampsia  dengan adanya faktor-faktor Predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun timbulnya Pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penyuluhan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring (Prawirohardjo, 2005).
2.1.7   Penanganan umum
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi Pre-eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang penyebabnya belum diketahui.
Tujuan utama penanganan adalah :
1.      Mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia
2.      Melahirkan janin hidup
3.      Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan Pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus.
Pengobatan Pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat menyebabkan eklampsia atau kematian janin (Winkjosastro, 2006).

2.1.8   Diagnosis
Pre-Eklampsia  Berat (PEB) bila memenuhi kriteria dibawah ini :
a.       TD > 160 mmHg sistolik atau >110 mmHg diastolik, meskipun sudah menjadi tirah baring atau perawatan di Rumah Sakit, TD ini tetap tidak turun.
b.      Proteinuria +3 atau +4 (kualitatif) atau 5 gram/ hari atau 55 gram/ hari
c.       Oligouria, dimana produksi urine <500 cc/24 jam, disertai kenaikan kadar keratin plasma
d.      Edema (terutama tungkai) yang sangat jelas dan biasanya pitting edema (bila ditekan, segera kembali seperti semula).
e.       Terjadinya pertumbuhan janin intauterin terhambat (PJT)
(Achdiat, 2004).
2.1.9   Faktor-faktor predisposisi
Faktor-faktor yang berperan pada kematian maternal karena eklampsia  adalah :
a.       Pengetahuan yang rendah sehingga seringkali  penderita dibawa ke rumah sakit sudah dalam keadaan kejang
b.      Persalinan yang ditolong oleh dukun yang menyebabkan penderita eklampsia terabaikan sehingga dirujuk dalam keadaan gawat.
c.       Transportasi, adanya kendala transportasi terutama dari daerah terpencil
d.      Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksaa kehamilannya ke bidan atau ke dokter (Sudinaya, 2003).
2.2         Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pre-Eklampsia Berat
2.2.1   Paritas ibu
Pre-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia hamil secara eksklusif merupakan penyakit pada nulipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur eksterm, yaitu remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun (Sudhaberata, 2000).
2.2.2   Umur ibu
Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh  telah terjadi perubahan akibat penuaan organ-organ dengan begitu kemungkinan untuk mendapat penyakit dalam masa kehamilan yang berhubungan dengan umur akan meningkat, seperti penyakit darah tinggi (Ridwan, 2005).
2.2.3   Pendidikan
Tingginya kejadian Pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Pemahaman dan penyerapan terhadap berbagai informasi atau  masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun lingkungan sekitarnya (Sudhaberata, 2000).

2.2.4   Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah sehingga seringkali penderita dibawa ke rumah sakit sudah dalam keadaan kejang. Persalinan yang ditolong oleh dukun menyebabkan penderita Eklampsia terabaikan sehingga dirujuk   dalam keadaan gawat (Sudinaya, 2003).
2.2.5   Status Ekonomi
Pre-eklampsia merupakan penyakit kehamilan sistemik yang etiologinya hingga kini belum diketahui. Penyakit ini banyak dijumpai               di daerah-daerah di luar jangkauan rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai dan pada umumnya diderita oleh golongan sosial ekonomi lemah (Rambulangi, 2003).

Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive