BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut
WHO (World Health Organization) 1970, keluarga berencana merupakan
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan untuk mendapatkan kehamilan yang memang diinginkan yaitu dengan cara mengatur interval
diantara kehamilan (Hartanto, 2003).
Gerakan
keluarga berencana di dunia telah berhasil menurunkan angka kelahiran yaitu
dari angka 3,9 menjadi 2 anak tiap keluarga, khususnya di negara maju,
pencapaian teknik kontrasepsi mantap sekitar 10 sampai 12% sehingga sangat
signifikan dalam menurunkan kelahiran dan akhirnya bernilai sangat murah dan
jangka waktu yang panjang. Pencapai peserta KB pada Pasangan USia Subur (PUS)
sekitar 56% ditingkat dunia dapat merupakan dugaan kondisi pertumbuhan
penduduk. Di Indonesia peserta KB mencapai 67% pasangan dengan rata pertumbuhan
penduduk dari 2,7% menjadi 1,9% pertahun (Manuaba, 2002).
Di
Kota Palembang tahun 2007 peserta KB pria mencapai total 6.233 orang,
diantaranya KB Metode Operasi Pria (MOP/Vasektomi) mencapai jumlah 169 orang
sedangkan KB kondom mencapai jumlah 6,064 orang, salah satu penyebabnya masih
rendahnya pratisipasi KB pria karena kaum pria belum sepenuhnya menerima
anjuran agar mau melakukan KB dan beranggapan bahwa KB itu hanya untuk kaum
perempuan (BKKBN, 2008).
Propinsi
Sumsel pada bulan September 2007 tercatat peserta KB baru pria sampai dengan
Agustus 2007 sebanyak 6.503 peserta terdiri dari MOP 3,6% peserta dan kondom
6.417 peserta. Pencapaian ini jika dibandingkan dengan PPM peserta KB baru pria
tahun 2007 sebanyak 19.000 peserta berarti baru tercapai sebesar 34,23% dari
PPN (www.Rek.com, 2007).
Hasil
pemantauan peserta KB aktif melalui mini survei tahun 2005 menunjukkan bahwa
prevalensi peserta KB di Indonesia adalah 66,2% cara KB yang dominan dipakai
adalah suntikan (34%) dan pil (17%), MOW (2,6%), MOP (0,3%) dan kondom (0,6%)
(Iswarati, 2005).
Berdasarkan
data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, jumlah peserta KB
saat ini sebanyak 27,85% juta pasangan usia subur atau 60,3% dari total
pasangan usia subur sebanyak 40 juta orang. Dari jumlah itu, 27% menggunakan KB
suntik, KB pil sebesar 16% dan yang paling rendah digunakan adalah vasektomi
dan kondom yang hanya berjumlah 0,9% dan 0,4% dari jumlah pasangan usia subur
(PUS) tersebut (Donendro, 2007).
Berdasarkan
data di atas, pada kesempatan ini penelitian tertarik untuk meneliti hubungan
antara pengetahuan dan pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi pria di wilayah
kerja Puskesmas Sosial Palembang tahun 2008.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah
ada hubungan antara pengetahuan dan pendidikan dengan pemilihan alat
kontrasepsi pria di wilayah kerja Puskesmas Sosial Palembang tahun 2008?
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan
pendidikan dengan pemilihan alat kontrasepsi pria di wilayah kerja Puskesmas Sosial Palembang tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan
pemilihan alat kontrasepsi pria di wilayah kerja Puskesmas
Sosial Palembang tahun 2008.
2.
Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan
pemilihan alat kontrasepsi pria di wilayah kerja Puskesmas
Sosial Palembang tahun 2008.
1.3
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk peningkatan program KB Metode
kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas
Sosial Palembang
tahun 2008.
1.4.2 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan,
pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dalam penelitian di
masyarakat untuk masa yang akan datang.
1.4.3 Bagi Institusi
Pendidikan
Sebagai bahan referensi
dan informasi yang diharapkan berguna bagi mahasiswi Akademi Kebidanan Budi
Mulia Palembang.
1.5
Ruang lingkup
Ruang
lingkup penelitian ini adalah semua pria yang menggunakan alat kontrasepsi
dengan variabel yang digunakan yaitu hubungan antara pengetahuan dan pendidikan
dengan pemilihan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Sosial Palembang tahun 2008.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keluarga
Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga
berencana (Family Planning, Planned
Priesthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah
dan jarak kehamilan dengan pemakaian kontrasepsi (Mochtar, 1998: 255).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam
buku karangan Hanafi hartanto (2003: 26), pengertian keluarga berencana adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk :
1. Menghindari kelahiran yang
tidak diinginkan.
2. Mendapatkan kelahiran yang
memang diharapkan.
3. Mengatur interval diantara
kehamilan.
4. Mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan umur suami isteri.
5. Menentukan jumlah anak dalam
keluarga.
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan program
keluarga berencana :
1. Memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa.
2. Mengurangi angka kelahiran
untuk menunaikan tarap hidup rakyat dan bangsa.
(Mochtar, 251)
Tujuan umum
keluarga berencana adalah membantu keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial
ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak, agar diperoleh
suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.1.3 Sasaran Keluarga Berencana
Untuk mencapai
tujuan program KB diarahkan pada 2 sasaran, yaitu :
1. Sasaran langsung yaitu para
Pasangan Usia Subur (PUS) agar mereka menjadi peserta keluarga berencana
lestari sehingga memberikan efek langsung pada penurunan fertilitas.
2. Sasaran tidak langsung yaitu
organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah
maupun swasta, tokoh masyarakat (wanita dan pemuda) yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap proses pembentukan sistem nilai dikalangan
masyarakat yang dapat mendukung usaha pelembagaan NKKBS (Mochtar, 1998: 250).
2.2
Kontrasepsi
2.2.1 Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi
adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bersifat sementara
ataupun permanen (Sarwono, 2005).
Kontrasepsi atau
antikonsepsi (Conception Control)
adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat atau obat-obatan (Mochtar,
1998: 255).
2.2.2 Syarat-Syarat Kontrasepsi
Menurut Mochtar
(1998: 225), syarat-syarat dari kontrasepsi adalah sebagai berikut :
1. Aman pemakaian dan dapat
dipercaya.
2. Efek samping yang merugikan
tidak ada.
3. Lama kerjanya dapat diatur
menurut keinginan.
4. Tidak mengganggu hubungan
persetubuhan.
5. Tidak memerlukan bantuan
medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya.
6. Cara penggunaan sederhana.
7. Harganya murah supaya dapat
dijangkau masyarakat luas.
8. Dapat diterima oleh suami dan
isteri.
2.2.3 Pemilihan Kontrasepsi
Setiap calon akseptor
KB berhak memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan merek, tentunya
yang memiliki efektifitas yang tinggi, manjur, murah, aman dan praktis.
2.2.4 Macam-Macam Kontrasepsi
1. Metode Sederhana Tanpa
Bantuan Alat
a. Senggama Terputus
Adalah
metode keluarga berencana tradisional, dimana laki-laki mengeluarkan kelaminnya
(penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
Cara Kerja :
Alat kelamin pria
(penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sperma tidak masuk ke dalam vagina dan
kehamilan dapat dicegah.
Efektifas :
Angka kegagalan
tinggi sebuah kegagalan antara lain :
-
Adanya pengeluaran cairan sebelumnya ejakulasi, yang mengadung sel mani
sebelum penis ditarik keluar.
-
Terlambatnya mengeluarkan penis dan liang senggama.
Keuntungan :
-
Tidak memerlukan alat/murah.
-
Tidak menggunakan zat-zat kimiawi.
-
Selalu tersedia setiap saat.
-
Tidak mempunyai efek samping.
2. Metode dengan Bantuan
Alat/Obat
1) Kondom
Adalah
suatu kantong karet yang tipis, dipakai untuk menutupi penis yang ereksi,
supaya saat bersenggama sperma tidak dapat membuahi sel telur sehingga mencegah
terjadi kehamilan.
Cara Kerja :
Kondom mengalangi
terjadinya pertemuan antara sperma dan sel telur, mencegah penularan PMS
(HIV/AIDS).
Efektivas :
Kondom cukup
efektif bila dipakai secara bentuk pada setiap kali berhubungan seksual.
Keuntungan :
-
Mencegah kehamilan.
-
Memberi perlindungan terhadap penyakit-penyakit akibat hubungan seks
(PHS).
-
Dapat diandalkan.
-
Relatif murah.
-
Sederhana, ringat, dipsosable.
-
Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi atau follow-up.
-
Revesiber.
-
Pria ikut secara efektif dalam program KB.
Kerugian :
-
Angka kegagalan relatif tinggi.
-
Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seks
guna memasang kondom.
-
Perlu dipakai secara konsistem, hati-hati dan terus menerus pada setiap
senggama.
2) Vasektomi
Adalah
suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana
dan efektif, memakai waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi
umum.
Keuntungan :
-
Efektif.
-
Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.
-
Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit.
-
Biata murah.
Kerugian :
-
Diperlukan satu tindakan operatif.
-
Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.
-
Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa
yang sudah di dalam sistem reproduksi distal dan tempat oklusi vas deferns
dikeluarkan.
-
Problem psikologis yang berhubngan dengan perilaku seksual mungkin
bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi
pria
Kontra Indikasi :
-
Infeksi; kulit lokal, misalnya scabces.
-
Infeksi traktus genetalia.
-
Kelainan skrotom.
2.3
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pria
2.3.1 Pengetahuan
Menurut BKKBN
pengetahuan tentang alat/cara KB telah meluas dikalangan pria. Hampir semua
pria kawin sedikitnya mengatahui satu jenis alat/cara KB (97%), sembilan puluh
enam pasien mengetahui satu jenis alat/cara KB modern, sedangkan pengetahuan
sedikitnya satu/cara KB tradisional terlihat masih rendah (37%).
2.3.2 Pendidikan
Pendidikan adalah
merupakan satu proses menolong dan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
seseorang individu dan semua aspek yaitu jasmani, emosional, sosial, seni dan
juga moral untuk mengembangkan individu supaya hidup dengan sempurna serta
memperkembangkan bakatnya untuk kepentingan diri dan menjadi ahli masyarakat
yang berguna (James Mill dkk, 2004).
Salah satu
langkah yang penting guna menjunjung dan menyadarkan penduduk tentang tujuan
program keluarga berencana yaitu melalui pendidikan. Sebab pada prinsipnya
bahwa pendidikan selalu membawa penduduk ke arah perubahan pemikiran yang
positif dalam menjunjung pembangunan, yaitu peningkatan tarap hidup penduduk
guna mencapai tujuan pembangunan nasional (Soedharto, 1990).
Menurut
SUSENAS (2003), umumnya pria berpendidikan lebih tinggi cenderung menerima
informasi KB, daripada pria berpendidikan lebih rendah. Pria yang tidak
bersekolah maupun berpendidikan rendah cenderung kurang mendapat akses terhadap
informasi KB, dibandingkan pria yang berpendidikan yang lebih tinggi. Sebagai
gambaran dapat dilihat menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan masing-masing sekitar 34,7%;
26,9%; 24,4% dan 3,73% pria yang tamat SD, SLTP, SMA, dan perguruan tinggi,
sedangkan pria yang tidak bersekolah angka tersebut hanya 10,36%. Pola ini
tampak lebih jelas bila sumber informasi KB adalah petugas KB, dokter, perawat,
dan bidan.