Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN YANG MENJALANI SECTIO CAESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa rata-rata bedah caesar ada diantara 10%-15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang tahun 2004, laju bedah caesar di Inggris adalah sekitar 20% dan 29,1% (Yusmiati dan Dodi, 2007) Bedah caesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi medis, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. Menurut Benson dan Pernolis, angka kematian pada Sectio Caesarea adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menemukan resiko 25 kali lebih besar dibandingkan persalinan per vaginam (Yusmiati dan Dodi, 2007) Menurut Siti Fadillah Supari, di Indonesia operasi caesar meningkat dari 1.254 kasus pada tahun 2005 menjadi 7.141 kasus pada tahun 2006 dan 5.637 kasus pada tahun 2007 (Depkes, 2008) Sedangkan menurut Williams (2006), lebih dari 85% sectio caesarea dilakukan karena ada riwayat Sectio Caesarea, distosia persalinan, gawat janin, letak sungsang, plasenta previa dan cephalo pelvic disproporsi. Saat ini Sectio Caesarea bukan lagi hanya indikasi medis, tetapi banyak faktor yang bukan medis yang dapat mempengaruhi, misalnya faktor ekonomi, kepercayaan atau adat istiadat mengenai tanggal kelahiran anak dan lain-lain (Gondo, 2005) Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) di Sumsel, jumlah bedah caesar karena kelainan sebesar 2,91% dan karena permintaan pasien sebesar 0,05% sedangkan di kota Palembang jumlah bedah caesar yang disebabkan oleh kelainan sebesar 9,64% dan karena permintaan pasien sebesar 0,25% (BPS, 2004) Dari data yang di dapat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, pada tahun 2005 jumlah ibu bersalin 565 orang dan terdapat 34 pasien bersalin yang diakhiri dengan Sectio Caesarea kemudian terjadi peningkatan di tahun 2006, dengan jumlah ibu bersalin 587 orang yaitu sebanyak 36 pasien bersalin secara Sectio Caesarea. Faktor resiko lain dari penyebab tindakan Sectio Caesarea adalah karakteristik ibu, karena jika seorang wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu maka resiko untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan selanjutnya adalah lebih besar, seperti faktor umur, tinggi badan, paritas dan berat badan bayi yang dilahirkan (www.medicastore.com) Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan judul “Gambaran Karakteristik Pasien yang Menjalani Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007”. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran karakteristik pasien yang menjalani Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien yang menjalani Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi umur pasien yang menjalani Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. b. Diketahuinya distribusi frekuensi paritas pasien yang menjalani Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. c. Diketahuinya distribusi frekuensi berat badan bayi yang lahir melalui Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti mengenai karakteristik pasien yang menjalani sectio caesarea serta sebagai salah satu pra syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dan dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut. 1.4.3 Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi awal mengenai gambaran karakteristik pasien yang mengalami Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 1.4.4 Bagi Mahasiswi Dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengetahuan mengenai Sectio Caesarea, juga penerapan mata kuliah metodologi penelitian ke dalam suatu bentuk penelitian. 1.5. Ruang lingkup Penelitian ini ditekankan pada gambaran karakteristik pasien yang menjalani Sectio Caesarea dengan membatasi pada umur ibu, paritas, berat badan bayi. Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang telah melahirkan dengan cara Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sectio Caesarea 2.1.1 Defenisi Istilah Sectio Caesarea berasal dari bahasa latin Caedera yang artinya “membedah”. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk melahirkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan pembukaan dinding rahim. Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2000) Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (hsterektomi) (Williams, 2006) 2.1.2 Etiologi Adapun penyebab terjadinya Sectio Caesarea dibagi menjadi 9 bagian yaitu : 1. Plasenta previa Menurut Sirait (2008), plasenta adalah apabila posisi plasenta pada wanita hamil tidak pada posisi yang normal, berada di bawah bahkan sampai menutupi jalan lahir. 2. Panggul sempit Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm (Wiknjosastro, 2005) 3. Disproporsi Ketidak seimbangan antara besarnya bayi dengan ukuran panggul (Manuaba, 2008) 4. Partus Lama Persalinan telah berlangsung selama 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (Saifudin, 2002) 5. Hipertensi Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 30 mmHg atau 15 mmHg. Tekanan darah absolut 140/90 atau 160/110 yang diambil selang 6 jam dalam keadaan istirahat (Manuaba, 2008) 6. Pre-eklampsia Ibu yang mempunyai riwayat penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, proteinuria dan oliguria (Manuaba, 2008) 7. Letak Sungsang Apabila terdapat indikasi panggul sempit, lilitan tali pusat, janin besar dan primigravida (Manuaba, 2008) 8. Letak Lintang Bila ada kesempitan panggul, tumor panggul dan plasenta previa tetap dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek baik terhadap ibu maupun janinnya (Wiknjosastro, 2006) 9. Gemeli Anak pertama lintang/sungsang, gawat janin dan berdasarkan indikasi dalam perjalanan persalinan (Manuaba, 2008) 2.1.3 Karakteristik Pasien Adapun karakteristik pasien yang menjalani Sectio Caesarea dibagi menjadi 5 bagian, antara lain : 1. Usia a. Wanita yang berusia kurang dari 15 tahun lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia dan juga lebih nungkin untuk melahirkan bayi dengan BBLR atau bayi kurang gizi. b. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes, gangguan persalinan dan resiko untuk memiliki bayi dengan kelainan kromosom (syndroma down) 2. Tinggi Badan Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. 3. Riwayat Penyakit Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 5 kg, mungkin dia menderita diabetes dan beresiko untuk melahirkan bayi yang berat badannya sama seperti kehamilan sebelumnya. 4. Paritas Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin untuk mengalami, antara lain : a. Inersio uteri b. Perdarahan setelah persalinan (HPP) c. Persalinan yang cepat d. Plasenta previa 5. Merokok Efek yang paling sering terjadi akibat merokok selama hamil adalah berat badan bayi yang rendah. Selain itu, wanita hamil yang merokok juga lebih rentan mengalami komplikasi plasenta, ketuban pecah sebelum waktunya dan persalinan prematur (www.medicastroe.com, 2007) 2.1.4 Jenis-Jenis Sectio Caesarea Menurut Wiknjosastro (2000), jenis Sectio Caesarea terdiri dari 5 bagian yaitu : 1. Sectio Caesarea Klasik Teknik Sectio Caesarea klasik : a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain steril. b. Pada dinding perut dibuat insisi median mulai dari atas simpisis sepanjang  12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoncial. c. Dalam rongga mulut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparatomi. d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau dan segmen atas rahim, kemudian dipelebar secara sagital dengan gunting. e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjempit. f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikan 10 unit oksitosin ke dalam rahim secara intra mular. g. Luka insisi segmen atas rahim dijahit kembali. Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khromik. Lapisan II : Hanya miometrium saja dijahit secara simpul dengan catgut khromik. Lapisan III : Perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa h. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi. i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit. 2. Sectio Caesarea Tranperitonial Teknik Sectio Caesarea tranpertonial profunda : a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain steril. b. Pada dinding perut dibuat insisi median mulai dari atas simpisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka. c. Dalam rongga mulut perut sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparatomi. d. Dibuat bladder-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing di depan segmen bawah rahim secara melintang. e. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dengan pisau bedah  2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. f. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan, badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya, tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual, dalam otot rahim disuntik 10 unit oksitosin. g. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut. 3. Sectio Caesarea diikuti dengan histerektomi Teknik Sectio Caesarea diikuti dengan histerektomi : a. Setelah janin dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul. b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis. c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam koher dan cunam kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut kromik no. 0. Bladder-flap yang telah dibuat pada waktu Sectio Caesarea transperitorial profunda dibebaskan lebih jauh kebawah dan lateral. Pada ligamentum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang, dengan cara ini ureter akan terhindari dari kemungkinan terpotong. d. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba falopii, ligamentum uteriovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan cunam oschner lekung dan disisi rahim dengan cunam kocher, kemudian digunting, jaringan yang terpotong diikat. e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah avaskular dipotong secara tajam ke arah serviks, kemudian kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan ke samping. f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan penjepitan pada cunam oshner lengkung secara ganda dan pada tempat yang sama disisin rahim dijepit dengan cunam, kemudian digunting puntung ligamentum dijahit secara ganda dengan catgut khromik no. 0. g. Demikian juga ligamentum kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama. h. Setelah mencapai atas dinding vagina-serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian dinding vagina dijepit dengan cunam dan dinding vagina dipotong secara bertahap, kemudian rahim dapat diikat. i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam kocher untuk hemostasis, puntung vagina dijahit secara jelujur untuk kemudian puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi. j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisi darah, luka perut ditutup kembali lapis demi lapis. 4. Sectio Caesarea Ekstrapertonial 5. Sectio Caesarea Vaginal 2.1.5 ¬Penyebab Meningkatnya Angka Sectio Caesarea Menurut Williams (2006), menyatakan meningkatnya angka Sectio Caesarea disebabkan oleh : 1. Indikasi-indikasi yang lebih sering terjadi adalah terdapat pada wanita nulipara. 2. Wanita yang melahirkan berusia lebih tua, dalam dua dekade terakhir angka persalinan nulipara meningkat dua kali lipat untuk wanita berusia 30-39 tahun dan meningkat 50% pada wanita usia 40-44 tahun. 3. Terjadi karena adanya kemacetan persalinan. 4. Presentasi bokong dilahirkan melalui abdomen (Sectio Caesarea) 2.1.6 ¬ Penatalaksanaan Langkah kerja pelaksanaan tindakan seksio sesarea adalah sebagai berikut: 1. Persetujuan medik 2. Menetapkan indikasi sectio caesarea 3. Menentukan jenis sectio caesarea 4. Mempersiapkan Tim 5. Pencegahan infeksi Dan Persiapan Operasi Pasien 1. Di ruang perawatan pasien dengan + 6 jam puasa. 2. Premedikasi yang harus diberikan adalah atropin. Bagi orang dewasa, untuk bedah elektif diberikan 0,5 mg IM 45 menit sebelum anestesia. Untuk bedah darurat, diberikan 0,25 mg IM dan 0,25 mg IV 5 menit sebelum anestesia dimulai. 3. Periksa ulang apakah pemeriksaan yang diperlukan seperti darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah (untuk sectio caesare elektif) sudah lengkap. 4. Baju pasien diganti dengan baju khusus untuk dipakai ke ruang tunggu kamar operasi. 5. Pasang infus, ringer laktat atau larutan NaCl 0,9%. 6. Baringkan pasien pada posisi tidur. (Pasang tensimeter). 7. Dipasang folley Katter. Penolong 1. Memakai baju khusus kamar operasi lengkap. 2. Mempersiapkan alat-alat operasi termasuk alat penghisap darah/cairan, alat resusitasi bayi, oksigen dan sebagainya. 3. Menyiapkan obat-obatan yang diperlukan durante operasionum. 4. Periksa ulang persediaan darah (bila diperlukan/pada kasus tertentu) dan periksa/cocokkan register darah. 5. Penolong cuci tangan. 6. Memakai baju/jas operasi dan sarung tangan. 7. Pasien pada posisi terlentang keadan sudah dinarkose. 8. Dilihat tindakan aseptik dan antiseptik. 9. Dipasang kain penutup 4-5 buah yang sesuai dengan kebutuhan. 6. Tindakan Pembiusan 1. Induksi a. Berikan oksigen melalui masker 3 liter per menit. b. Induksi dapat dilakukan dengan ketamin 0,5 mg/kg yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% dalam kadar 10 mg/ml yang disuntukkan IV pelan (2 menit). c. Jika dalam 5 menit anak belum lahir, dosis ketamin yang sama dapat diberikan sekali lagi. d. Segera setelah bola mata nampak bergerak tanpa sadar (nystagmus), pembedahan dapat dimulai. 2. Anestesi a. Berikan eter dengan cara tetes terbuka (open drop) atau masker dengan E.M.O segera setelah tali pusat dijepit. b. Jika seandainya dengan 2 kali dosis ketamin bayi belum juga lahir, eter dapat dimulai tetapi dijaga jangan terlalu dalam. c. Dengan cara open-drop, tetesan dipercepat hingga pembiusan mencapai tahap yang diinginkan (sectio caesare memerlukan stadium 3 plane 1 sampai plane 2). 3. Pemantauan Awasi pupil pasien, jangan sampai melebar (mydriasis) Pelebaran lebih dari 3 mm menunjukan stadium yang sudah terlalu dalam. Kadar eter yang terlalu tinggi dapat mengganggu kontraksi otot rahim, sehingga diperlukan tambahan dosis oksitosin Perhatian : Pasien anemia/hipotensi sangat peka dengan obat anestesi (dosis harus sangat dikurangi. Pasien syok harus diatasi dulu. Posisi pasien selama anestesia dan sebelum sadar kembali kepala lebih rendah. Selalu disiapkan pompa penghisap sebelum pasien muntah. 7. Tindakan Operasi a. Lakukan insisi mediana/pfanestiel dengan pisau secara benar. b. Perdalam sayatan pada dinding abdomen sampai menebus peritonium dan perlebar hingga sekitar 12 cm. c. Observasi kondisi ataupun kelainan pada uterus, adneksa dan parametrium dengan jalan menarik dinding abdomen ke kiri-kanan. d. Angkat dinding perut dengan retraktor, selipkan kasa lebar basah melingkupi sisi uterus gravidus untuk menampilkan dinding depan uterus dan menyisihkan usus, ovarium, tuba dan organ intraabdominal lainnya. Ujung kasa dikeluarkan dan dijepit dengan kocher ke kain penutup. e. Dengan pisau, sayat segmen bawah uterus (sehingga mudah ditembus dan diperlebar dengan jari), kemudian pecahkan ketuban dan hisap cairan ketuban yang keluar. Segmen bawah uterus dibuka dengan jari operator sesuai dengan arah insisi tajam. f. Luksir keluar kepala janin, kemudian lahirkan seluruh tubuh dengan cara yang sesuai. Bersihkan seluruh muka janin dengan kain kasa. g. Tali pusat dijepit pada jarak 10-15 cm dari umbilikus dan digunting. Bayi diserahkan kepada dokter anak untuk perawatan selanjutnya. h. Plasenta dilahirkan dengan melepasnya secara manual dari tempat implantasi, kemudian tarik tali pusat dan sedikit menekan fundus. i. Tepi luka insisi pada segmen bawah uterus dijepit dengan klem Fenster/Foerster, terutama pada kedua ujung luka sayatan. j. Dilakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri dengan kasa yang dijepitkan pada klem Fenster atau dengan menggunakan 2-3 jari tangan operator yang dibalut dengan kasa. Pastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal. k. Dilakukan jahitan hemostatis dengan simpul 8 (figure of eight) pada kedua ujung robekan uterus dengan menggunakan benang polyglycolic atau kromik catgut no 0/1/0 dilanjutkan dengan penjahitan segmen bawah secara jelujur terkunci. l. Pastikan tidak ada perdarahan melalui evaluasi ulang luka jahitan. m. Keluarkan kasa basah, bersihkan rongga abdomen dan lakukan periksa ulang untuk meyakinkan tidak adanya perdarahan dari tempat jahitan atau di tempat lain. n. Fascia abdominalis pada ujung proksimal dan distal sayatan dijepit dengan kocher dan dijahit hingga subkutis dengan polyglycolic acid (misalnya: dexon No. 1). o. Kulit dijahit dengan Nylon atau polyglicolic acid secara subkutikuler. p. Luka operasi ditutup dengan kasa dan polidon iodin. q. kain penutup abdomen dilepas hati-hati tanpa menyentuh kasa penutup luka operasi. r. Vagina dibersihkan dari sisa darah dan bekuan dengan menggunakan kasa yang dijepit pada fenster/Foerster klem. s. Daerah vulva sampai paha dibersikan dari sisa darah atau cairan tubuh. 8. Dekontaminasi 9. Cuci Tangan Pasca Tindakan 10. Perawatan Pasca Bedah 1. Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang tertampung di kantong urin. Periksa/ukur jumlah perdarahan selama operasi. 2. Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan di atas pada lembar laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir. Lembar operasi ditandatangani oleh operator. 3. Buat instruksi perawatan yang meliputi : • Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas • Jadwal pengukuran jumlah produksi urin. • Berikan instruksi dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan ad. 1 dan 2. Tuliskan instruksi pengobatan dengan jelas singkat dan terinci yang mencakup: nama, obat, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian. 11. Nasehat dan Konseling Pascaoperasi a. Keluarga 1. Beritahukan bahwa : • Operasi telah selesai dan sampaikan jalannya operasi, kondisi ibu saat ini dan apa yang diharapkan minimal mencakup 24 jam pascaoperasi. • Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan dan keadaan bayi. • Risiko fungsi reproduksi pasien dan kehamilan/persalinan yang akan datang. • Kontrasepsi. 2. Jelaskan rencana perawatan dan perkiraan waktu pasien dapat dipulangkan. 3. Mintakan pada keluarga untuk ikut mengawasi pasien khususnya terhadap risiko fungsi reprduksi berupa bekas sectio caesarea. b. Pasien (setelah sadar/dapat berkomunikasi) 1. Beritahukan bahwa • Keadaan pasien saat ini. • Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan dan keadaan bayi. • Risiko fungsi reproduksi, kehamilan & persalinan akan datang. 2. Lakukan konseling dan rencanakan upaya pencegahan kehamilan (bila tidak tubektomi). Jelaskan hingga pasien memahami, menerima dan dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai. 3. Jelaskan kembali resiko yang dihadapi oleh pasien, berikan cukup waktu untuk berdiskusi hingga diyakini bahwa pasien telah cukup mengerti dan faham. (Saifudin, 2006). 2.1.7 Komplikasi Tindakan Operasi Kebidanan Komplikasi tindakan operasi kebidanan terdiri dari komplikasi pada ibu intrapartum dan postpartum serta komplikasi neonatal dini, yaitu : 1. Komplikasi pada ibu intrapartum (dalam persalinan) dan postpartum (setelah persalinan), dikelompokkan atas : c. Komplikasi berat (berupa: perlukaan usus, perlukaan kandung kemih, jahitan luka abdomen terbuka sampai peritoneum, luka sayatan dinding abdomen bernanah, peritonitis, pneumonia postoperatif, aspirasi pada saat pembiusan, komplikasi anestesia spinal, hematoma perianal, perlukaan vagina melibatkan rektum). d. Operasi ulangan (berupa: pengeluaran plasenta dengan tangan, kuretase post partum, jahitan ulang perineum). e. Perdarahan dan dapat transfusi darah. f. Perhisterektomi (berupa: histerektomi postpartum, histerorafi pada uterus ruptur, sectio caesarea-histerektomi). g. Kematian ibu (berupa: kematian ibu intrapartum, kematian ibu sewaktu sectio caesarea, kematian ibu postpartum, kematian ibu postsectio caesarea). 2. Komplikasi neonatal dini Komplikasi neonatal dini dikelompokkan atas : a. Asfiksia ringan dan sedang (bayi lahir dengan Apgar score 4-7 pada menit pertama. b. Asfiksia berat (bayi lahir dengan Apgar score 3 atau kurang pada menit pertama). c. Kematian neonatal dini (kematian bayi pada hari ketujuh atau kurang. (Sibuea, 2007) 2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien yang menjalani Sectio Caesarea yang diteliti Defenisis Variabel 1. Umur Ibu Umur adalah usia perjalanan hidup. Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun, pada usia dibawah usia 20 tahun kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada usia 20-29 tahun, kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2006). Distribusi persalinan secara seksio sesarea berdasarkan umur, banyak ditemukan pada kelompok umur ibu yang ekstrim, seperti usia ibu diatas 40 tahun sesarea terlihat 4 kali peningkatan, yaitu sebesar 1,82% dibandingkan dengan persalinan per vaginam hanya 0,46% (Gondo, 2005). 2. Paritas Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun mati, semakin besar paritas ibu semakin tinggi resiko terjadinya kegawatan pada ibu (perdarahan, inersia uteri, dan lain-lain), apabila dilakukan persalinan pervaginam (Muda, 2003). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari segi sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2006). Menurut laporan Al Nuaim Sectio Caesarea lebih sering terjadi pada ibu dengan paritas 0 dibanding kelompok paritas 1-4. Sedangkan laporan Mishar dari RSPM tahun 1979-1983 Sectio Caesarea paling sering terjadi pada ibu primipara atau paritas nol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi Sectio Caesarea tinggi pada kelompok primipara atau paritas 0, sebab primipara atau paritas 0 berisiko tinggi terhadap partus tak maju, hipertensi dalam kehamilan (Sibuea, 2007). 3. Berat badan bayi Berat badan bayi dikatakan normal berkisar antara 2500-4000 gram, sedangkan berat badan bayi yang kurang dari 2500 gram dan lebih dari 4000 gram adalah berat badan bayi yang tidak normal, berat badan bayi lebih dari 4000 gram terkadang menyebabkan kesulitan pada saat proses pesalinan pervaginam akibat besarnya berat bayi tersebut (Wiknjosastro, 2003). Insiden terjadi Sectio Caesarea berdasarkan berat janin yang memiliki resiko tinggi > 4000 gram sebanyak 39 orang atau 49,36%, sedangkan pada berat bayi normal yaitu 2500 gram – 4000 gram sebanyak 30 orang atau 37,98%. Sedangkan berat badan bayi < 2500 gram sebanyak 10 orang atau 12,66% (Dwiyanti, 2007).
Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive