BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO),
sebanyak 99% kematian ibu akibat persalinan atau kelahiran terjadi di
negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan
negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2007).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat
ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015, sesuai dengan
kesepakatan sasaran pembangunan milenium. Hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia menunjukkan angka 307/100.000
kelahiran hidup, jauh di atas AKI untuk Milenium Develoment Goal (MDG) yang
ditetapkan WHO sebesar 102/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007).
Sedikitnya 18.000 ibu meninggal
setiap tahun di Indonesia
karena kehamilan dan persalinan. Hal itu berarti setiap setengah jam seorang
perempuan meninggal karena kehamilan dan persalinan. Tingginya angka kematian
ibu itu menempatkan Indonesia
pada urutan teratas di ASEAN. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
menyebutkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia 396/100.000 kelahiran hidup,
jumlah itu meningkat dibandingkan dengan hasil survei 1995 yaitu 373/100.000
kelahiran hidup (Siswono, 2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Selatan
berdasarkan laporan indikator Database
2005 UNFPA 6th Country Programme sebesar 467 per 100.000
kelahiran. Sedangkan AKI di kota Palembang adalah 317 per
100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di Kota Palembang sebanyak 15
orang dengan penyebabnya yaitu eklampsia 2 orang (13,3%), HPP 3 orang
(20%), Ca. Pharing 1 orang
(6,6%), stroke 1 orang (6,6%), gagal ginjal 1 orang (6,6%), placenta acreta 1
orang (6,6%), emboli air ketuban 2 orang (13,3%), post SC 1 orang (6,6%), kelainan jantung 1
orang (6,6%), dan lain-lain 2 orang (13,3%) (Profil Kesehatan Kota
Palembang ,
2005).
Pre-eklampsia - eklampsia merupakan kesatuan
penyakit yang masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian
perinatal yang tinggi di
Indonesia sehingga diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan pendahuluan
eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama,
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda pre-eklampsia
yaitu hipertensi, edema dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan
disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lainnya (Sudinaya, 2003).
Di
Indonesia pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah ginjal dan aspirasi cairan
lambung atau oedema paru-paru, sedangkan penyebab kematiaan bayi adalah
asfiksia intrautrin dan persalinan prematuritas (Manuaba, 1998).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar,
insiden pre-eklampsia - eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu
hamil; di rumah sakit pendidikan di Makasar, insiden pre-eklampsia berat 2,61%,
eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi,
2003).
Dalam penelitian yang pernah dilakukan Ketut
Sudhaberata di RSU Tarakan Makasar di dapat bahwa dari sampel yang ada, hanya
20,3% yang tidak berpendidikan. Hal ini berbanding lurus dengan data kunjungan
ANC yang didapatkan yaitu 54,8% melakukan kunjungan ANC sesuai persyaratan
minimal, oleh karena itu tingginya kejadian pre-eklampsia dan eklampsia di
negara-negara berkembang dihubungan dengan masih rendahnya status sosial
ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat
(Sudhaberata, 2007).
Sedangkan
paritas 2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal,
paritas 1 dan lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang tinggi.
Risiko pada paritas 1 dapat dikurangi dengan memberikan asuhan obstetrik yang
lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan
keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005: 23).
Berdasarkan data Medical Record di Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI dicatat angka kejadian pre-eklampsia berat pada tahun
2006 sebanyak …… orang (……%) dari …… pasien ibu hamil, sedangkan pada tahun
2007 sebanyak …… orang (……%) dari …… pasien ibu hamil yang dirawat inap
kebidanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI.
Berdasarkan
data di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
antara pendidikan dan paritas ibu hamil
dengan kajadian
pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI 2007”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada
hubungan antara pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan
penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
antara pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di
IRNA kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
tahun 2007.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi
pendidikan ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan
penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi
paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan
penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu
hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit
kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
4. Untuk mengetahui hubungan paritas ibu
hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA kebidanan dan penyakit
kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam bidang penelitian
sehingga peneliti lebih memahami dan mengerti tentang kesehatan yang hubungan
dengan pre-eklampsia berat.
1.4.2
Bagi Petugas Kesehatan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan
pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat.
1.4.3
Bagi Instansi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai masukan bagi rumah sakit setempat dalam menentukan kebijakan
untuk mengembangkan pelayanan kesehatan ibu terutama terdapat kejadian
pre-eklampsia.
1.4.4
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan sumbangan
pikiran tentang hubungan pendidikan dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.5
Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis
mencoba membatasi hanya pada faktor pendidikan dan paritas ibu hamil dengan
menggunakan metode survei analitik. Adapun tempat dan waktu penelitian di IRNA
Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun
2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar
Pre-Eklampsia Berat
2.1.1
Definisi Pre-Eklampsia
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke 3 kehamilan, tetap dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa (Wiknjosastro, 2005: 282).
Pre-eklampsia adalah suatu penyakit yang muncul pada awal kehamilan
dan berkembang secara perlahan dan hanya akan menunjukkan gejala jika kondisi
semakin memburuk (Varney, 2007).
Pre-eklampsia berat adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi > 160/110 mmHg
disertai protenuria dan odema pada kehamilan di atas 20 minggu (Tjandra,
2006)
2.1.2
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sekarang
belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab
musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban
yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus menerangkan hal-hal berikut :
a.
Sebab bertambahnya frekuensi
pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan molahidatidosa.
b.
Sebab bertambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan.
c.
Sebab dapat terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
d.
Sebab jarangnya terjadi eklampsia
pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
e.
Sebab timbulnya hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma.
(Winkjosastro, 2005: 282)
2.1.3
Klasifikasi
Pre-Eklampsia
Pre-eklampsia digolongkan ke dalam pre-eklampsia ringan
dan pre-eklampsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1.
Pre-eklampsia Ringan
a.
Tekanan darah sistolik 140 atau
kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b.
Tekanan darah diastole 90 atau
kenaikan 15 mmHg dengan interval perkiraan jam.
c.
Kenaikan berat badan 1 kg atau
lebih dalam satu minggu.
d.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr
atau lebih dengan tingkat kuantitatif plus 1 sampai 2 urin kateter atau
urine aliran pertengahan.
2.
Pre-eklampsia Berat
Bila tanda salah satu diantara
gejala ditemukan dalam ibu hamil sudah dapat digolongkan pre-eklampsia berat :
a.
Tekanan darah 160/110 mmHg
b.
Oliguria, urin kurang dari 400
cc/24 jam
c.
Proteinuria lebih dari tiga
gram/liter
d.
Keluhan subjektif :
1)
Nyeri epigastrium
2)
Gangguan penglihatan
3)
Nyeri kepala
4)
Edema paru dan sianosis
5)
Gangguan kesadaran
e.
Pemeriksaan :
1)
Kadar enzim meningkat disertai
ikterus
2)
Perdarahan pada retina
3)
Trombosit kurang dari
100.000/mm
(Rahmat, 2006)
2.1.4
Diagnosis
Pre-eklampsia Berat ditegakkan apabila pada kehamilan > 20 minggu
:
1.
Tekanan darah > 160 mmHg,
syarat :
a.
Ibu hamil dalam keadaan relaksasi
(pengukuran T minimal setelah istirahat 10 menit).
b.
Ibu hamil tidak dalam
kuantitatif.
2.
Proteinuria > 5 gram/24 jam
atau 4 + pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3.
Oliguria, produksi urine <
500 cc/24 jam dengan disertai kenaikan kreatinin plasma.
4.
Gangguan virus dan serebral.
5.
Nyeri epigastrium/hipokonurium
kobat.
6.
Edema paru dan sianosis.
7.
Gangguan pertumbuhan janin
intrauteri.
8.
Adanya Help Syndrome
(Hemolysis, elevated liverenzyme, loco platelet sount).
(Sudhaberata,
2007)
2.1.5
Penanganan Umum
Menurut Saifuddin (2006:
212), penatalaksanaan pre-eklampsia berat terdiri dari
:
1.
Jika tekanan diastolik > 110
mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik di antara 90 - 100 mmHg.
2.
Pasang infus dengan jarum besar
(16 gauge atau >).
3.
Ukur keseimbangan cairan, jangan
sampai terjadi overload.
4.
Kateterisasi urin untuk
memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
5.
Jika jumlah urine < 30
ml/jam :
a.
Infus cairan dipertahankan 1
1/8 jam.
b.
Pantau kemungkinan edema paru.
6.
Jangan tinggalkan pasien
sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan
janin.
7. Observasi tanda-tanda vital, refleks
dan denyut jantung janin setiap jam.
8.
Auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda edema paru.
9.
Krepitasi merupakan tanda edema
paru, jika ada edema paru stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya
furosemik 40 mg IV
10.
Nilai pembekuan darah dengan
uji pembekuan sederhana jika pembukaan tidak terjadi sesudah 7 menit,
kemungkinan terdapat koagulopati.
2.1.6
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan
teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklampsia dan dalam hal itu harus
dilakukan penanganan sementara. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya
pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi (Wiknjosastro, 2005).
2.1.7
Faktor-Faktor
Predisposisi
1.
Primigravida atau nulipara,
terutama pada umur reproduksi ekstrim, yaitu remaja dan umur 35 tahun ke atas.
2.
Multigravida dengan kondisi
klinik.
a.
Kehamilan ganda dan hidrops
fetalis.
b.
Penyakit vaskuler termasuk
hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus.
c.
Penyakit-penyakit ginjal
3.
Hiperplarsentosis
Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, bayi berat, diabetes mellitus.
4.
Riwayat keluarga pernah
pre-eklampsia atau eklampsia.
5.
Obesitas dan hidramnion.
6.
Gizi yang kurang dan anemi.
7.
Kasus-kasus dengan kadar asam
urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang
antioksidasi.
(Hasan, 2008)
2.2
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pre-eklampsia Berat yang Diteliti
2.2.1
Pendidikan
Dalam penelitian yang pernah dilakukan Ketut
Sudhaberata di RSU Tarakan Makasar di dapat bahwa dari sampel yang ada, hanya
20,3% yang tidak berpendidikan. Hal ini berbanding lurus dengan data kunjungan
ANC yang didapatkan yaitu 54,8% melakukan kunjungan ANC sesuai persyaratan
minimal, oleh karena itu tingginya kejadian pre-eklampsia dan Eklampsia di
negara-negara berkembang dihubungan dengan masih rendahnya status sosial
ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat
(Sudhaberata, 2007).
2.2.2
Paritas
Paritas
adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun
lahir mati (Amirudin, 2004).
Paritas
2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas
1 dan lebih dari 3 mempunyai angka
kematian maternal yang tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat dikurangi dengan
memberikan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi
dapat dicegah atau dikurangi dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005:
23).
2.3
Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Pre-eklampsia Berat yang tidak Diteliti
2.3.1
Umur Ibu
Distribusi
kejadian pre-eklampsia - eklampsia berdasarkan umur menurut beberapa referensi
banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrem yaitu kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun (Sudhaberata, 2007).
2.3.2
Sosial Ekonomi
Pre-eklampsia - eklampsia merupakan
penyakit kehamilan sistemik yang etiologinya hingga
kini belum diketahui. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah-daerah di luar
jangkauan Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas memadai dan pada umumnya
diderita oleh golongan sosial ekonomi lemah (Rambulangi, 2003).
2.3.3
Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah sehingga seringkali penderita dibawa ke
Rumah Sakit sudah dalam keadaan kejang. Persalinan yang ditolong oleh dukun
menyebabkan penderita eklampsia terabaikan sehingga dirujuk dalam keadaan gawat
(Sudinaya, 2003).