BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di tingkat dunia gerakan keluarga
berencana telah berhasil menurunkan jumlah anak pada tiap keluarga dari 3,9
menjadi 2 anak, khususnya di negara maju, pencapaian teknik kontrasepsi mantap
sekitar 10 sampai 12% sehingga sangat berarti dalam menurunkan kelahiran. (Manuaba, 2002: 140).
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 dan
Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, telah
diciptakan landasan yang legal dan kuat tentang upaya-upaya keberlangsungan
peningkatan kualitas penduduk dan pembangunan keluarga sejahtera. Dari sekian
banyak sasaran yang akan dicapai oleh program KB dalam jangka panjang demi
tercapainya keluarga berkualitas 2015 adalah upaya mencapai peningkatan
kesertaan pria dalam KB. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi
pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi antara lain :
pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan klien. Berdasarkan hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997, masih
sangat rendahnya kesertaan KB pria di Indonesia terlihat dari keikutsertannya
yang baru mencapai sekitar 1,1% yakni kondom 0,7%, vasektomi 0,4% sedangkan
pada tahun 2002-2003, peserta KB pria di Indonesia hanya berada pada kisaran
1,3% dari target Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 yang
targetnya mencapai angka 8%. Untuk itu, tahun 2005 peran serta pria ditargetkan
kembali menjadi 2,5%. (www.bkkbn.go.id, Jakarta 2003).
Sebagai salah satu program pembangunan nasional, program
KB mempunyai arti yang sangat penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia
Sejahtera di samping program-program pembangunan lainnya. Dalam Peraturan
Pemerintah No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah
Nasional (RPJMN) disebutkan bahwa Program KB Nasional merupakan rangkaian
pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sebagai langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan ini diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk
melalui keluarga berencana, serta pengembangan dan peningkatan kualitas
penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. (www.bkkbn.com,
Jakarta 2007).
Kebijakan formal tentang peningkatan partisipasi pria
tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi secara jelas baru terlihat
semenjak dicanangkannya era baru program keluarga berencana nasional tahun
2000. Kebijakan program peningkatan partisipasi pria masih relatif baru,
sehingga penerapan dilapangan masih belum merata. Hasil penelitian kualitatif
yang dilakukan oleh Pusat Statistik Nasional (PUSNA) dan Pusat Statistik Daerah
(PUSRA) 2001 mengenai penerapan program peningkatan partisipasi pria dengan
sasaran pengelola di tingkat kabupaten, kecamatan dan Pedesaan di lokasi proyek Bank Dunia (Propinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur) menunjukkan
bahwa menurut pengelola kebijakan peningkatan partisipasi pria dalam
KB lebih difokuskan kepada pelayanan
Kontrasepsi Mantap (KONTAP) pria (www.bkkbn.com.Jakarta, 2003).
Angka partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi
di Indonesia
masih sangat rendah. Oleh sebab itu sosialisasi program keluarga berencana
dikalangan pria harus ditingkatkan. Sangat sedikit yang mau menggunakan alat
kontrasepsi baik kondom maupun vasektomi. Dari total jumlah akseptor KB di Indonesia sekitar 97% adalah
perempuan, sedangkan partisipasi pria hanya 2,1% dan umumnya mereka memakai
kondom. Dalam diskusi mengenai hasil undang-undang kesehatan di Hotel Grand
Kemang yang lalu bahwa kesertaan pria dalam keluarga berencana hanya 4,4%,
angka itu mencakup pemakai kondom sebesar
0,9%, vasektomi 0,4%, senggama terputus 1,5% dan pantang berkala 1,6%. (www.dc/miol/bkkbn,
Jakarta 21 Nov
07).
Di
Sumatera Selatan, berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2007 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
1.412.394 orang, KB kondom sebesar 10.189 orang (3,89%) dan KB Metode Operasi Pria (MOP) sebesar 156 orang (0,06%). (BKKBN,
2007).
Hasil penelitian Dr.
Nugraha bahwa penyebab lain masalah dalam pelaksanaan
KB antara lain menurunnya daya beli dan ketersediaan alat kontrasepsi alat
kontrasepsi sejak terjadinya krisis ekonomi serta masih rendahnya keikutsertaan
kaum pria dalam program KB (kurang dari 2%) dan terbatasnya pengetahuan peserta
KB tentang jenis, cara pemakaian dan efek samping alat-alat kontrasepsi. (www.balipost.co.id/07/06/24).
Di
wilayah kerja Puskesmas Sosial penggunaan alat kontrasepsi pada pria belum
tercatat secara jelas. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan antara sikap dan pengetahuan pria dalam
keikutsertaan menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Sosial
tahun 2008.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara sikap dan pengetahuan
pria dalam keikutsertaan menggunakan alat kontrasepsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Sosial tahun 2008?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sikap dan pengetahuan
pria dalam keikutsertaan menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja
Puskesmas Sosial tahun 2008.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui hubungan
antara sikap pria dalam keikutsertaan menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah
Kerja Puskesmas Sosial tahun
2008.
2.
Untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan pria dalam keikutsertaan menggunakan alat kontrasepsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Sosial tahun 2008.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti
Dengan
melaksanakan penelitian ini, penelitian dapat menerapkan secara langsung mata
kuliah metodologi penelitian dan dapat meningkatkan pemahaman tentang penulisan
Karya Tulis Ilmiah.
1.4.2
Bagi Puskesmas Sosial
Hasi
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas dan petugas kesehatan untuk
mengevaluasi Program KB dan lebih dapat meningkatkan kualitas pelayanan KB pada
pria.
1.4.3
Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan, informasi, umpan balik bagi proses pembelajaran
dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penelitian dimasa yang akan datang
serta dapat menambah literatur kepustakaan AKBID Budi Mulia Palembang.
1.5
Ruang Lingkup
Dalam
penelitian ini peneliti hanya membatasi ruang lingkup penelitian pada
kontrasepsi pria. Adapun populasi dari penelitian ini yaitu pria yang mempunyai
pasangan usia subur yang berdomisili atau bertempat tinggal di RT.09 RW.12 di Wilayah
Kerja Puskesmas Sosial Palembang tahun 2008. Sedangkan variabel yang diteliti
adalah sikap dan pengetahuan pria dalam keikutsertaan menggunakan alat
kotrasepsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survey analitik
dengan Cross Sectional.
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Keluarga
Berencana
2.1.1
Pengertian Keluarga
Berencana
Keluarga
Berencana menurut WHO adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan
suami istri untuk :
1.
Mendapatkan objektif-objektif
tertentu
2.
Menghindari kelahiran yang
tidak diinginkan
3.
Mendapatkan kelahiran yang
memang diinginkan
4.
Mengatur interval diantara
kehamilan
5.
Mengontrol waktu saat
melahirkan dalam hubungan dengan umur suami istri
6.
Menentukan jumlah anak dalam
keluarga
(Hartanto, 2003 : 26-27).
Keluarga
Berencana adalah upaya untuk membantu pasangan suami/istri mencapai tujuan
reproduksinya melalui kegiatan pelayanan yang bermutu sehingga terhindar dari
kesakitan dan kematian akibat kehamilan yang beresiko tinggi serta dapat
membangun keluarga seperti yang diharapkan. (BKKBN, 2005).
2.1.2
Tujuan Keluarga
Berencana
Tujuan program keluarga berencana adalah :
1.
Tercapainya masyarakat yang
sejahtera melalui upaya perencanaan dan pengendalian jumlah anak.
2.
Meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak serta mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
(Piter, 2002)
2.1.3
Manfaat Keluarga
Berencana
Keluarga
yang mengikuti program KB akan memperoleh manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Adapun manfaat tersebut sebagai
berikut :
1.
KB bisa mencegah sebagian besar
kematian ibu.
2.
Dimasa kehamilan umpamanya, KB
dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya seperti :
a.
Kehamilan terlalu dini.
b.
Kehamilan terlalu telat.
c.
Kehamilan terlalu berdesakan
jaraknya.
d.
Terlalu sering hamil dan
berdesakan.
2.2
Konsep Dasar
Kontrasepsi
2.2.1
Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi
adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat
sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
fertilitas. (Sarwono, 2005: 905).
2.2.2
Pelayanan Kontrasepsi
Tujuan pelayanan kontrasepsi :
a.
Tujuan Umum : pemberian
dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS.
b.
Tujuan Pokok : penurunan
angka kelahiran yang bermakna
(Hartanto, 2003: 30)
Dalam
hal pelayanan kontrasepsi dalam Pelita V ini diambil kebijaksanaan sebagai
berikut :
a.
Perluasan jangkauan pelayanan
kotrasepsi dengan cara menyediakan sarana yang bermutu dalam jumlah yang
mencukupi dan merata.
b.
Pembinaan mutu pelayanan
kotrasepsi dan pengayoman medis.
Pelembagaan
pelayanan kontrasepsi mandiri oleh masyarakat dan pelembagaan keluarga kecil
sejahtera.
(Wiknjosastro, 2006: 903).
Dalam
mempelajari kontrasepsi, pengetahuan tentang bagaimana terjadinya kehamilan dan
cara kerja kontrasepsi harus dipahami benar-benar antara lain :
a.
Menekan atau melumpuhkan sel
mani (pil KB pria)
b.
Memotong, mengikat atau
menjepit saluran telur dan saluran sperma (vasektomi).
c.
Menutup penis waktu ereksi agar
menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim dan saluran telur (kondom).
(Mochtar, 1998: 256).
Faktor-faktor
yang dapat mmpengaruhi penilaian individu atau pasangan terhadap pemilihan
metode kontrasepsi adalah sebagai berikut :
a.
Keinginan untuk mengendalikan
kehamilan secara permanen atau sementara.
b.
Efektifitas metode yang
digunakan; keefektikan metode kontrasepsi sangat beragam.
c.
Pengaruh media (penekanan pada
aspek positif dan negative atau efek samping metode kontrasepsi).
d.
Efek samping dan pertanyaan
yang mungkin muncul tentang keamanan suatu metode.
e.
Kemungkinan manfaat kesehatan
yang dapat diperoleh dari setiap metode.
f.
Kemampuan suatu metode untuk
mencegah penyakit PMS/HIV (penyakit menular seksual : kanker).
g.
Perkiraan lamanya penggunaan
metode kontrasepsi.
h.
Biaya.
i.
Frekuensi hubungan seksual.
j.
Jumlah pasangan seksual.
k.
Faktor sosial, keagamaan dan psikologis.
l.
Kemampuan dalam menggunaan
metode tertentu.
(Varney, 2007: 416)
Syarat-syarat dari kontrasepsi
adalah sebagai berikut :
1.
Aman atau tidak berbahaya.
2.
Dapat diandalkan.
3.
Sederhana, sedapat-dapatnya
tidak usah dikerjakan oleh seorang dokter.
4.
Murah.
5.
Dapat diterima oleh orang
banyak.
6.
Pemakaian jangka lama
(continuation rate tinggi).
(Hartanto, 2003: 36)
2.3
Metode Kontrasepsi Pada
Pria
2.3.1 Pantang Berkala (Cara
Kalender)
Pantang
berkala adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan memperhitungkan masa
suburnya. (Manuaba, 2008: 230).
Pantang
berkala adalah cara ber-KB yang sangat sederhana, cara yang dianggap sudah
kuno, dimana pria/suami tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur sang
istri. Cara non medis ber-KB seperti ini umumnya dilakukan oleh para suami yang
memegang teguh keyakinan agamanya dan menganggap melakukan metode KB seperti
ini tabu diceritakan kepada orang lain (www.bkkbn.go.id, 04/07/02).
Ada 2 cara sistem pantang berkala,
yaitu :
1. Sistem Kalender (Memakai Kalender)
Tekhnik metode
kalender :
a. Mengurangi 18 hari dari siklus
haid terpendek, untuk menentukan awal dari masa suburnya.
b. Mengurangi 11 hari dari siklus
haid yang terpanjang, untuk menentukan akhir dari masa suburnya.
2. Sistem Suhu Basal Badan (Memakai
Temperatur)
a.
Umumnya digunakan thermometer khusus dengan
kalibrasi yang diperbesar (basal thermometer), meskipun thermometer biasa dapat
juga dipakai.
b. Waktu pengukuran harus pada saat yang
sama setiap pagi dan setelah tidur nyenyak sedikitnya 3-5 jam serta masih dalam
keadaan istirahat mutlak (Hartanto, 2003 : 48).
Kekurangan dan kelebihan
kontrasepsi pantang berkala, antara lain :
a. Wanita harus mengetahui masa subur
dalm siklus haidnya.
b. Sistem kalender adalah : pada masa
subur tidak berhubungan seks. Bila berhubungangunakanlah kondom, tissu KB,
diafragma dan kap, atau sanggama terputus selama masa subur.
c. Dapat efektif bila dilakukan
dengan benar. Namun pada kenyataanya sering kurang efektif.
2.3.2 Sanggama Terputus (Coitus
Interuptus)
1.
Pengertian
Sanggama
terputus adalah suatu metode kontrasepsi dimana sanggama diakhiri sebelum
terjadi ejakulasi intra-vaginal ejakulasi terjauh dari genetalia eksetema
wanita. (Hartanto, 2003: 58).
Sanggama
terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan
alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
(Saifuddin, 2003: MK-14).
Adalah
saat pria menarik penisnya dari vagina sebelum ejakulasi selama koitus.
(Everett, 2008: 56).
2.
Manfaat
a.
Efektif bila digunakan dengan
benar
b.
Dapat digunakan sebagai
pendukung metode KB lainnya
c.
Tidak ada efek samping
d.
Dapat digunakan setiap waktu
3.
Keterbatasan
a.
Efektifitas bergantung pada
kesediaan pasangan untuk melakukan sanggama terputus setiap melaksanakannya
(angka kegagalan 4-18 kehamilan per 100 perempuan per tahun).
b.
Efektifitas akan jauh menurun
apabila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis.
4.
Keuntungan
a.
Tidak memerlukan alat/murah
b.
Tidak menggunakan zat-zat
kimiawi
5.
Kerugian
Angka kegagalan cukup tinggi:
a. 16-23 kehamilan per 100 wanita per tahun
b.
Faktor-faktor yang menyebabkan
angka kegagalan yang tinggi ini :
-
Adanya cairan pra-ejakulasi
(yang sebelumnya sudah tersimpan dalam kelenjar prostate, uretre, kelenjar
cowper), yang dapat keluar setiap saat dan setiap tetes sudah dapat mengandung
berjuta-juta spermatozoa.
-
Kurangnya
kontrol diri pria, yang pada metode justru sangat penting.
(Hartanto, 2003: 58)
2.3.3 Metode Barier (Kondom)
1.
Pengertian
Kondom adalah selubung lateks
tipis yang pas menutupi penis yang sedang ereksi dan mencegah semen masuk ke
vagina (kondom membran alami yang mencegah kehamilan, tetapi tidak mencegah penularan HIV, juga tersedia dibeberapa bagian
dunia. (Brahm, 2007: 31).
Kondom
adalah bentuk kontrasepsi yang pertama kali ditemukan. Kondom dibuat dari
banyak bahan yang tidak lazim dan pada awalnya lebih dianggap sebagai
perlindungan terhadap penyakit menular seksual seksual dari pada sebagai
pencegahan kehamilan. (Everett, 2008: 59).
2.
Macam-macam jenis kondom
Ada tiga jenis kondom :
a.
Kondom Kulit
-
Yang dibuat dari usus domba
-
Tidak meregang atau mengkerut
-
Menjalarkan panas tubuh,
sehingga tidak mengurangi sensitivitas selama senggama
b.
Kondom Karet (Lateks)
-
Lebih elastis
-
Murah
-
Lebih banyak dipakai
c.
Kondom Plastik
-
Sangat tipis (0,025-0,035 mm)
-
Juga menghantarkan panas tubuh
-
Lebih mahal dari kondom lateks
(Hartanto, 2003: 62)
3.
Cara kerja
a.
Kondom menghalangi terjadinya
pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung
karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam
saluran reproduksi perempuan.
4.
Efektivitas
Menurut Trussell et al, 1994, pada
pemakaian yang cermat dan konsistensi efektivitasnya dapat mencapai 98% atau
serendah-rendahnya 85%. Efektivitas yang rendah cenderung terjadi pada pria dan
wanita yang berusia muda dan lebih subur dan kurang pengalaman dalam
menggunakan metode ini. (Everett, 2008: 60).
5.
Manfaat/keuntungan kontrasepsi kondom
a.
Efektif bila digunakan dengan
benar
b.
Tidak mengganggu produksi ASI
c.
Tidak mempunyai pengaruh
sistematik
d.
Tidak mengganggu kesehatan
klien
e.
Murah dan dapat dibeli secara
umum
(Saifudin, 2003: MK-17)
6.
Kerugian kontrasepsi kondom
a.
Dianggap merepotkan
b.
Dianggap mengganggu koitus
c.
Membutuhkan perencanaan ke
depan
d.
Kehilangan sensitivitas
e.
Kondom lateks tidak dapat
digunakan bersamaan dengan penggunaan lubrikan berbahan dasar minyak
(Everett, 2008: 60)
7.
Keterbatasan
a.
Efektivitas tidak terlalu
tinggi
b.
Cara penggunaan sangat
mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi
c. Agak mengganggu hubungan seksual
(mengurangi sentuhan langsung)
d.
Pada
beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi
(Saifuddin, 2003: MK-17)
8.
Tipe Kondom
Saat ini kondom tersedia dalam berbagai :
a.
Warna : emas, transparan, hitam, merah, biru, merah kekuningan, kuning, jingga dan hijau.
b.
Rasa : rasa mint, strowberi,
bluberi, pisang dan jeruk kepruk.
c.
Bentuk : sesuai kontur, dapat
mengembang, berujung datar, lurus dan berlekuk
9.
Hal penting yang harus
diketahui oleh akseptor :
a.
Untuk menghindari terjadinya
kehamilan, syarat utama adalah memakai kondom setiap kali bersenggama
b.
Pemasangan kondom dilakukan
sebelum penis berhubungan dengan genetalia eksterna wanita
c.
Setelah kondom dipasang pada
penis, sisakan sedikit ruang bebas pada ujung kondom
(Everett, 2008: 60)
2.3.4 KONTAP (Vasektomi)
1.
Pengertian
Vasektomi
adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma
dari epidedemis di dalam testis ke vesikula seminalis. (Everett, 2008: 70).
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk
menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi
(penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. (Saifuddin, 2003: MK-82).
2.
Cara kerja
Dilakukan 1 atau 2 insisi kecil di
skrotum dan vas deferensi dipotong dan diikat atau disumbat dengan cara lain
untuk mencegah lewatnya sperma. (Brahm, 2007: 17).
3.
Efektivitas
Menurut
Belfield (1997) menyatakan vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat
efektif. Angka kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000; angka kegagalan
lanjutnya adalah antara 1 dalam 3000 dan 1 dalam 7000. (Everett, 2008: 70).
2.4
Faktor yang Berhubungan
dengan Keikutsertaan Pria dalam Ber-KB
dari Hasil Penelitian Orang Lain
2.4.1
Sikap Pria Tentang KB
Menurut Endah Winarni, secara umum diantara berbagai
pernyataan pria tentang sikap dalam keluarga berencana, yang menonjol adalah KB
merupakan urusan wanita yang seharusnya disterilisasi (24 persen). Sikap
lainnya adalah sterilisasi pria sama dengan
dikebiri (12 persen) dan terendah
adalah wanita yang disterilisasi dapat berganti-ganti pasangan seksual
(1 persen). (www.bkkbn.com, /06/03/01).
2.4.2
Pengetahuan Pria Tentang
KB
Menurut Endah Winarni,
pengetahuan tentang alat/cara KB telah meluas dikalangan pria. Hampir semua
pria kawin sedikitnya mengetahui satu jenis alat/cara KB (97 persen). Sembilan
puluh enam persen mengetahui satu jenis
alat/cara KB modern. Sedangkan pengetahuan sedikitnya satu alat/cara KB
tradisional terlihat masih rendah (37 persen). (www.bkkbn.com/06/03/01).