HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN SOLUSIO PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data WHO (World Health Organization), sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran yang terjadi di negara-negara berkembang (Manuaba, 1998: 8). Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di negara-negara maju dan 51 negara persemakmuran (LKMB Antara, 2007).
Menurut penelitian WHO (World Health Organization) di seluruh dunia pada tahun 1996 diperkirakan dari 585.000 pada setiap tahunnya meninggal pada saat melahirkan atau persalinan. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan atas persalinan. Selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14 sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6,366. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya yang relatif rendah (Syaifuddin, 2006).
Pada tahun 1988, kematian maternal di Indonesia 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 lagi lebih tinggi dari angka kematian internal di negara maju (http://majalah-farmacia.com, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi baru lahir (AKBBL) di Indonesia saat ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sarana pembangunan milineum. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia menunjukkan angka 307/100.000 kelahiran hidup (KH). Jauh di atas target AKI untuk Milennium Development Goal (MDG) yang ditetapkan WHO sebesar 102/100.000 kelahiran hidup, sementara AKBBL di Indonesia mencapai 35/100 kelahiran hidup atau dua kali lebih besar dari target WHO sebesar 15/100 kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Pada tahun 2005 sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000 (Antara, 2007).
Namun menurut Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari angka kematian ibu (AKI), berhasil diturunkan dari 270 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004.
AKI kota Palembang berdasarkan Laporan Indicator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari AKI populasi Sumsel sebesar 567 per 100.000 kelahiran jumlah kematian ibu tahun 2006 di kota Palembang sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu eklampsia, HPP, stroke, gagal ginjal/plasenta acreta, emboli air ketuban, post SC, kelainan jantung dan lain-lain. (Sumber Data Subdin Kesehatan Keluarga, 2006), sedangkan yang diharapkan tahun 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup (Sumber Data Depkes) (Profil Dinkes Kota Palembang, 2006).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyebab langsung kematian ibu diantaranya adalah perdarahan (28%), eklampsi (24%), infeksi (11%) partus lama (5%) dan abortus (5%) (SKRT, 2001).
Solusio plasenta merupakah salah satu penyebab perdarahan ante partum yang memberikan konstribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia (http://majalah-farmacia.com, 2008).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan (http://majalah-farmacia.com, 2008).
Kurun reproduksi sehat adalah usia 20-35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan salah satunya solusio plasenta, sedangkan faktor paritas lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holomer mencatat bahwa lebih dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi (Suyono, 2008 dan Mochtar, 1998).
Peran bidan sangat penting dalam mengetahui tanda dan penanganan dari HAP khususnya solusio plasenta, meskipun bukan wewenang seorang bidan tetapi, solusio plasenta merupakan komplikasi pada ibu hamil yang harus diketahui bidan. Karena banyaknya angka kematian ibu hamil dan bersalin sehingga kualitas bidan harus ditingkatkan demi kesejahteraan ibu dan anak. Dengan semua uraian di atas penulis tertarik untuk mengambil judul “Hubungan antara Umur dan Paritas dengan Kejadian Solusio Plasenta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara umur ibu dan paritas dengan kejadian solusio plasenta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara umur ibu dengan paritas dengan kejadian solusio plasenta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara umur ibu dengan kejadian solusio plasenta pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian solusio plasenta pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama belajar di pendidikan kelahan praktek yang nyata.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga kesehatan agar lebih pro aktif dalam memberikan asuhan para ibu hamil dengan kejadian solusio plasenta, khususnya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor umur dan paritas yang berhubungan dengan kejadian solusio plasenta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Solusio Plasenta
2.1.1 Definisi
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau keseluruhan plasenta dari uterus selama kehamilan dan persalinan (Kuncoro, 2006: 259).
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2002).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya (Manjoer, 2001: 279).
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu (Mochtar, 1998: 280).
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal para kehamilan trimester ketiga (Manuaba, 1998: 258).
2.1.2 Etiologi
Menurut Mochtar (1998: 281) penyebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori bahwa akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke rungan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi hektoris, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah. Sehingga terjadi hematoma yang lambat lain melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :
(1) Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomepilonefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
(2) Faktor Trauma
- Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
(3) Faktor Paritas
Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada primi. Holemer mencatat bahwa lebih dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.
(4) Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena dan caba interior dan lain-lain.
(5) Trauma langsung seperti jatuh kena tendang, dan lain-lain.
Menurut Suyono, dkk (2001) penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, antara lain :
1. Penyakit hipertensi menahun
2. Pre-eklampsia
3. Tali pusat yang pendek
4. Trauma
5. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava intrior.
6. Uterus yang sangat mengecil (hidromnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir).
Disamping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. Umur lanjut
2. Multi paritas
3. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
4. Defisiensi asam folat
5. Merokok. Alcohol, kokain
6. Mioma uteri
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yang tua, multi paritas, penyakit hipertensi menahun, pre-eklampsia, trauma, tali pusat yang pendek, tekanan pada vena kaba interior, dan defisiensi asam tolik (Wiknjosastro, 2005: 377).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2005: 376) plasenta dapat terlepas seluruhnya : Solusio plasenta totalis, atau sebagian solusio plasenta parsialis, atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptura sinus marginalis.
Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar di bawah selaput ketuban yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan keluar; atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, atau kedua-duanya; atau perdarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban.
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. Solusio plasenta ringan
2. Solusio plasenta sedang
3. Solusio plasenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda kliniknya, hal ini sesuai dengan derajat terlepasnya plasenta.
2.1.4 Patofisiologi
Menurut Saifuddin (2005: 379-380) perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desioua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil ibu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang ada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah merenggang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma selretroplasenta bertambah besar sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.
Nasib janin bergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas. Anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasi.
2.1.5 Gambaran Klinik
Menurut Sarwono (2005: 380) gambaran klinik plasenta tergantung dari beberapa bagian plasenta yang terlepas.
1. Solusio Plasenta Ringan
a. Terlepasnya plasenta kurang dari ¼ luasnya.
b. Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan
c. Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan.
d. Persalinan berjalan dengan lancar pervagina (Manuaba, 1998 : 259).
Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan seksio yang berbeda dengan perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan para plasenta previa sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultra sonografi (Sarwono, 2005: 380).
2. Solusio Plasenta Sedang
a. Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4, tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
b. Dapat menimbulkan gejela klinik :
• Perdarahan dengan rasa sakit.
• Perut terasa tegang.
• Perut janin berkurang.
• Palpasi dengan janin sulit diraba.
• Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
• Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol.
• Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
3. Solusio Plasenta Berat
Menurut Manuaba (2005: 260) gambaran klinik solusio plasenta berat terdiri dari :
a. Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
b. Terjadinya perdarahan disertai rasa nyeri.
c. Penyulit pada ibu.
• Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat.
• Dapat terjadinya gangguan pembekuan darah.
• Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sungai syok, tidak sesuai dengan perdarahan dan penderita tampak anemis.
• Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba; dinding perut terasa sakit; dan janin telah meninggal dalam rahim.
• Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
• Solusio plasenta berat dengan couvelaire uterus terjadi gangguan kontraksi dan atonia.
2.1.6 Gejala Sosulio Plasenta
Menurut Suyono, dkk (2001) gejala yang timbul akibat solusio plasenta yaitu :
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his.
2. Anemia dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga uterus tegang (Uterus Engois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi uterus bertambah).
8. Sering ada proteinuria karena disertai pre-eklampsia.
2.1.7 Diagnosis Solusio Plasenta
Menurut Manuaba (1998: 260) diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan dengan melakukan :
A. Anamnesa
• Terdapat perdarahan disertai rasa nyeri.
• Terjadi spontan atau karena trauma.
• Perut terasa nyeri.
• Diikuti penurunan sampai berhentinya gerakan janin dalam rahim.
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik Umum
• Keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah perdarahan.
• Tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat.
• Penderita tampak anemis.
2. Pemeriksaan Khusus
a. Palpasi Abdomen
• Perut tegang terus-menerus.
• Terasa sakit saat dipalpasi.
• Bagian janin sukar ditentukan.
b. Auskultasi
• Denyut jantung kanin bervariasi dari asfiksia sampai berat.
• Pemeriksaan dalam.
• Terdapat pembukaan.
• Ketuban tegang dan menonjol.
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan ante partum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir ditemukan adanya infeksi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematon netroplasenta (Suyono, dkk, 2001).
2.1.8 Penatalaksanaan Solusio Plasenta
Menurut Mansjoer (2001: 280-281) sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misalnya batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus cairan HaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, berikan cairan peroral.
Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan pantau pula DJJ dan pergerakan janin.
Bila terdapat renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila tidak teratasi, upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi, perhatikan keadaan janin.
Setelah henjatan diatasi, pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama. Bila renjatan tak dapat diatasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal.
Setelah syok teratasi dan janin mati, lihat pembukaan. Bila lebih dari 6 cm, pecahkan ketuban lalu infus oksitosin. Bila kurang dari 6 cm, lalukan sesksio sesarea. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2.500 gram, penanganan berdasarkan berat atau ringannya penyakit, yaitu :
a. Solusio Plasenta Ringan
- Ekspektif, bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup) dengan tiran baring, atasi anemia, USG, dan HCl, serial lalu tanggu persalinan spontan.
- Aktif, bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat mengancam ibu/janin). Usahakan partus pervaginam dengan amniotomi atau infus oksitosin bila memungkinkan. Jika terus perdarahan, skor perviks kurang dari 5 atau persalinan masih lama, lakukan seksio sesarea.
b. Solusio Plasenta Sedang/Berat
- Resusitasi cairan
- Atasi anemia dengan pemberian transfusi darah
- Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berlangsung dalam 6 jam per abdominan bila tidak dapat.
Bila tidak terdapat renjatan, usia gestasi 37 minggu atau lebih/taksiran berat janin 2.500 gram atau lebih, pikirkan partus perabdominan bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
2.1.9 Komplikasi Solusio Plasenta
Menurut Mochtar (1998: 284-285) komplikasi dari seksio sesarea yaitu :
a. Komplikasi langsung (immediate)
• Perdarahan
• Infeksi
• Emboli dan syok obyektif
b. Komplikasi tidak langsung
• Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post partum.
• Hekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan anemia.
• Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisir, dan lainlain.
2.1.10 Prognosis Solusio Plasenta
Menurut Mochtar (1998: 285-286) prognosis solusio plasenta meliputi :
1. Terhadap Ibu
Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ teruatama nekrosis korteks ginjal, dan infeksi.
2. Terhadap Anak
Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100% selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
3. Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada hamil berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih hebat dengan partus prematurus/immanturus.
Pronosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya (Saifuddin, 2005: 385).
2.2 Hubungan antara Umur dan Paritas dengan Kejadian Solusio Plasenta Berdasarkan Hasil Penelitian
2.2.1 Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah antara umur 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Hal ini disebabkan menurunnya fungsi organ reproduksi wanita pada usia tersebut (Wiknjosastro, 2006: 23).
2.2.2 Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3), mempunyai angka kematiaan maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal Resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2006: 23).