BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker sangat membahayakan, baik kanker payudara, kanker
leher rahim (serviks), kanker paru, kanker hati, dan berbagai jenis kanker
lainnya. Menurut Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker adalah pembunuh yang
terbesar kedua setelah jantung.
Kanker yang perlu diwaspadai adalah kanker yang terjadi
pada leher rahim. Kanker ini umumnya banyak di alami kaum perempuan. Menurut
data WHO, pada negara-negara berkembang, kanker serviks menempati urutan
pertama penyebab kematian atau sekitar 13,5% dari seluruh jenis kanker.
Penyakit ini banyak dialami wanita dan dapat menyerang semua kelompok umur
(Nugroho, 2007).
Kanker servik merupakan penyebab kematian utama kanker
pada wanita di negara-negara
yang sedang berkembang setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker
serviks baru di seluruh dunia. 77% diantaranya ada di negara-negara yang sedang
berkembang, di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru diantara
100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Nasdaldy, 2007).
Menurut Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes
RI ) saat ini ada sekitar 100
kasus per 100.000 penduduk atau 200 kasus setiap tahunya. Selain itu lebih dari
70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut
(Sjamsuddin, 2001).
Walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat
menyebabkan kematian kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah.
Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini.
Indikasinya adalah lebih dari 70% penderita yang datang ke rumah sakit sudah
pada kondisi stadium lanjut (Laila,
2008).
Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian kanker leher
rahim yaitu menikah atau memulai aktifitas seksual pada usia muda (< 18
tahun), jumlah kehamilan dan partus, jumlah perkawinan, infeksi virus, sosial
ekonomi, umur dan perempuan yang merokok mempunyai resiko dua kali lipat lebih
besar daripada perempuan tidak merokok (Tapan, 2005).
Kanker leher rahim merupakan salah satu yang dapat ditemukan secara
dini melalui pemeriksaan Pap Smear setiap tahun bagi semua wanita dewasa.
Penemuan kanker stadium dini memungkinkan kanker ini disembuhkan lewat operasi
(Willie, 2007).
Berdasarkan tingkat keparahannya, kanker leher rahim terbagi pada
beberapa stadium, pada stadium I-II A kanker masih menyerang di sekitar leher
rahim. Sedangkan, pada stadium II B, kanker sudah menyerang daerah sekitar
leher rahim. Bila sudah mencapai stadium III M kanker sudah menyebar anus dan
saluran kencing. Stadium yang paling berbahaya adalah IV B, karena sudah
menyerang organ lain seperti hati maupun paru-paru (Sarwono, 2005).
Menurut laporan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2006, jumlah kasus kanker leher rahim yang dirawat inap
di Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2003 sebanyak 7 kasus dan pada tahun 2004
menjadi 57 kasus kemudian meningkat pada tahun 2005 sebanyak 493 kasus (RSMH, Medical
Record, 2006).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan antara status perkawinan dan usia kawin
dengan kejadian kanker leher rahim di Rumah Sakit Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2007.
1.2
Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara status perkawinan dan
usia kawin dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah dirawat
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara status
perkawinan dan usia kawin dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang
pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2007.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara
status perkawinan dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah di
rawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007.
2.
Diketahuinya hubungan antara
usia kawin dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang pernah di rawat
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
masukan bagi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tentang
kanker leher rahim dalam penyusunan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi
serta peningkatan pengetahuan bagi tenaga kesehatan tentang hubungan status
perkawinan dan usia kawin dengan kejadian kanker leher rahim.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan
Menambah frekuensi baru dan berguna dalam proses belajar mengajar
serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup
Penelitian ini bersifat analitik membahas hubungan antara status
perkawinan dan usia kawin dengan kejadian kanker leher rahim pada wanita yang
pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker
Serviks
2.1.1 Definisi
Kanker Serviks merupakan kelanjutan dari lesi prakanker
serviks uteri atau CIN, dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat (Manuaba,
2001).
Kanker Serviks merupakan keganasan genetalia wanita yang
paling banyak dijumpai. Perjalanan penyakit ini lambat sehingga mempunyai cukup
waktu untuk menegakkan diagnosis pada stadium dini (Manuaba, 2004).
Kanker leher/mulut (serviks) adalah kanker yang
menyerang bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina (liang senggama).
Kanker ini umumnya tidak tampak, tetapi dapat dirasakan oleh penderita
(Mardiana, 2002).
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada area
leher rahim atau serviks. Serviks adalah bagian rahim yang menghubungkan rahim
sebelah atas dengan vagina (Sumatera Ekspres, 2005).
2.1.2 Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi
abnormal dan membelah secara tak terkendali. Jika sel serviks terus membelah
maka akan terbentuk suatu massa
jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas. Jika tumor
tersebut ganas,maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak
diketahui secara pasti,tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya kanker serviks :
a.
Usia
b.
Kanker uterus teruatama
menyerang wanita berusia 50 tahun keatas.
c.
Terapi Sulih Hormon
TSH digunakan untuk mengatasi gejala-gejala menopause,
mencegah oeteoporosis dan mengurangi resiko penyakit jantung atau stroke.
Wanita yang mengkonsumsi estrogen tanpa progsteron memiliki resiko lebih
tinggi. Pemakaian estrogen dosis tinggi dan jangka panjang tampaknya
mempertinggi resiko ini.
Wanita yang mengkonsumsi estrogen dan progesteron
memiliki resiko lebih rendah karena progesteron melindungi rahim.
d.
Obesitas
Tubuh membuat bagian estrogen di dalam jaringan lemak sehingga
wanita yang gemuk memiliki kadar estrogen yang lebih tinggi. Tingginya kadar
estrogen merupakan penyebab meningkatnya resiko kanker rahim pada wanita obes.
e.
Diabetes (kencing manis)
f.
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
g.
Temoksifen
Wanita yang mengkonsumsi temoksifen untuk mencegah atau mengobati
kanker payudara memiliki resiko yang lebih tinggi. Resiko ini tampaknya
berhubungan dengan efek tamoksifen yang menyerupai estrogen terhadap rahim. Keuntungan
yang diperoleh dari tamoksifen lebih besar daripada resiko terjadinya kanker
lain, tetapi setiap wanita memberikan reaksi yang berlainan.
h.
Ras
Kanker rahim lebih sering ditemukan pada wanita kulit
putih
i.
Kanker kolorektal
j.
Menarke (menstruasi pertama)
sebelum usia 12 tahun
k.
Menopause setelah usia 52 tahun
l.
Tidak memiliki anak
m.
Kemandulan
n.
Penyakit ovarium polikista
o.
Polip endometrium
(Medicastore, 2004)
2.1.3 Tanda dan
Gejala
Pada kondisi pra kanker, umumnya tidak ada gejala dan tidak ada rasa
nyeri. Kanker ini dideteksi dengan menggunakan Pap Smear, bila kanker
ini sudah muncul gejalanya dapoat berupa :
a.
Terdapat keputihan berlebihan,
berbau busuk dan tidak ada sembuh-sembuh.
b.
Adanya perdahan tidak normal.
c.
Memberhentikan darah lewat vagina
d.
Meningkatnya perdarahan selama
menstruasi.
e.
Terjadinya siklus di luar
menstruasi dan setelah hubungan seks.
f.
Kesulitan atau nyeri di waktu
buang air kecil.
g.
Terasa nyeri didaerah sekitar
panggul.
h.
Nyeri selama berhubungan seks
i.
Perdarahan pada masa pra atau
pasca menopause
j.
Bila kanker sudah mencapai
stadium III keatas, maka akan terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh
seperti betis, paha, tangan, dan sebagainya (Pdpersi, 2006).
2.1.4 Pembagian Tingkat Keganasan
Tingkat keganasan klinik dibagi menurut klasifikasi
FIGO, 1979 sebagai berikut :
Tabel I. Tingkat keganasan klinik dibagi menurut FIGO, 1978
Tingkat
|
Kriteria |
0
|
Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intraepitel : membrane
basalis masih utuh.
|
I
|
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
uteri
|
Ia
|
Karsinoma mikro invasif: bila membrane basalis sudah rusak dan
tidak terdapat dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah
*) kedalaman invasi 3 mm sebaiknya diganti dengan tal> 1 mm.
|
Ib. occ:
|
(I b occult = IB yang tersembunyi); secara klinis tumor belum tampak
sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor
telah telah mengadakan invasi stroma
melebihi
|
Ib
|
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
menunjukkan invasi kedalam stroma kedalam serviks uteri.
|
II
|
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
bagian atas vagina dan ke parameterium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
|
IIa
|
Penyeraban hanya kevagina, parametrium, uni/bilateral terapi belum
sampai dinding panggul.
|
IIb
|
Penyebaran ke parameterium, uni/bilaterai tetapi belum sampai
dinding panggul.
|
III
|
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke
parametrium dinding panggul.
|
III.a
|
Penyebaran sampai ke 1/3 distal vagina, sedang ke parametrium
tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
|
III.b
|
Penyebaran sudah hampir sampai dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelpic)
tau proses pada tingkat klinik I atau II, tetapi ada gangguan faal ginjal.
|
IV
|
Proses kegenasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rectum dan atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau
telah terjadi mestatasis keluar panggul atau ketempat-ketempat yang jauh.
|
IV.a
|
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rectum dan atau kantung kemih.
|
IV.b
|
Telah terjadi penyebaran jauh.
|
Sumber :
Wiknjosastro, 2005
Tabel II. Pembagian tingkat keganasan menurut system TNM
Tingkat
|
Kriteria |
T
|
Tak ditemukan tumor primer
|
T1S
|
Karsinoma preinvasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
|
T1
|
Karsinoma terbatas pada serviks, (walau adanya perluasan ke korpus
uteri).
|
T1a
|
Pra-klinik adalah karsinoma yang invasive dibuktikan dengan
pemeriksaan histologik.
|
T1b
|
Secara klinis jelas karsinoma yang invasif
|
T2
|
Karsinoma telah meluas sampai diluar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal.
|
T2a
|
Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
|
T2b
|
Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
|
T3
|
Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah
mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding
panggul).
|
NB
|
Adanya Hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis
karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada
penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau
T2).
Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum atau kantung kemih,
atau meluas sampai diluar panggul.
|
T4
|
(Ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk mengklasifasi
sebagai T4).
|
T4a
|
Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan
secara histologik.
|
T4b
|
Karsinoma telah meluas sampai diluar panggul.
|
NX
|
Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukannya sebagai
T4.
|
NB
|
Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional.
Tanda-/+ ditambah untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi mengenai
pemeriksaan histologik jadi: NX+ atau NX-.
|
N0
|
Tidak ada deformitas kelenjar limfe pada limfografi.
|
N1
|
Kelenjar limfe regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukan oleh
cara-cara diagnostic yang tersedia (misalnya limfografi, CT-scan panggul).
|
N2
|
Teraba
|
M0
|
Tidak ada metastasis berjarak jauh.
|
M1
|
Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfe diatas
bifurkasio arteri aliaka komunis.
|
Sumber : Wiknjosastro, 2005
2.1.5 Patologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut
sebagai squamo-columnar junction
(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid/ silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ
ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur > 35
tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Pada awal perkembangannya kanker
serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. (Sarwono, 2005)
2.1.6 Patogenesis
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah
rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan
sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ.
(Dalimarta, 2004)
Kemajuan yang berlangsung dari displasia ringan ke displasia sedang
seterusnya ke displasia berat dan karsinoma in situ memakan waktu
bertahun-tahun. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang menjadi kanker
invasif sejak awal mula mengalami displasia adalah 10-20 tahun. Yang dimaksud
dengan kanker invasif adalah sel-sel tumor menembus membrane basalis (basement
membrane) dan menyerang jaringan stroma di bawahnya (Rayburn dkk, 2001).
2.1.7 Pencegahan Kanker Leher
Rahim
1.
Hindari hubungan seksual pada
usia muda/remaja.
2.
Hanya melakukan hubungan
seksual secara sehat (pasangan tetap).
3.
Pertimbangkan penggunaan kondom
jika hubungan berisiko.
4.
Segera berhenti kebiasaan
mengunakan tembakau/merokok.
5.
Untuk deteksi dini kanker
serviks bisa dilakukan dengan pemeriksaan papsmear secara berkala (sekali
setahun) (Tapan, 2005).
2.1.8 Deteksi Dini
Deteksi dini kanker serviks adalah upaya yang dilakukan
untuk memeriksakan keadaan leher rahim sedini mungkin sehingga keadaan leher
rahim dapat diketahui lebih awal dan apabila terdapat kelainan dapat diatasi
sesegera mungkin.
The American
Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan tes pap
dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali, dengan catatan ada riwayat hasil
tes pap minimal negative untuk dua kali berturut-turut. Usia mulai pertama kali
melakukan tes pap adalah lima
tahun setelah melakukan hubugan seksual secara aktif, atau berusia 25 tahun.
Tetapi apabila ingin lebih aman dan nyaman lakukanlah tes pap setiap tahun atau
sesuai petunjuk dokter. Jangan menunggu adanya keluhan baru ke dokter/bidan.
Selain tes pap, cara lain yang lebih simpel, yang dapat
dilakukan ditingkat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, perawat atau bidan,
yakni metode visual dengan asam asetat (asam cuka). Caranya relative murah
yaitu dengan mengulaskan larutan asam cuka yang sudah diencerkan ke permukaan
leher rahim. Secara langsung dengan mata telanjang akan dapat dilihat jika
terjadi perubahan serviks berubah dari merah jambu (warna normal) menjadi putih
(BKKBN, 2008).
2.1.9 Pengobatan
Pengobatan kanker leher rahim sangat tergantung pada
berat ringannya penyakit atau orang awam mengenalnya sebagai stadium. Pada
stadium awal, maka jalan operasi biasanya menjadi pilihan pertama. Sedangkan untuk
modalitas pengobatan, seperti : radiasi (penyinaran) dan kemoterapi
(pemberian sitostika), dilakukan unutuk
kasus yang sudah dalam stadium lanjut (BKKBN, 2008).
2.2 Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks yang Diteliti
2.2.1 Status Perkawinan
Resiko kanker dapat terjadi pada wanita yang belum
menikah atau belum pernah berhubungan seks, apabila ia dilakukan oleh ibu yang
mendapatkan suatu hormon pada waktu hamil untuk mencegah keguguran (Hudzaifah,
2005).
2.2.2 Usia Kawin
Perempuan yang menikah di bawah umur 20 tahun beresiko
terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang.
Kalau terpapar human papiloma virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang
menjadi kanker (Kompas, 2007).
Wanita yang sudah menikah atau memulai aktivitas seksual
pada usia muda (kurang dari 18 tahun)
memiliki risiko terkena kanker mulut rahim (Nasdaldy, 2006).
Hubungan seks pada pada usia muda atau pernikahan pada
usia muda. Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seseorang
perempuan melakukan hubungan seks, makin besar risikonya untuk untuk terkena
kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia muda kurang dari 17 tahun mempunyai risiko lebih besar
dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun (Setiawan, 2004).
2.3 Faktor-faktor
Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks yang Tidak Diteliti
2.3.1 Berganti-Ganti Pasangan Seksual
Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada
wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih.
2.3.2
Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
2.3.3
Trauma Kronis pada Serviks
seperti Persalinan, Infeksi dan Iritasi Menahun
(Setiawan, 2007)
2.3.4
Multi Paritas
Melahirkan lebih dari 3 kali menurut hasil riset, angka
kejadian kanker serviks meningkat sebanyak 3 kali pula (Tapan, 2005).