Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT DI IRNA KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI TAHUN 2007


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Saat ini dunia masih menghadapi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) saat melahirkan dan Angka Kematian Balita (AKB), khususnya bayi baru lahir. World Health Organization (WHO) mencatat tiap tahunnya AKI di dunia mencapai lebih dari 500.000 orang, sedangkan di Indonesia sekitar 14.180 orang. Menurut WHO dan Departemen Kesehatan ada beberapa faktor yang menyebabkan AKI dan AKB, antara lain anemia (kekurangan darah), gizi, faktor budaya, ekonomi, pendidikan dan kekerasan (Siswono, 2005).
Di Indonesia pembangunan kesehatan yang telah dicapai sampai tahun 2007, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) berhasil diturunkan dari 270 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005, 255 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 dan 248 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (Depkes RI, 2008).
Diharapkan pada tahun 2010 AKI turun menjadi 125 per 100.000 kelahiran. Data Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyebutkan penyebab langsung AKI diantaranya perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklampsia (keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli obstetri 3%, komplikasi masa nifas 8%, dan penyebab lain-lain 12% (Siswono, 2005).
Sedangkan penyebab tidak langsung kematian adalah masih rendahnya akses pada perempuan dalam mendapat layanan, terlalu tua saat melahirkan 13,9%, terlalu muda 0,3% dan terlalu banyak melahirkan 37%, serta terlalu rapat waktu melahirkan 9,4% (Susanto, 2008).
Angka Kematian Ibu (AKI) di rumah sakit yang ada di Indonesia periode 2001-2005 cenderung menurun dari 7,5 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2001 menjadi 5,1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, dan 1,1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2003, tetapi pada tahun 2004 kematian ibu mengalami kenaikan tajam yaitu 8,6 per 1.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2005 kematian ibu dapat diturunkan kembali dengan jumlah 0,9 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09%, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus 26%. Sedangkan jika dilihat dari nilai CFR (Case Fatality Rate), penyebab kematian terbesar adalah eklampsia dan pre-eklampsia dengan CFR 2,35%, walaupun presentase kasusnya tidak tinggi yaitu 4,91% dari keseluruhan kasus obstetri (Depkes RI, 2006).
Angka Kematian Ibu (AKI) Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan laporan Indikator Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programme adalah 467 per 100.000 kelahiran, lebih tinggi dari Angka Kematian Ibu kota Palembang sebesar 317 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di kota Palembang sebanyak 15 orang dengan penyebab yaitu eklampsia, HPP, Ca. Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan lain-lain (Profil Kesehatan Kota Palembang, 2006).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pre-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (Sudhaberata, 2007: 2).
Menurut beberapa referensi, distribusi kejadian pre-eklampsia berdasarkan umur banyak ditemukan pada kelompok umur ibu yang ekstrim, yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Namun penelitian Ketut Sudhaberata,        kejadian pre-eklampsia terbanyak didapatkan pada kelompok umur 20-35 tahun (Sudhaberata, 2007: 5).
Sedangkan paritas 2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal yang tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat dikurangi dengan memberikan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005: 23).
Amiruddin (2007) menyebutkan bahwa upaya pencegahan pre-eklampsia-eklampsia utama adalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi berat.
Sebenarnya, sejak tahun 2000 guna menekan AKI, Depkes telah menerapkan kebijakan Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu pada tahun 2008 semua desa di Tanah Air harus telah menjadi Desa Siaga dimana semua Desa Siaga akan memiliki Pos Kesehatan Desa (PosKesDes) yang ditargetkan diisi dengan 70 ribu bidan guna menolong persalinan (Susanto, 2008).
Mengingat pentingnya peran bidan dalam pencegahan pre-eklampsia berat, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Umur dan Paritas Ibu Hamil dengan Kejadian Pre-Eklampsia Berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Tahun 2007”.

1.2        Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian Pre-eklampsia Berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007?

1.3        Tujuan Penelitian

1.3.1  Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
2.      Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
3.      Untuk mengetahui hubungan umur ibu hamil dengan kejadian                     pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
4.      Untuk mengetahui hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian                     pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.

1.4        Manfaat Penelitian

            Bagi Instansi (Rumah Sakit)
Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit setempat dalam menentukan kebijakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan ibu, terutama terhadap kejadian pre-eklampsia berat.
            Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan antara umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat.
            Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan sumbangan pikiran tentang hubungan antara umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.
            Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia berat di IRNA Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI tahun 2007.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep Dasar Pre-Eklampsia

2.1.1   Definisi Pre-Eklampsia
Pre-Eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa (Wiknjosastro, 2005: 282).
Pre-eklampsia dan eklampsia adalah komplikasi kehamilan pada trimester ketiga dengan gejala klinis hipertensi, oedema, proteinuria, oligouria, konvulsi, dan koma (Manuaba, 2004: 101).
Pre-eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih, disertai proteinuria dan/atau oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Tjandra, 2006).
2.1.2   Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui. Menurut Medicastore (2007), ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai : the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :
1.      Peran prostasiklin dan tromboksan
Pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel-vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi pengumpulan dan fibrinosis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi defosit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.      Peran Faktor Imunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini, dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita pre-eklampsia :
a.       Beberapa wanita dengan pre-eklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum.
b.      Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre-eklampsia diikuti dengan proteinuria.
Stirat menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan pre-eklampsia.
3.      Peran Faktor Genetik / Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-eklampsia antara lain :
a.       Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b.      Terdapatnya kencenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia.
c.       Peran Renin-Angiontensin-Aldosteron System (RAAS).
2.1.3   Patofisiologi
Pre-eklampsia berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta dan invasi dangkal tromboblastik yang mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta. Arteria spiralis maternal gagal mengalami vasodilatasi fisiologis, normalnya aliran darah kemudian mengalami hambatan akibat perubahan aterotik yang menyebabkan obstruksi di dalam pembuluh darah.
Patologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero-plasenta dengan gangguan aliran darah intervilosa, dan berakibat iskemia dan hipoksia yang bermanifestasi selama bulan kedua kehamilan.
Gambaran serupa mengenai invasi tromboblastik yang tidak adekuat juga tampak pada kehamilan dengan komplikasi restriksi pertumbuhan janin pada ibu tanpa pre-eklampsia. Oleh karena itu, sindrom maternal pre-eklampsia pasti berhubungan dengan faktor tambahan.
(Chapman, 2006: 160).
2.1.4   Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Menurut Wiknjosastro ( 2005 : 296), berikut ini merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia yaitu :
1.      Solusio Plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2.      Hipofibrinogenemia
Pada pre-eklampsia berat Zuspan menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3.      Hemolisis
Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4.      Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5.      Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai        1 minggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6.      Edema paru-paru
Zuspen menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7.      Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8.      Sindroma HELLP, yaitu Haemolysis, Elevated Liver enzymes dan Low Platelets.
9.      Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10.  Komplikasi Lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation).
11.  Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.








2.1.5   Penilaian Klinik
(Saifuddin, 2006 : 207)

2.1.6   Klasifikasi Pre-Eklampsia
Pre-eklampsia digolongkan ke dalam pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1.      Pre-eklampsia ringan
a.       Tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat sebanyak 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat sebanyak 15 mmHg di atas kadar prakehamilan.
b.      Nilai protein uria pada sampel acak adalah 1 + sampai 2+.
c.       Penambahan berat badan lebih dari 1kg/minggu pada trimester kedua dan ½ kg/minggu pada trimester ketiga.
d.      Edema ringan pada ekstremitas atau wajah.
(Pillitteri, 2003 : 73)
2.      Pre-Eklampisa Berat
a.       Tekanan diastolik > 110 mmHg
b.      Proteinuria > 2+
c.       Oliguria < 400 ml per 24 jam
d.      Edema paru : nafas pendek , sianosis, rhonkhi +
e.       Nyeri daerah epigastrium, atau kuadran atas kanan.
f.       Gangguan penglihatan : Skotoma atau penglihatan berkabut
g.      Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa
h.      Hiperrefleksia
i.        Mata : Spasme arteriolar, edema, ablasio retina
j.        Koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
k.      Pertumbuhan janin terhambat
l.        Otak : Edema serebri
m.    Jantung : gagal jantung
 (Saifuddin, 2006: 209).
2.1.7   Diagnosis
Ibu hamil dengan pre-eklampsia berat apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini :
a.       Tekanan darah 160/110 mmHg (diukur sebanyak dua kali secara terpisah dengan interval waktu 6 jam pada klien tirah baring).
b.      Nilai proteinuria pada sampel acak adalah 3+ sampai 4+ dan mencapai 5 gr pada sampel urine 24 jam.
c.       Oliguria (kurang dari 500 ml dalam 24 jam).
d.      Gangguan penglihatan serebral seperti, sakit kepala dan penglihatan kabur.
e.       Edema pulmoner disertai sesak nafas.
f.       Edema perifer yang luas.
g.      Disfungsi hepatik.
h.      Trombositopenia.
i.        Nyeri lambung, mual dan muntah.
j.        Hiperrefleksia,
(Pillitteri, 2003 : 72).
2.1.8   Prognosis
Pre-eklampsia lazimnya sembuh dengan sendiri selepas sahaja urin dan bayi dilahirkan. Ibu dan anak biasanya dibenarkan pulang ke rumah selepas beberapa hari kelahiran atau pada waktu yang dibenarkan bagi sesuatu pembedahan Caeserean. Tekanan darah ibu diawasi setiap minggu untuk memastikan tekanan darah tinggi tidak menetap. Ini boleh dilakukan jururawat yang datang merawat ke rumah atau anda pergi sendiri ke klinik kesehatan terdekat. Kadangkala tekanan darah tinggi kekal terus selepas kelahiran. Jika perlu, obat anti hipertensi seperti metildopa akan digunakan untuk merawat keadaan ini.
(Wikipedia, 2008)
2.1.9   Pencegahan
Menurut Amiruddin (2007), ada beberapa cara pencegahan pre-eklampsia berat yaitu :
1.      Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2.      Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia kalau ada faktor-faktor predisposisi.
3.      Informasi tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
4.      Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan.
5.      Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
2.1.10    Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre-eklampsia berat menurut Tjandra (2006) yaitu :
1.      Segera masuk rumah sakit
2.      Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
3.      Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
4.      Antasida
5.      Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6.      Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat :
a.       Dosis awal sekitar 4 gram MgsO4 IV (20% dalam 20 cc) selama                    1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram dibokong kiri dan 4 gram dibokong kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no. 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b.      Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c.       Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
-          Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
-          Refleks patella positif kuat.
-          Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
-          Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
d.      MgSO4 dihentikan bila :
-          Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan, karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
-          Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
·         Hentikan pemberian magnesium sulfat.
·         Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
·         Berikan oksigen.
·         Lakukan pernapasan buatan.
-          Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
7.      Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
8.      Antihipertensi diberikan bila :
a.       Tekanan darah sistolis lebih dari 180 mmHg, diastolis lebih dari 110 mmHg atau MAP lebih dari 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang dari 105 mmHg (bukan kurang dari 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b.      Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c.       Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
d.      Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.
9.      Kardiotonika
Indikasi bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
10.  Lain-lain :
a.       Konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata
b.      Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol 2 cc IM.
c.       Antibiotik diberikan atas indikasi. Berikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
d.      Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya          2 jam sebelum janin lahir.
2.1.11    Faktor-faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang berperan pada kematian maternal karena eklampsia :
a.       Pengetahuan yang rendah sehingga sering kali penderita di bawah ke rumah sakit sudah dalam keadaan kejang.
b.      Persalinan yang ditolong oleh dukun menyebabkan penderita eklampsia terabaikan sehingga dirujuk dalam keadaan gawat.
c.       Adanya kendala transportasi menuju rumah sakit terutama dari daerah terpencil.
d.      Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya ke bidan atau ke dokter.
(Sudinaya, 2003 : 14)

2.2         Faktor-Faktor yang Diteliti Berhubungan dengan Kejadian                     Pre-Eklampsia Berat

2.2.1   Umur Ibu
Dalam penelitian Ketut Sudhaberata (2007: 5), kejadian pre-eklampsia banyak didapatkan pada kelompok usia 20-35 tahun (76,27%), sedangkan distribusi kejadian pre-eklampsia-eklampsia berdasarkan umur, menurut Amiruddin (2007) banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi perubahan-perubahan akibat penuaan organ-organ. Dengan begitu, kemungkinan untuk mendapat penyakit-penyakit dalam masa kehamilan yang berhubungan dengan umur akan meningkat, seperti penyakit darah tinggi (hipertensi), keracunan kehamilan (pre-eklampsia/eklampsia), diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut resiko tinggi karena kemungkinan terjadinya hasil kehamilan yang buruk/komplikasi pada ibu usia ini akan meningkat (Amiruddin, 2007).
2.2.2   Paritas Ibu
Menurut Wiknjosastro (2005: 23), paritas 2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal yang tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat dikurangi dengan memberikan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan keluarga berencana.
Namun menurut Sudhaberata (2007 : 4), tidak terdapat perbedaan yang besar antara kejadian pre-eklampsia pada primigravida dengan multigravida. Frekuensi kejadian pada multigravida 54,24% sedangkan pada primigravida 45,76%.
Pre-eklampsia-eklampsia lebih sering terjadi pada usia muda dan nulipara diduga karena adanya suatu mekanisme imunologi disamping endokrin dan genetik. Dan pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta belum sempurna (Sudinaya, 2003 : 14).
Sedangkan pada multipara, penyakit pre-eklampsia - eklampsia  biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :
a.       Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis
b.      Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
c.       Penyakit ginjal.
(Sudhaberata, 2007: 2)

2.3         Faktor-Faktor yang Tidak Diteliti Berhubungan dengan Kejadian                  Pre-Eklampsia Berat

2.3.1   Pendidikan
Tingginya kejadian pre-eklampsia di negara-negara berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut saling terakait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Sudhaberata, 2007: 5).
2.3.2   Sosial Ekonomi
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju lebih jarang terjangkit pre-eklampsia, bahkan setelah faktor ras dikontrol (Cunningham, dkk, 2006: 630).
Pre-eklampsia-eklampsia merupakan penyakit kehamilan sistemik yang etiologinya hingga kini belum diketahui. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah-daerah di luar jangkauan rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai dan pada umumnya diderita oleh golongan ekonomi lemah (Rambulangi, 2003 : 16).
2.3.3   Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah sehingga seringkali penderita dibawa ke rumah sakit sudah dalam keadaan kejang. Persalinan yang ditolong oleh dukun menyebabkan penderita eklampsia terabaikan sehingga dirujuk dalam keadaan gawat (Sudinaya, 2003 : 14).

Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive