Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PEKERJAAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS SWAKELOLA KENTEN KECAMATAN ILIR TIMUR II PALEMBANG TAHUN 2009


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Menyusui adalah suatu proses alamiah, berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan tentang menyusui terkadang dilupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia (Roesli, 2005).
World Health Organization (WHO)/United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti yang bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi ini juga ditandatangani oleh Indonesia sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal, maka semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 0-6 bulan (Roesli, 2005).
United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan bahwa pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia di bawah 5 tahun (Baskoro, 2008).
Angka Kematian Bayi (AKB) telah dapat diturunkan dari 30,8 per 1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2004 menjadi 29,4, tahun 2005 sebesar 28,1 dan 26,9 pada tahun 2007.
Angka Kematian Ibu (AKI) berhasil diturunkan dari 270 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 262 pada tahun 2005, 255 pada tahun 2006 dan 248 pada tahun 2007 (Depkes, 2007).
Di Indonesia setiap tahunnya terdapat 10 juta anak di bawah dua tahun yang menjadi sasaran ASI. Mengingat banyaknya sasaran tersebut dan tersebar diseluruh Indonesia, maka peringatan pekan ASI sedunia yang diperingati lebih dari 100 negara ditingkatkan menjadi bulan ASI nasional, karena ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satupun makanan lainnya yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon maupun kandungan zatimunologi dan anti infeksi (Depkes, 2006).
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, 2 - 3 bulan 45,5%, 4 - 5 bulan 13,9% dan 6 - 7 bulan 7,8% (Depkes, 2006).
Dari 168.598 bayi yang ada di Sumatera Selatan pada tahun 2004 yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 94,906 (56,29%) masih jauh di bawah target Sumatera Selatan Sehat 2008 maupun Indonesia Sehat 2010 sebesar 80% (Dinkes Kota Palembang, 2005).
Dari jumlah bayi yang ada di Kota Palembang pada tahun 2007 berkisar 30.564 yang diberi ASI eksklusif 27.760 atau sekitar 84,4% dan sisanya tidak diberikan ASI eksklusif  dibandingkan tahun 2008 jumlah bayi 29.968 yang diberi ASI eksklusif 23.286 atau sekitar 66,0% maka dapat dilihat terjadi penuruna jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif di Kota Palembang. Hal ini tidak luput dari peran para petugas kesehatan khususnya bidan untuk mendorong para ibu-ibu untuk dapat memberikan ASI secara eksklusif (Dinkes Kota Palembang, 2008).
Data yang diperoleh dari Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang pada tahun 2008, dari jumlah bayi 943 yang diberi ASI eksklusif berjumlah 689 bayi atau 70,2% (Dinkes Kota Palembang, 2008).
ASI eksklusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah. Namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapatkan informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya (Roesli, 2005).
Berdasarkan penelitian Susita (2007), diketahui ada beberapa variabel yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi diantaranya pengetahuan ibu, sikap ibu, pendidikan ibu, umur ibu dan pekerjaan ibu, dimana penulis hanya mengambil dua variabel yaitu variabel pengetahuan dan pekerjaan yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi               di Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang               tahun 2009.
1.2         Rumusan Masalah
Apakah variabel pengetahuan dan pekerjaan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah variabel pengetahuan dan pekerjaan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009.
2.      Diketahuinya distribusi frekuensi pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009.
3.      Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009.
4.      Diketahuinya hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Palembang tahun 2009.
1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi (kepustakaan) khususnya bagi Mahasiswi Akademi Kebidanan dan Mahasiswa Program Studi Kesehatan lainnya.
1.4.2   Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi puskesmas dan petugas kesehatan untuk mengevaluasi masalah pemberian ASI eksklusif pada ibu-ibu yang menyusui dan lebih pro-aktif dalam pemberian penyuluhan tentang ASI eksklusif.
1.4.3   Bagi Penulis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu dan dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya.
1.5         Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada variabel pengetahuan dan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Swakelola Kenten Kecamatan Ilir Timur II Kota Palembang tahun 2009.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         ASI Eksklusif
2.1.1   Definisi
ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, 2004).
2.1.2   Komposisi ASI
Menurut Roesli (2005) komposisi yang terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut :
1.      Kolostrum pelindung
Kandungan protein dalam kolostrum jauh lebih tinggi daripada ASI. Hal ini menguntungkan bayi yang baru lahir karena dengan mendapat sedikit kolostrum sudah mendapat cukup protein yang dapat memenuhi kebutuhan bayi pada minggu pertama.
2.      ASI transisi atau peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang.
3.      ASI matang (matuer)
Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya, komposisi relatif konstan.
4.      Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit
ASI yang keluar pada menit pertama dinamakan foremik. Foremik mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk) foremik encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremik.
5.      Lemak ASI
Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak yang sangat dicerna karena mengandung enzim lipase.
6.      Karbohidrat ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih banyak laktosa dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20 - 30% lebih banyak dari susu sapi.
7.      Protein ASI
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh kualitas protein sangat penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini pertumbuhan bayi paling cepat. Air susu ibu mengandung protein khusus yang dirancang untuk pertumbuhan bayi manusia.
Susu sapi dan ASI mengandung dua macam protein utama yaitu whey dan kasein (casein). Whey adalah protein yang halus, lembut dan mudah dicerna.
Kasein adalah protein yang bentuknya kasar, bergumpal dan sukar dicerna oleh usus bayi
8.      Faktor pelindung dalam ASI
Pada waktu lahir sampai bayi berusaha beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan baik secara aktif maupun pasif. ASI tidak saja menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri.
ASI eksklusif akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. ASI juga ternyata mengandung zat anti infeksi antara lain :
a.       Sel-sel darah putih.
b.      Imunoglobin atau antibiotika alamiah.
c.       Imunisasi pasif dan aktif oleh ASI.
d.      Sistem perlindungan tubuh yang selalu diperbaharui.
9.      Vitamin, mineral dan zat besi ASI
Zat nutrisi yang terdapat di ASI tidak dapat ditiru oleh manusia zat-zat ini bersifat unik, karena sebagian besar zat yang ada di ASI dapat digunakan oleh tubuh. Berikut ini perbandingan ASI dengan susu formula :
a.       ASI mengandung vitamin dan mineral yang lengkap.
b.      Meski kadar mineral ASI relatif rendah, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
c.       Hampir semua vitamin dan mineral dalam ASI akan diserap oleh tubuh bayi.
d.      Zat makanan yang tidak terserap akan memperberat kerja usus bayi, menggangu keseimbangan (ekologi) dalam usus bayi dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang jahat.
e.       Satu hal yang menyebabkan ASI efisien adalah jumlah zat-zat ini akan berubah secara otomatis sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi saat itu.
2.1.3   Produksi ASI
Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada let down refle, dimana hisapan puting dapat merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan air susu dapat mengalir dengan mudah dan lancar.
Menurut Baskoro (2008) berdasarkan waktu diproduksi ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1.      Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-kuningan lebih kering dibandingkan ASI mature.
2.      Air susu masa peralihan
Merupakan ASI peralihan dan colostrum menjadi ASI mature.
3.      Air susu mature
Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
2.1.4   Manfaat Pemberian ASI
1.      Bagi Bayi
a.       Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.
b.      Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga akan mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi saluran pernafasan.
c.       Melindungi anak dari serangan alergi.
d.      Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
e.       Meningkatan daya penglihatan dan kepandaian bicara (Roesli, 2005).
2.      Bagi Ibu
a.       Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan persalinan.
b.      Aspek keluarga berencana
Menyusui secara murni (eksklusif) dapat menjarangkan kehamilan.
c.       Aspek psikologis
Keuntungan menyusun bukan hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia (Suradi, dkk, 2003).
2.1.5   Keuntungan dan Kerugian Pemberian ASI
Menurut Manuaba (1998) keuntungan pemberian ASI adalah sebagai berikut :
1.      ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi biologis dan mempunyai substansia.
2.      ASI siap setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilisasi yang terjamin.
3.      ASI dapat disimpan selam 8 jam tanpa perubahan apapun, sedangkan susu botol hanya cukup 4 jam.
4.      Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan berhak dari beberapa penyakit penyakit.
5.      Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai
Keuntungan pemberian ASI :
a.       Terjadi laktasi amenorea, dapat bertindak sebagai metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan.
b.      Mempercepat terjadinya involusi uterus.
c.       Pemberian ASI mengurangi kejadian karsinoma mammae.
d.      Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna.
Kerugian pemberian ASI :
a.       Waktu pemberian ASI tidak terjadwal, tergantung dari bayinya.
b.      Terdapat kesulitan bagi ibu yang bekerja di luar rumah.
2.1.6   Larangan untuk Memberikan ASI
Menurut Manuaba (1998) sekalipun upaya untuk memberikan ASI digalakkan tetapi beberapa kasus pemberian ASI tidak dibenarkan.
1.      Faktor dari ibu
a.       Ibu dengan penyakit jantung yang berat akan menambahnya penyakit ibu.
b.      Ibu dengan pre-eklampsia dan eklampsia.
c.       Penyakit infeksi berat pada payudara, sehingga kemungkinan menular pada bayinya.
d.      Karsinoma payudara mungkin dapat menimbulkan metastasis.
e.       Ibu dengan psikosis dengan pertimbangan kesadaran ibu sulit diperkirakan sehingga dapat membahayakan bayi.
f.       Ibu dengan infeksi virus.
g.      Ibu dengan TBC atau lepra.
2.      Faktor dari bayi
a.       Bayi dalam keadaan kejang-kejang yang dapat menimbulkan bahaya aspirasi ASI.
b.      Bayi yang menderita sakit berat dengan pertimbangan dokter anak tidak dibenarkan untuk mendapatkan ASI.
c.       Bayi dengan berat badan lahir rendah.
d.      Bayi dengan cacat bawaan yang tidak mungkin menelan.
e.       Metabolisme yang tidak dapat menerima ASI, penyakit metabolisme seperti alergi ASI.
2.1.7   Berbagai Masalah Menyusui pada Bayi
1.      Kurang informasi
Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula sama baiknya. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI-nya kurang atau terbentur kendala menyusui. Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif ibu dan keluarganya perlu menguasai informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan dan kerugian pemberian ASI. Cara menyusui yang baik dan benar dan            siap dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui (Danuatmaja, 2007).
2.      Puting susu yang pendek atau terbenam
Ada beberapa bentuk puting susu, panjang, pendek dan datar terbenam. Banyak ibu menganggap hilang peluangnya untuk menyusui, padahal puting hanya kumpulan muara saluran ASI dan tidak mengandung ASI. Untuk mendapatkan ASI, areola mammae yang perlu dimasukkan ke dalam mulut bayi agar isapan dan gerakan lidah dapat memerah ASI keluar (Bonny, 2007).
3.      Payudara bengkak
Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang dan nyeri. Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI mulai banyak diproduksi. Untuk menghindari dan mengatasi payudara bengkak, berilah ASI pada                bayi segera sebelum lahir dengan posisi yang benar dan tanpa jadwal (Danuatmaja, 2007).
4.      Puting susu nyeri atau lecet
Untuk mengatasi puting lecet dan nyeri, perbaiki posisi menyusui. Mulailah menyusui dari payudara yang tidak sakit karena isapan pertama bayi yang lapar biasanya lebih keras. Untuk mengobati lecet, gunakan cara alami yaitu dengan mengoleskan sedikit ASI pada puting tersebut dan biarkan kering. Jika rasa sakit tidak tertahankan ibu dapat minum obat pengurang rasa sakit (Mila, 2003).
5.      Ibu Bekerja
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu banyak ibu khawatir terpaksa memberi bayinya susu formula karena ASI perah tidak cukup, yang diajarkan adalah mulailah menabung ASI perah sebelum masuk kerja. Semakin banyak “tabungan” ASI perah sebelum masuk kerja, semakin besar peluang menyelesaikan program ASI eksklusif (Meiliasari, 2007).
2.2         Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif yang Diteliti
2.2.1   Pengetahuan
Dari penelitian terhadap 900 ibu, diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui dari penelitian tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).
2.2.2   Pekerjaan
Kegiatan yang dilakukan ibu-ibu juga mempunyai hubungan bermakna dengan pemberian ASI eksklusif. Proporsi menyusui ASI eksklusif pada ibu rumah tangga lebih besar dibandingkan ibu yang mencari nafkah dan membantu mencari nafkah. Aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan ibu terkadang melupakan ibu bahkan tidak dapat meluangkan sedikit waktu untuk menyusui bayinya (Anggraini, 2005).
2.3         Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif yang tidak Diteliti
2.3.1   Sikap Ibu
Menurut Arifin dalam Susita (2007), proses menyusui merupakan proses interaksi antara sikap ibu dan bayi yang mempengaruhi kedua belah pihak karena akan timbul rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar pengaruhnya bagikeberhasilan menyusui.
2.3.2   Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh ibu-ibu serta berpendidikan SD belum tamat dan tamat mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan ibu yang baik tidak tamat atau tamat SD (Soeparmanto, 2001).
2.3.3   Umur Ibu
Semakin bertambah umur ibu semakin kecil proporsi menyusui ASI eksklusif. Proporsi terbesar terdapat pada umur 21-30 tahun yaitu 69,5% tetapi proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur 41 tahun atau lebih proporsinya cukup besar 64,4%. Jadi tampak keberanian untuk menyusui bayi tidak ragu-ragu bagi ibu-ibu yang relatif tua umurnya (Susita, 2007).

Share:

HUBUNGAN UMUR DAN RIWAYAT KETURUNAN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT (PEB) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MUHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Kematian dan Kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya dinegara-negara berkembang. Sekitar 20-50% kematian perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan (Inheren, 2009).
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Angka kematian ibu pada tahun 2003 tercatat 95/100.000 kelahiran hidup, di negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia terdapat 30/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 6/100.000 kelahiran hidup (Kompas, 2007).
Penyebab langsung angka kematian ibu di Indonesia dan Negara-negara lainnya di dunia hampir sama, diantaranya akibat Perdarahan (30%) dari total kasus kematian, pre-eklampsia atau keracunan kehamilan (25%), Infeksi (12%), partus lama (5%) dan emboli obstetri (3%) dan lain-lain (12%). Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan salah satu donatur kesakitan dan kematian ibu disamping perdarahan pasca persalinan dan infeksi (Nugraha, 2007).
Berdasarkan hasil audit medic maternal di Bali angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2006 sebesar 80,44% dimana Pre-Eklampsia Berat (PEB) meraih posisi ke tiga dengan persentase 4,35% (Putra, 2008).
Pre-eklampsia berat (PEB) merupakan penyakit pada waktu hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia berat adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sampai kini                      PEB masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan secara tuntas. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena pada wanita hamil terdapat dua individu sekaligus yaitu ibu dan bayi yang dikandungnya (Putra, 2008).
Komplikasi yang umum terjadi pada ibu sebagai akibat                         Pre-Eklampsia Berat (PEB) adalah solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, kelainan ginjal serta pada janin beresiko prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin (Amiruddin, 2008).
Berdasarkan penelitian Suhimi (2008), diketahuinya ada beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat (PEB) seperti faktor umur, paritas, ras, faktor riwayat keturunan, faktor nutrisi, tingkah laku dan hiperplasentosis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah sakit Umum                    Dr. Mohammad Hoesin Palembang kejadian Pre-Eklampsia Berat terjadi pada tahun 2006 yaitu 272 orang (10.5%) penderita dari 2.578 pasien ibu Hamil. Sedangkan  pada  tahun 2007 yaitu  243 orang (9.9%) penderita   dari 2.463 pasien ibu Hamil dan kejadian ini meningkat pada tahun 2008 yaitu 517 orang (20,9%) penderita dari 2473 pasien ibu Hamil yang             dirawat di ruang Kebidanan RSMH Palembang (Medical Record RSMH Palembang, 2008).
Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Umur dan Riwayat Keturunan Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-Eklampsia Berat (PEB) di Rumah Sakit Umum Muhammad Hoesin Palembang Tahun 2008”.
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas masih tingginya angka kejadian Pre-Eklampsia Berat ( 20,9%) di RSMH pada tahun 2008, hal ini apakah variabel umur dan riwayat keturunan ibu hamil berhubungan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat  Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan umur ibu dan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
1.3.2   Tujuan Khusus
Diketahuinya distribusi frekuensi umur ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
Diketahuinya distribusi frekuensi riwayat keturunan ibu hamil di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang  tahun 2008.
Diketahuinya hubungan umur ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
Diketahuinya hubungan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit dan petugas kesehatannya untuk mengevaluasi masalah Pre-Eklampsia Berat dan dapat digunakan sebagai bahan pemikiran dalam upaya peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan.

1.4.2   Bagi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi peserta didik di masa yang akan datang dan dapat menambah literatur kepustakaan sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.4.3   Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang hubungan umur ibu dan riwayat keturunan ibu dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat serta dapat menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah.
1.5         Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini, dibatasi hanya pada variabel umur dan riwayat keturunan ibu hamil dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008. Adapun data yang diambil adalah data sekunder dari rekam medik yang menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Hipertensi dalam Kehamilan (HDK)
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi sejak awal kehamilan atau yang semakin memburuk selama kehamilan yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin yang paling umum (Medika, 2002).
Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester II – III dengan gejala klinis seperti edema, hipertensi, protein urin, kejang sampai koma dengan umur kehamilan diatas 20 minggu dan dapat terjadi pada antepartum-intrapartum-pascapartus (Manuaba, 2001)
Hipertensi dalam kehamilan adalah peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan > 140 mmHg untuk sistolik dan > 90 mmHg untuk diastolik (Varney, 2006).

2.1.1   Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu sebagai berikut :
a.       Hipertensi esensial/hipertensi primer
Banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas alkohol, merokok dan lain-lain.
b.      Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal
Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, sindrom cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. (FKUI, 2001)

2.1.2   Jenis-jenis Hipertensi dalam Kehamilan
1.      Hipertensi kronis
Diagnosis hipertensi kronis dalam kehamilan (disebut dengan coincidental hypertension) diegakkan apabila hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sudah terjadi sebelum kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai lama setelah persalinan.
Pada umumnya hipertensi ini terjadi pada multipara dan mempunyai riwayat hipertensi dalam kehamilan (FKUP, 2004).
2.      Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial merupakan penyebab terbanyak (lebih dari 90%) dari hipertensi kronis dalam kehamilan. Dalam kehamilan dapat berlanjut menjadi pre-eklampsi atau eklampsi, hipertensi, eksefalopati, gangguan pertumbuhan janin maupun kematian janin. Semakin dini munculnya hipertensi dalam kehamilan, semakin berat penyakitnya dan semakin puruk prognosisnya.
Prognosis
Pasien dengan hipertensi esensial dapat melewati kehamilannya dalam keadaan yang cukup baik. Tanpa diberati dengan preeklampsi atau eklampsi. Semakin dini munculnya hipertensi dalam kehamilan semakin berat penyakitnya dan semakin buruk prognosisnya.
Keadaan lain yang dapat memburuk prognosisnya yaitu :
1.      Adanya pembesaran jantung
2.      Faal ginjal yang kurang
3.      Kelainan pada retina
4.      Tensi permulaan 200/120 mmHg
5.      Jika pada kehamilan yang lampau, pernah mengalami preeklampsi. (FKUI, 2004).

2.1.3   Gejala-gejala Penyakit Hipertensi
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah, kemerahan dan kelelahan, yang bisa terjadi baik pada penderita Hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut :
1.      Sakit kepala
2.      Kelelahan
3.      Mual
4.      Muntah
5.      Sesak nafas
6.      Gelisah
7.      Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. (Irfan, 2007)

2.1.4   Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Zweifel (1922) mengemukakan bahwa gejala gestosis tidak dapat diterangkan dengan satu faktor atau teori tetapi merupakan multifaktor (teori) yang menggambarkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks yang oleh Zweifel disebut disease of theory.
Konsep dasar terjadinya gestosis EHP adalah sebagai berikut : iskemia regio utero plasenter menimbulkan dikeluarkannya hasil metabolisme. PO2 yang labil “radikal bebas” dengan ciri terdapat elektrolon. Radikal bebas dapat merusak membran, khususnya sel endotel pembuluh darah sehingga akan mengubah metabolisme sel. Akibat perubahan metabolisme terjadi penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan plasenta. Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat, penurunan produksi protaksilin sebagai vasodilator, penurunan produksi angiotensin II dan IIII yang menyebabkan makin meningkatnya sensitifitas otot pembuluh darah terhadap vasopresor.
Perubahan ini menimbulkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah dan vasavosorum sehingga terjadi kerusakan nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan permeabilitas meningkat serta peningkatan tekanan darah. Kerusakan pembuluh darah menimbulkan dan memudahkan trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan mengganggu aliran darah organ vital. Mekanisme yang terjadi untuk mengatasi timbunan trombosit adalah lisis sehingga dapat menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan terjadinya perdarahan (Manuaba, 2008).
2.1.5   Klasifikasi Hipertensi Sesuai WHO
No
Klasifikasi
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Normotensi
Hipertensi ringan
Hipertensi perbatasan
Hipertensi sedang & berat
Hipertensi sistolik terisolasi
Hipertensi sistolik perbatasan
< 140
140 – 180
140 – 160
> 180
> 140
140 – 160
< 90
90 – 105
90 – 95
> 105
< 90
< 90
(FKUI, 2001)

2.1.6   Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah untuk mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko.
Langkah-langkah yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1.      Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan.
2.      Meningkatkan aktivitas fisik, aerobik 30-45 menit tiap hari.
3.      Adanya teori diet bumil
Bumil hanya memerlukan 2 – 2½ gram kalsium untuk mepertahankan agar konsentrasi dalam darah menjadi konstan, akibatnya tidak menimbulkan kenaikan tekanan darah (hipertensi) (Manuaba, 2001). 
4.      Mengurangi asupan lemak jenuh dan kolestrol dalam makanan
5.      Olahraga secara terukur dan teratur
6.      Minum obat teratur.
(FKUI, 2001)
2.1.7   Konsep Terapi Hipertensi dalam Kehamilan
Konsep pengobatan hipertensi dalam kehamilan, terdiri dari :
1.      Hipertensi dalam kehamilan ringan
a.       Berobat jalan
b.      Dengan nasehat
-          Untuk menurunkan gejala klinik :
o   Tirah baring 2 x 2 jam/hari miring ke kiri
Untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan plasenta sehingga menurunkan iskemia plasenta.  
o   Menurukan tekanan darah
o   Segera datang, bila terdapat gejala :
o   Kaki bertambah berat-edema
o   Kepala pusing
o   Gerakan janin terasa berkurang
o   Mata makin kabur  
-          Pengobatan tambahan :
o   Mengurangi makan garam
o   Pemberian aspirin 80 mgr/hari
o   Memperbanyak istirahat
2.      Hipertensi dalam kehamilan berat:
a.       Dalam keadaan gawat darurat segera masuk rumah sakit.
b.      Istirahat dengan tirah baring kesatu sisi dalam suasana isolasi
c.       Pemberian obat-obatan untuk :
-          Menghindari kejang anti kejang
-          Pemberian infus dekstrose 5%
-          Pemberian antasida
d.      Tujuan :
-          Menghindari terjadi eklampsia
-          Menghindari komplikasi ibu :
Menghalangi kehamilan dengan metode nontraumetin :
o   Induksi persalinan
o   Seksio sesarea
(Manuaba, 2001)

2.2    Preeklampsia
2.2.1   Pengertian
Pre-Eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 kehamilan pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Jensen dkk, 2005).
Pre-Eklampsia Berat adalah peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg) yang sebelumnya normal , disertai proteinuria > 2,0 gram dalam 24 jam atau dengan reagen 2+ atau 3+. (varney, 2006)
Pre-Eklampsia Berat adalah timbulnya hipertensi disertai proteninuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001).
Pre-Eklampsia Berat adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Pre-Eklampsia Berat merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terjadi dengan trias, hipertensi, proteinuria, dan edema (Sarwono, 2005).

2.2.2   Etiologi
Apa yang menjadi penyebab Pre-Eklampsia Berat dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan.
Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
1.       Sebab bertambahnya frekuensi dan primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa.
2.       Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3.       Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.       Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.       Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.  
(Wiknjosastro, 2005).

2.2.3   Faktor-faktor Resiko Pre-eklampsia
1.      Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
2.      Usia < 18 atau > 35.
3.      Berat : > 50 kg atau gemuk.
4.      Adanya proses penyakit kronis diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah kolagen.
5.      Kehamilan molahidatidosa.
6.      Komplikasi kehamilan: kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin, polihidramnion.
7.      Pre-ekalmpsia pada kehamilan sebelumnya.
8.      Materi genetik baru.
 (Jensen, dkk. 2005).

2.2.4   Diagnosis
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya pre-eklampsi sukar dicegah, namun pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsi didasarkan atas dua dari trias tanda utama : hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan bila eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih buruk. Tiap kasus pre-eklampsi oleh sebab itu ditangani dengan sungguh-sungguh (Wiknjosastro, 2005)


2.2.5   Klasifikasi Pre-Eklampsia
Pre-Eklampsia digolongkan ke dalam Pre-Eklampsia Berat dan Pre-Eklampsia Ringan dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1.      Pre-Eklampsia Ringan
a.       Peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mmHg atau lebih, peningkatan tekanan darah diastolik sebesar ³ 15 mmHg atau hasil pemeriksaan sebesar 140/90 mmHg dua kali dengan jarak enam jam.
b.      Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/minggu selama trimester kedua dan ketiga atau peningkatan berat badan yang tiba-tiba sebesar 2 kg setiap kali.
c.       Proteinuria sebesar 300 mg/l dalam 24 jam.
d.      Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari dan kaki.
(Jensen, 2005)
2.      Pre-Eklampsia Berat
a.       Peningkatan tekanan darah menjadi ³ 160/110 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak enam jam pada ibu hamil yang beristirahat di tempat tidur.
b.      Kenaikkan berat badan sama dengan Pre-Eklampsia Berat ringan yaitu 0,5 kg/minggu.
c.       Proteinuria 5 sampai 10 gr/l dalam 24 jam.
d.      Edema umum, bengkak semakin jelas di mata, wajah, jari dan kaki.
e.       Oliguria : < 30 ml/jam atau 120 ml/4 jam.
f.       Keluhan subjektif :
1.      Nyeri epigastrium
2.      Gangguan pelinglihatan
3.      Nyeri kepala
4.      Edema paru dan sianosis
5.      Gangguan kesadaran
(Jensen, 2005)

2.2.6   Gejala-gejala Pre-Eklampsia Berat
Biasanya tanda-tanda Pre-Eklampsia Berat timbul dalam urutan : Pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklampsia Berat gejala-gejalanya adalah :
1.      Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ³ 110 mmHg.
2.      Peningkatan kadar : enzim hati/ikterus
3.      Trombosit < 100.000/mm3
4.      Oliguria < 400 ml/24 jam
5.      Proteinuria > 3 gr/liter
6.      Nyeri epigastrium
7.      Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
8.      Perdarahan retina
9.      edema pulmonum
(Amirudin, 2008)


2.2.7   Pencegahan Pre-Eklampsia Berat
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menunjukkan tanda-tanda dini Pre-Eklampsia Berat dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya                Pre-Eklampsia Berat dengan adanya faktor-faktor predisposisinya.
Penjelasan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan (Prawirohardjo, 2005).

2.2.8   Penatalaksanaan
1.      Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a.       Rawat inap di rumah sakit
b.      Bed rest dengan menurunkan akitifitas fisik
c.       Sering melakukan pengukuran TD (setiap empat jam kecuali tengah malam dan pagi hari).
d.      Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan protein dalam urin (untuk dievaluasi setiap dua hari), hematokrit, hitung trombosit, kadar kreatinin, urat dan fungsi hati (untuk dievaluasi dua kali seminggu).
e.       Evaluasi janin dengan USG (pada saat masuk rumah sakit dan setelah itu, dua minggu sekali).
f.       Keadaan janin dengan profil biofisika (NST dan indeks cairan ketuban dua kali seminggu).
g.      Pemberian anti hipertensi Methyl Dopa dan Nifedipin bila diastolik > 90. Hindari pemberian diuretik.
h.      Lahirkan bayi jika kandungan pasien telah cukup umur atau ketika terdapat tanda-­tanda ketidakstabilan ibu atau janin.
2.      Penatalaksanaan Pre Eklampsia berat
Pre-eklampsia biasanya memerlukan persalinan segera. Penatalaksanaan harus mencakup terapi berikut ini secara bersamaan:
a.       Profilaksis kejang
1.      Magnesium sulfat (MgSO4) intravena harus diberikan selama persalinan dan selama evaluasi awal pasien penderita pre-eklampsia berat.
2.      MgSO4 digunakan untuk menghentikan dan/atau mencegah konvulsi tanpa menyebabkan'dcpresi SSP umum untuk ibu maupun janin.
3.      MgSO4 tidak diberikan untuk mengobati hipertensi.
4.      Dosis awal: 4 gm MgSO4 diencerkan dalam 10 mL larutan cairan IV (Ringer laktat) selama 10 menit dengan tetesan IV lambat.
5.      Dosis jaga (maintenance): 1-2 gm/jam dengan tetesan IV lambat yang dimulai segera setelah dosis awal dan dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan atau setelah konvulsi terakhir.
6.      MgSO4 harus selalu diberikan dengan metode infus terkendali/ pantau untuk mencegah overdosis yang dapat bersifat letal.
7.      MgSO4 yang diberikan secara parenteral dibersihkan hampir secara total oleh ekskresi ginjal: keracunan magnesium dihindari dengan memastikan bahwa sebelum pemberian setiap dosis pasien memiliki:
a.       Output urin tidak kurang dari 30 mL/jam
b.      Refleks patela yang terjaga
c.       Kecepatan pemafasan di atas 12/menit
8.      Kalsium glukonat (1 gm IV yang disuntikkan selama beberapa menit) mungkin diberikan untuk antidot toksisitas MgSO4 jika toksisitas terjadi dan hanis terscdia.
9.      Konvulsi eklampsia hampir selalu dicegah oleh kadar magnesium plasma yang dipertahankan pada 4-7 mEq/L. Hilangnya refleks patelar dimulai dengan kadar plasma 10 mEq/L; henti nafas terjadi pada kadar 12-15 m Eq/L. Jika keduanya tidak terjadi, disarankan untuk memeriksa kadar MgSO4 secara periodik selama masa pemakaian obat.
b.      Terapi anti hipertensi
1.      Obat-obatan anti hipertensi menjaga agar perdarahan intrakranial pada ibu tidak terjadi.
2.      Terapi kronis hipertensi sedang tidak akan menunda laju penyakit, memperpanjang kehamilan atau menurunkan risiko kejang.
3.      Tekanan darah ibu tidak boleh diturunkan hingga lebih rendah dari 140/90 mmHg karena tekanan yang lebih rendah akan menurunkan perfusi utero-plasenta.
4.      Obat yang paling umum digunakan selama kehamilan:
a)      Nifedipine
-          Penghambat kanal kalsium, terutama efektif untuk periode pasca persalinan
-          10-20 mg setiap 6 sampai 8 jam. Pemberian sublingual tidak direkomendasikan karena efek vasodilator poten yang dimilikinya
-          Efek samping mencakup sakit kepala, aliran udara panas dan berdebar
b)      Labetalol atau Atenolol
-          Antagonis campuran alfa dan beta: dosis: 3-4 x 50 mg/ hari.
-          10-20 mg bolus intravena yang dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300 mg. Altematif lain, infus labetalol tanpa berhenti pada kecepatan l - 2 mg/jam dapat digunakan dan dititrasi sesuai dengan kebutuhan.
            (Farid W.Husain, 2009).



2.3    Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pre-Eklampsia Berat
1.      Faktor Riwayat Keturunan
Adanya faktor genetik pada keluarga itu mempunyai resiko mendapat hipertensi dan pre-eklampsia. Hal ini berkaitan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Seseorang dengan orang tua penderita hipertensi dan pre-eklampsia mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dan pre-eklampsia daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi dan pre-eklampsia. (Yeinmail, 2008).
Jika ada riwayat Pre-Eklampsia Berat dan eklampsia pada ibu atau nenek penderita, faktor resiko meningkat ± 25% (Suhimi, 2008).
2.      Umur
     Distribusi kejadian Pre-Eklampsia dan Eklampsia berdasarkan umur banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi perubahan-perubahan akibat penuaan organ-organ. Dengan begitu, kemungkinan untuk mendapat penyakit-penyakit dalam masa kehamilan yang berhubungna dengan umur akan meningkat, seperti penyakit darah tinggi (hipertensi), keracunan dalam kehamilan(Pre-Eklampsia dan Eklampsia), diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut risiko tinggi karena kemungkinan terjadinya hasil kehamilan yang buruk atau komplikasi pada ibu usia ini akan meningkat (Awanwati,2008)
3.      Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua. Primigravida tua resikonya lebih tinggi untuk Pre-Eklampsia Berat (Suhimi, 2008).
4.      Berat Badan/Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana berhubungan dengan peningkatan volume introvaskuler dan curah jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah. (Medika, 2002)
5.      Konsumsi Garam
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih kontroversial, tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi,  asupan garam yang banyak dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien hipertensi hendaknya mengkonsumsi        garam tidak lebih dari 100 m mol/hari (2,4 gram natrium, 6 gram natrium (Medika, 2002).
6.      Ras/Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih, karena pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sentifitas terhadap vasopresin lebih besar (Ingelheim, 2008).
7.      Aktivitas Olahraga
Hubungan antara olahraga dan hipertensi sangat bervariasi, olahraga aerobik dapat menurunkan tekanan darah pada individu yang sebelumnya bergaya hidup sendentary (hidup enak, malas olahraga) (Medika 2002).
8.      Tingkah Laku
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insiden terjadinya hipertensi dalam kehamilan (Suhimi, 2008).
9.      Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. Pada kehamilan molahidatidosa degenerasi trofoblas berlebihan dapat menyebabkan Pre-Eklampsia Berat. Pada kasus molahidatidosa, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada Pre-Eklampsia Berat (Suhimi, 2008).


Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive