FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
United Nations International Children’s Fund (UNICEF) menyatakan, terdapat sekitar 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. Kematian tersebut dapat dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran, tanpa harus memberikan makanan atau minuman tambahan pada bayi. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan oleh Journal Paediatrics, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara ekslusif (Journal Paediatrics, 2006).
Pemberian ASI secara ekslusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13% sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka kelahiran total 22/1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46/1000 kelahiran hidup. Maka jumlah bayi akan terselamatkan sebanyak 30 ribu, namun yang patut disayangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air hingga saat masih sangat rendah yakni antara 39% hingga 40% dari jumlah ibu yang melahirkan (Glikinis, 2006).
ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi lahir sampai sekitar usia 6 bulan (Sigit, 2003). Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal, WHO/UNICEF menetapkan global strategi nasional pemberian makanan bayi dan anak yaitu memberikan ASI dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan (Menkes, 2007).
Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum seperti yang diharapkan, bahkan akhir-akhir ini ada penurunan jumlah ASI eksklusif. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5 bulan. Yang lebih memprihatinkan 13% dibawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Media Indonesia, 2005).
Demi pengembangan sumber daya manusia bangsa negeri ini di masa mendatang, maka dipandang sangat perlu pemberian ASI eksklusif sejak dini hingga enam bulan, kalau perlu lebih sebab, pada tahun pertama akan menentukan hari depan seorang anak (Rachmi, 2005).
Hasil penelitian terhadap 1.000 bayi prematur membuktikan, bayi-bayi prematur yang mendapat ASI ekslusif mempunyai IQ lebih tinggi secara bermakna yaitu 8,3 poin lebih tinggi, sementara penelitian dr. Riva dkk, menunjukkan anak-anak usia 9,5 tahun yang ketika bayi mendapat ASI eksklusif ditemukan memiliki IQ mencapai 12,9 poin lebih tinggi (Mashura, 2007).
Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya untuk meningkatkan prilaku ibu yang memberikan ASI (air susu ibu) secara eksklusif pada bayinya sampai berumur 6 bulan saat ini masih rendah, yaitu kurang dari dua persen dari jumlah total ibu melahirkan, hal ini terjadi karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih kurang (Depkes, 2004).
Di Sumatera Selatan pada tahun 2004 dari 168.598 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 94.906 (56,29%). Hal ini masih jauh dibawah target Sumatera Selatan Sehat tahun 2008 maupun Indonesia Sehat 2010 sebesar 80% (Mirna, 2007).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Palembang tahun 2005 dengan jumlah 31.032 bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 27.607 (89,0%), tahun 2006 dengan jumlah 31.659 bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 26.516 (83,8%), dengan demikian adanya penurunan pemberian ASI eksklusif di kota Palembang (Dinkes Kota Palembang, 2006).
Di Puskesmas Ariodillah Palembang dari bulan Januari-Desember 2006 dengan jumlah 621 bayi yang diberikan ASI ekslusif hanya 540 (87,0%). Dari data ini cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Ariodillah sudah mencapai target Sumatera Selatan sebesar 80% (Dinkes Kota Palembang, 2006).
Soeparmanto (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi, diantaranya tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu, pekerjaan, umur ibu, sosial ekonomi, pertolongan pertama waktu melahirkan dan jumlah anak dalam keluarga.
Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi di Puskesmas Ariodilah Palembang Tahun 2008”.
1.2 Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008.
2. Diketahuinya hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008.
3. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008.
4. Diketahuinya hubungan antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2008.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan kebijaksanaan khususnya dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif untuk membentuk generasi penerus bangsa yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dimasa mendatang sehingga menyukseskan program gerakan nasional peningkatan pemberian ASI.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Dapat dijadikan masukan kepada para petugas kesehatan khususnya Bidan untuk lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang pemberian ASI eksklusif.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, informasi dan umpan balik bagi proses pembelajaran dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penelitian di masa yang akan datang serta menambah materi kepustakaan di Institusi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi. Adapun variabel yang diteliti yaitu pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif.
Objek penelitian ini adalah semua ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita berusia lebih dari 6 bulan sampai 2 tahun yang datang pada bulan Juni tahun 2008 ke Puskesmas Ariodillah Palembang. Pengumpulan data (variabel dependen dan independen) penelitian menggunakan data primer yang didapat dari wawancara langsung berstruktur dengan menggunakan data pertanyaan berupa kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Puskesmas Ariodillah Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Susu Ibu
2.1.1 Definisi
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat besi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes RI, 2003).
ASI merupakan makanan yang paling mudah dicerna bayi, meskipun sangat kaya akan zat gizi, ASI sangat mudah dicerna sistem pencernaan bayi yang masih rentan karena itulah bayi mengeluarkan lebih sedikit energi dalam mencerna ASI sehingga energi yang lain digunakan untuk kegiatan tubuh lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangan organ (Yahya, 2005).
Pada waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberi perlindungan baik secara aktif maupun pasif. Karena ASI tidak saja menyediakan perlindungan terhadap infeksi, tetapi juga merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi. ASI memberikan zat kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit serta ASI juga mengandung zat anti peradangan (Roesli, 2001).
2.1.2 Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin, tiroksin dan sebagainya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi :
1. Refleks Prolaktin
Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila ini dirangsang, timbul implus yang menuju hipotalamus selanjutnya kekelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelejar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI ditingkat alveoli dengan demikian mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusuan makin banyak pula produksi ASI.
2. Refleks Aliran (Let Down Reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil dan menyusui akan makin lancar (Sigit, 2003).
Let Down reflek dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir, rasa sakit dan kurang percaya diri. Beberapa tanda adanya refleks oksitosin :
1. Rasa diperas atau “tingling” pada payudara sebelum dan selama menyusui
2. ASI keluar bila ibu memikirkan bayinya atau mendengarkan tangisannya.
3. ASI menetes pada payudara yang lain bila bayi menetek.
4. Rasa sakit karena kontraksi rahim, kadang-kadang disertai dengan keluarnya darah waktu menyusui.
5. Isapan pelan dan dalam serta menelan menunjukkan ASI mengalir ke dalam mulut bayi. (Manajemen Laktasi, 2001).
2.1.3 Komposisi ASI
Komposis ASI sedemikian khusus, sehingga komposisi ASI dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda, misalnya komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan atau prematur berlainan dengan komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan, walaupun kedua ibu melahirkan pada waktu yang sama. Jadi komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayinya (Roesli Utami, 2001).
Tabel 2.1
Komposisi Kolostrum dan ASI Matur dibandingkan dengan Susu Sapi
Kolostrum Kolostrum
(hari 1-5) ASI Matur
(> 30 hari) Susu Sapi
Energi (koel/dl) 58,0 70,0 65,0
Lemak (g/dl)
Asam lemak tak jenuh
Rantai panjang
(% total lemak) 2,9
- 4,2
14 3,8
3
Protein (g/dl)
Kasein (g/dl)
Laktal bumil (g/dl)
Laktoferin (g/dl)
Ig A (g/dl) 2,3
0,5
-
0,5
0,5 0,9
0,4
0,3
0,2
0,2 3,3
2,5
0,1
Frace
0,003
Laktosa (g/dl)
Vitamin A (RE) (Ug/dl) 5,3
151 7,3
75 4,7
40
Kalsium (mg/dl)
Natrium (mg/dl)
Zat besi (mg/dl) 28
48
- 30
15
0,08 125
47
0,05
Sumber: Sigit, 2003
2.1.4 Perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari
1. Colostrum
a. Merupakan cairan pertama yang keluar dari kelenjar payudara dan keluar pada hari pertama sampai hari keempat sampai hari ketujuh.
b. Komposisinya selalu berubah dari hari ke hari.
c. Merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan lebih kuning dibandingkan susu matur.
d. Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang.
e. Lebih banyak mengandung protein, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dibandingkan ASI matur.
f. Mengandung zat anti infeksi 10-17 x lebih banyak dari ASI matur
g. Total energi lebih rendah jika dibandingkan ASI matur
h. Volume berkisar 150-300 ml/24 jam
2. ASI Transisi/Peralihan
a. Adalah ASI yang diproduksi pada hari ke-4 sampai 7 sampai hari ke-10 sampai 14.
b. Kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat.
c. Volume semakin meningkat
3. ASI Matur
a. Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya
b. Komposisi relatif konstan
c. Pada ibu yang sehat dan memiliki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik bagi bayi (Roesli, 2001).
2.1.5 Keunggulan ASI
a. Makanan alam (natural), ideal dan psikologik
b. Mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan bayi yang sangat cepat, yaitu pada bulan pertama berat badan dapat bertambah kira-kira 30%
c. Nutrien selalu diberikan dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan bebas dari kuman patogen
d. Mengandung zat anti (antibody) dan zat yang dapat mempercepat pembentukan kekebalan. ASI mengandung faktor zat anti yaitu: faktor SIg.A, laktoferin, lisosim, dan faktor bifidus). Faktor seluler terutama kolostrum dan ASI juga mengandung berbagai jenis hormon yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan susu yaitu hormon epidermal growth factor (EGF) dan prostaglandin.
Secara teoritis ASI tidaklah cukup mengandung kalori bagi pertumbuhan bayi yang normal setelah usia 3-6 bulan.
e. ASI mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu asam decosa hexaenoic yang sangat berguna untuk pertumbuhan sel saraf, axon dan dendrit sehingga pertumbuhan otak dan mata menjadi sempurna. Zat tersebut merupakan salah satu variabel sangat penting untuk meningkatkan IQ seseorang. Sebagaimana diketahui otak tumbuh dengan optimal sampai bayi berumur 2 tahun, sehingga dianjurkan bagi seorang ibu untuk menyusui bayinya sampai umur 2 tahun.
2.1.6 ASI cukup bila :
a. Berat badan waktu lahir telah tercapai kembali sekurang-kurangnya pada akhir 2 minggu setelah lahir dan selama itu tidak terjadi penurunan berat badan yang lebih dari 10%.
b. Kurve pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu, menunjukkan kenaikan berat badan sebagai berikut : selama triwulan ke 1: kenaikan berat badan 150-250 gr setiap minggu; selama triwulan ke-2: 500-600 gr setiap bulan; selama triwulan ke-3: 350-450 gr setiap bulan; selama triwulan ke-4: 250-350 gr setiap bulan; atau berat badan menjadi 2 kali lipat berat badan waktu lahir pada umur 4-5 bulan dan 3 kali lipat apda umur 1 tahun.
c. Kecukupan ASI dapat pula dirasakan oleh ibunya (subjektif), sebagai berikut: bayi tampak puas dan tidur nyenyak setelah menyusu dan ibu merasa perubahan tegangan pada payudara sebelum dan sesudah menyusu, dan merasakan pengaliran ASI yang cukup selama menyusui (Wiryo, 2002).
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan ASI bagi bayi
1. Faktor menyusui :
a. Tidak segera mulai menyusui setelah persalinan
b. Pelekatan yang salah dari bibir bayi ke payudara
c. Memberikan susu botol atau makanan tambahan lainnya
d. Tidak menyusui secara teratur. Anda perlu menyusui setidaknya lima atau enam kali sehari
e. Tidak menyusui di malam hari. Hal ini mengurangi pengeluaran prolaktin dan produksi ASI.
f. Menyusui pada waktu yang lebih singkat ketika Anda sibuk
g. Bayi mungkin tidak menyusu selama waktu yang dibutuhkan jika ia merasa tidak nyaman, misalnya merasa kepanasan.
h. Memberi empeng atau dot kepada bayi
2. Faktor ibu :
a. Kurangnya kepercayaan diri bahwa ia bisa memproduksi ASI yang cukup
b. Khawatir, stres, dan tegang
c. Pengeluaran ASI yang kurang lancar, dan payudara bengkak sebagai akibatnya, yang kebanyakan menyebabkan rasa sakit dan infeksi
d. Tidak bersedia menyusui bayinya
e. Kesehatan yang buruk, keletihan dan kelelahan
f. Kurangnya waktu atau dukungan dari anggota keluarga
g. Minum kontrasepsi oral yang mengandung estrogen
h. Minum obat yang mengurangi produksi ASI seperti obat-obatan yang mengandung diuretik (obat-obatan yang meningkatkan buang air kecil)
i. Kehamilan berikutnya dalam waktu setahun setelah persalinan sebelumnya
j. Kekurangan gizi yang parah
k. Merokok
l. Perkembangan payudara yang buruk
3. Kondisi Bayi
a. Infeksi apapun, seperti infeksi saluran kencing atau cacat lahir seperti kelainan jantung, dan lain-lain
b. Ketidakmampuan untuk mengisap dengan baik karena masalah dalam sistem saraf maupun keterbelakangan mental (Ramaiah, 2006).
2.2 ASI Ekslusif
2.2.1 Definisi
ASI ekslusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin (Depkes, 2003).
ASI ekslusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain (Purwanti, 2004).
2.2.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif
1. Manfaat untuk Bayi
a. Merupakan makanan alamiah yang sempurna
b. Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sempurna
c. Mengandung DHA dan AA yang bermanfaat untuk kecerdasan bayi
d. Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi (diare, batuk pilek, radang tenggorokan dan gangguan pernapasan)
e. Melindungi bayi dari alergi
f. Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar
g. Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dapat diberikan kapan saja dan dimana saja.
h. Membantu memperbaiki refleks menghisap menelan dan pernafasan bayi.
2. Manfaat untuk Ibu
a. Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi
b. Mengurangi perdarahan setelah persalinan
c. Mempererat pemulihan kesehatan ibu
d. Menunda kehamilan berikutnya
e. Mengurangi risiko terkena kanker payudara
f. Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap saat bayi membutuhkan
g. Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui
3. Manfaat untuk Keluarga
a. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan pelengkapannya
b. Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula, misalnya merebus air dan pencucian peralatan
c. Tidak perlu biaya dan waktu untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu formula
d. Mengurangi biaya dan waktu untuk pemeliharaan kesehatan ibu (Depkes RI, 2003)
4. Manfaat untuk Negara
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak
b. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit
c. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula
d. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa (Sigit, 2003)
2.2.3 Keuntungan bagi ibu bila memberi ASI secara eksklusif kepada bayi
1. Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng
2. Bayi tidak sering sakit
3. Mengurngi biaya untuk pemeliharaan kesehatan ibu dan bayi
(Depkes RI, 2003)
2.2.4 Langkah-langkah menyusui yang benar
1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
a. Ibu duduk atau berbaring santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
b. Bayi dipegang dengan satu tangan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak di lengan.
c. Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu di depan.
d. Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
e. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
f. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah, jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (Rooting Reflex) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting susu serta areola dimasukkan ke mulut bayi.
a. Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.
b. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi (Sigit, 2003)
Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar perhatikan :
a. Bayi tampak tenang
b. Badan bayi menempel pada perut ibu
c. Mulut bayi terbuka lebar
d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
e. Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang masuk
f. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
g. Puting susu ibu tidak terasa nyeri
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i. Kepala agak menengadah
2.2.5 Lama dan Frekuensi Menyusui
Sebaiknya bayi disusui secara nir jadwal (on demand) karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusui dengan jadwal yang teratur dan akan mempunyai pola tertentu 1-2 minggu kemudian (Suradi, 2003).
2.3 Faktor-Faktor yang Diteliti yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
2.3.1 Pendidikan Ibu
Berdasarkan hasil dari penelitian Soeparmanto (2001) pada tiga kelompok ibu menyusui yaitu kelompok pendidikan SD, tamat SD, tidak tamat SD, SLTP, SLTA dan D I atau lebih. Proporsi pemberian ASI eksklusif pada kelompok ibu tamat SD dan tidak tamat SD lebih rendah (65,9%) dibandingkan dengan proporsi pemberian ASI eksklusif pada kelompok ibu tamat SLTP dan SLTA (74, 7%) dan proporsi pemberian ASI eksklusif pada ibu tamat D I atau lebih sebesar (72,9%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditamatkan ibu mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
2.3.2 Pekerjaan Ibu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin (2006), pekerjaan berkaitan dengan pemberian ASI, ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat kesibukan bekerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja (IRT) mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya. Distribusi responden menurut jenis pekerjaan menunjukkan bahwa dari 86 responden sebagian besar sebagai ibu rumah tangga sebesar 94,2%. Sedangkan hanya 2,3% sebagai pegawai negeri. Ternyata proporsi ASI eksklusif pada ibu rumah tangga lebih besar dari pada ibu yang bekerja. Hasil ini menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan ibu mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
2.3.3 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan tentang ASI eksklusif adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang ASI Eksklusif yang meliputi pengertian, manfaat ASI Eksklusif, kolostrum serta manajemen laktasi yang dapat menunjang keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-12 bulan.
Dari penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek, diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui dari penelitian tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli Utami, 2000).
2.3.4 Umur Ibu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soeparmanto (2001), dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan umur ibu yaitu kelompok umur < 20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun dan 41 atau lebih. Proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur < 20 tahun sebesar (67,4%), proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur 21-30 tahun sebesar (69,5%), proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur 31-30 tahun sebesar (67,7%) dan pada umur 41 atau lebih sebesar (64,4%). Disimpulkan bahwa semakin bertambah umur ibu semakin kecil proporsi menyusui ASI eksklusif, hasil ini menunjukkan bahwa umur ibu mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
2.4 Faktor-Faktor yang Tidak Diteliti yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
2.4.1 Status Ekonomi
Hasil penelitian yang dilakukan Purnamawati (2003) yang menunjukkan bahwa pada sosial ekonomi rendah memliki peluang 4,6 kali untuk memberiak ASI dibandingkan ibu dengan sosial ekonomi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ibu memiliki sosial ekonomi tinggi maupun sosial ekonomi rendah tidak mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian ini ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah tetap memberi susu formula dan memberikannya kepada bayi mereka kemudian susu formula yang diberikan kepada bayi tersebut mengalami pengeceran yang salah yang tidak sesuai dengan ketentuan cara penyajian sehingga kandungan gizi yang ada pada susu formula tersebut kurang lengkap.
2.4.2 Jumlah Anak dalam Keluarga
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Soeparmanto (2001), ibu yang mempunyai 1-2 anak mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 10 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak mempunyai anak sejumlah itu. Jadi proporsi pemberian ASI eksklusif oleh ibu berhubungan dengan jumlah anak dalam keluarga.