BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka
Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi sampai saat ini. Penyebab kematian
tertinggi adalah perdarahan, keracuan kehamilan dan infeksi. Salah satu dari
beberapa faktor tidak langsung penyebab kematian ibu adalah anemia. Pada wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan
(Notobroto, 2003).
Organisasi
Kesehatan Dunia World Health Organization
(WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal akibat
kematian/persalinan selama kehidupannya. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan
1:10 meninggal akibat kehamilan/persalinan selama kehidupannya, di Afrika 1:14,
sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6.366 (Prawirohardjo, 2002).
Menurut
WHO, kejadian anemia hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menempatkan Hb
11 gr% sebagai alasan. Selain itu di daerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil
dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak
yang berdekatan dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi
rendah (Manuaba, 1998).
Di
seluruh dunia frekuensi dalam kehamilan cukup tinggi berkisar antara 10% dan
20%. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong
frekuensi anemia dalam kehamilan setinggi (18,5%), Pseudoanemia (57,9%) dan
wanita hamil dengan Hb 12 gr/100 ml atau lebih yaitu
sebanyak (23,6%), Hb rata-rata 12,3 gr/100 ml dalam trimester I, 11,3 gr/100 ml
dalam trimester II dan 10,8 gr/100 ml dalam trimester III (Prawirohardjo,
2005).
Di
Indonesia, dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data
Biro Pusat Statistik (BPS) didapatkan angka kematian ibu mengalami penurunan
sebesar 307 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan target AKI yang ingin
dicapai pada tahun 2010 sebesar 125 per 100 ribu kelahiran hidup (Azwar, 2003).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia. Selain itu keadaan ibu sejak pra hamil dapat berpengaruh terhadap
kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu adalah anemia defisiensi zat
besi kronik dan keadaan “4T” (terlalu muda bila umur ibu di bawah 20 tahun,
terlalu tua bila umur ibu di atas 35 tahun, terlalu sering jika jarak
persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun, terlalu
banyak bila jumlah anak lebih dari 4) (Syaifudin, 2002).
Di Sumatera Selatan Angka Kematian Ibu (AKI) juga masih
tinggi, pada tahun 2006 lalu menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) AKI
Sumatera Selatan mencapai 424 per 100 ribu kelahiran hidup (Ardiansyah, 2006)
dan di kota Palembang sendiri berdasarkan laporan indikator database 2005 UNFPA
tercatat 317 per 100 ribu kelahiran hidup lebih rendah dari AKI Sumsel,
sedangkan AKI Nasional hanya 307 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka tersebut
masih berada jauh di atas target Indonesia Sehat 2010 yang menargetkan
penurunan AKI menjadi 125 per 100 ribu kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Anemia
lebih sering dijumpai dalam kehamilan, hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan
dalam darah dan sumsum tulang belakang (Winkjosastro, 2002).
Berdasarkan
laporan kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Sundari (2007), di
Puskesmas Swakelola Merdeka Palembang tahun 2006, dari jumlah ibu hamil 2033
orang terdapat ibu hamil yang anemia sebanyak 225 orang dan pada bulan Januari
sampai dengan Maret tahun 2007, dari jumlah ibu hamil sebanyak 417 orang yang
menderita anemia sebanyak 26 orang.
Prevalensi
anemia pada ibu hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak
penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih
besar dari 50% (Notobroto, 2007).
Penyebab
timbulnya anemia pada ibu hamil erat hubungannya dengan pendidikan dan umur
kehamilan ibu (Desvia, 2007). Sedangkan menurut penelitian Amiruddin (2004),
adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil yaitu jarak
kehamilan dan umur ibu hamil.
Berdasarkan
data di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam
penelitian yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Ibu
dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Dempo Kota Palembang tahun
2007”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah
ada hubungan antara tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Dempo
Kota Palembang tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui
hubungan antara tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu dengan kejadian anemia dalam kehamilan di Puskesmas Dempo
Kota Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan
tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia dalam kehamilan di Puskesmas
Dempo Kota Palembang tahun 2007.
2.
Diketahuinya hubungan
pekerjaan ibu dengan kejadian anemia dalam kehamilan di Puskesmas Dempo Kota
Palembang tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penulis
1.
Sebagai salah satu
wadah mengaplikasikan ilmu yang didapat diperkuliahan.
2.
Sebagai pra-syarat
untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb).
1.4.2 Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi perpustakaan Akademi Kebidanan
Budi Mulia Palembang dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang
kejadian anemia dalam kehamilan.
1.4.3 Bagi Institusi
Kesehatan
Hasil
penelitian ini diharapkan menjadi masukan sebagai panduan bagi petugas kesehatan yang berada di Puskesmas Dempo
Kota Palembang tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Kehamilan
Masa
kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari
hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2002 : 89).
Kehamilan adalah pertemuan antara sperma dan ovum yang
disebut zygot. Dimana zygot akan bernidasi pada uterus yang kemudian terjadi
pembelahan dan perkembangan (Manuaba, 1998).
Kehamilan dibagi atas 3 bulan (Trimester), yaitu :
1.
Kehamilan Triwulan I antara
0-12 minggu.
2.
Kehamilan Triwulan II antara
12-18 minggu.
3.
Kehamilan Triwulan III antara
28-40 minggu.
2.2
Anemia
2.2.1
Pengertian Anemia
Suatu keadaan dimana kadar Haemoglobin (Hb) dalam sel
darah merah kurang. Normalnya kadar
haemoglobin dalam darah seseorang sekitar 12 gr/100 ml. Bila kadar
haemoglobin dalam sel darah berkisar 9-11 gr/100 ml, penderita digolongkan
menderita anemia ringan. Sedangkan bila kadar haemoglobin 6-8 gr/100 ml berarti
penderita mengalami anemia sedang. Bila kadar haemoglobin kurang dari 6 gr/100
ml penderita digolongkan ke dalam anemia berat. Ibu hamil anemia jika kadar
dalam darahnya kurang dari 11 gr% dan berisiko tinggi jika kurang dari 8 gr%
(Winkjosastro, 2005).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin di bawah 11 gr%
pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin,
2002).
2.2.2
Gejala dan Tanda Anemia
1.
Lelah dan mengantuk.
2.
Pusing
3.
Lemah
4.
Sakit kepala
5.
Rasa tidak enak di lidah
6.
Kulit pucat
7.
Kuku tangan pucat
8.
Hilang nafsu makan
9.
Mual dan muntah
(Varney, 2004)
2.2.3
Penyebab Anemia
1.
Kurang gizi (mal nutrisi).
2.
Kurang zat besi dalam diet.
3.
Malabsorpsi.
4.
Kehilangan darah yang banyak
adalah, persalinan yang lalu, haid dan lain-lain.
5.
Penyakit-penyakit kronik : TBC,
paru-paru, cacing usus, malaria.
(Mochtar, 1998)
2.2.4
Penggolongan Anemia
1.
Anemia Defisiensi Besi
(kekurangan zat besi).
Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Kekurangan ini dapat disebabkan kurang masuknya unsur besi dengan makanan,
karena gangguan reabsorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya
zat besi keluar dari badan, misalnya pada pendarahan (Prawirohardjo, 2005).
2.
Anemia Megaloblastik
(kekurangan Vit. B12).
Anemia megaloblastik biasanya
berbentuk makroetik atau pernisiosa, penyebabnya adalah karena kekurangan asam
folat. Jarang sekali akibat kekurangan Vit. B12
biasanya karena mal nutrisi dan infeksi yang kronik (Mochtar, 1998).
3.
Anemia Hemolitik (pemecahan
sel-sel darah merah lebih cepat dari pembentukan).
Anemia hipolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, maka anemianya biasanya terjadi lebih berat (Prawirohardjo,
2005).
4.
Anemia Hipoplastik (gangguan
pembentukan sel-sel darah).
Anemia pada wanita hamil yang
disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru yang dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan (Prawirohardjo, 2005).
2.2.5
Pengaruh Anemia
1.
Pengaruh Terhadap Kehamilan
Pengaruh anemia dalam kehamilan
dapat terjadi abortus, partus prematurus, pertumbuhan janin terhambat, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis, molahidatidosa, hipertensi
gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (Manuaba, 1998).
Wanita hamil yang memiliki kadar Hb
kurang dari 10gr% disebut menderita anemia
dalam kehamilan. Anemia pada kehamilan atau kekurangan kadar haemoglobin
dalam darah dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat
mengakibatkan abortus, partus prematurus, paritas lama karena inertia,
intra partum maupun post partum (Winkjosastro, 2005: 450).
Pada kehamilan relatif terjadi
anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan
peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncak kehamilan 32 sampai 34 minggu.
Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan Hb sekitar 19%. Bila Hb ibu
sebelum hamil sekitar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan
mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%
(Manuaba, 1998).
2.
Pengaruh Terhadap Janin
a.
Abortus.
b.
Persalinan prematuritas tinggi.
c.
Berat bayi lahir rendah.
d.
Dapat terjadi cacat bawaan.
e. Bayi mudah terkena infeksi sampai
kematian perinatal.
(Manuaba, 1998)
3.
Pengaruh Terhadap Persalinan
a.
Gangguan his.
b.
Kala pertama dapat berlangsung
lama, sehingga dapat melakukan dan memerlukan tindakan operasi kebidanan.
c.
Kala uteri dapat diikuti
retensi plasenta dan perdarahan postpartum karena terjadi atonia uteri.
d.
Kala IV dapat terjadi infeksi.
(Manuaba, 1998)
4.
Pengaruh Terhadap Nifas
a.
Subinvalusi rahim.
b.
Daya tahan terhadap infeksi dan
stres kurang.
c.
Produksi ASI rendah.
(Manuaba, 1998)
2.2.6
Pencegahan Anemia
Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan 4
(empat) pendekatan yaitu :
1.
Pemberian tablet besi atau
suntikan zat besi.
2.
Pendidikan dan upaya yang ada
peningkatannya dengan peningkatan asupan zat besi melebihi makanan.
3.
Pengawasan penyakit infeksi.
4.
Portikari makanan pokok dengan
zat besi.
(Arisman, 2004)
2.3
Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
2.3.1
Variabel yang Diteliti
1.
Pendidikan
Menurut Notoatmodjo dalam Sundari (2007),
tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempengaruhi
tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan
lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka
yang tidak berpendidikan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu
menghadap suatu tantangan dengan rasional.
Fitrah dalam Ristayanti (2007), menyatakan
bahwa pendidikan ibu mempengaruhi dalam pemilihan dan pengolahan bahan pangan.
Hal ini terbukti pada prevalensi anemia wanita usia subur tertinggi dijumpai
pada tingkat pendidikan SD dan SLTP sebesar 19,6%.
Menurut Kuncoroningrat dalam Andriani
(2005), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perlakunya
terhadap pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
perubahan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima
informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya makin
rendah atau kurang pendidikan seseorang akan menghambat perkembangan sikap
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Elisabeth, 2007).
Sebagian besar anemia pada ibu hamil tergolong
anemia kekurangan gizi, melalui pendidikan pada ibu diharapkan anemia dapat diturunkan antara lain dengan
cara menjarangkan kehamilan, meningkatkan kesejahteraan diri dan lingkungan,
melakukan antenatal intensif dan memberikan vitamin serta preparat ferum
(Manuaba, 1998).
Djaja dalam Octavianty (2004), menyatakan
bahwa ibu yang tidak sekolah 5,1% menderita anemia berat dan 73,9% menderita
anemia ringan, sedangkan pada ibu yang tamat SLTP 1,4% menderita anemia berat
dan yang menderita anemia ringan 57,5% (Ristayani, 2007).
2.
Pekerjaan
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Husaini, dkk (2003), melaporkan bahwa dikalangan tenaga kerja wanita
30-40% menderita anemia dan hasil studi di Tanggerang tahun 1999 menunjukkan
prevalensi anemia pada pekerja wanita 69%. Pekerja
yang menderita anemia dari hasil penelitian produktivitasnya 20% lebih
rendah dari para pekerja yang sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita tahun 1985 didapatkan 15% pekerja wanita
kekurangan energi dan protein yang menyebabkan pekerja menjadi lambat berpikir,
lambat bertindak dan cepat lelah.
Variabel yang tidak
Diteliti
1.
Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan reproduksi
menyangkut pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda
dan cara mengatasi anemia pada ibu hamil diharapkan dapat mencegah ibu hamil
dari anemia (Nina Herlina, 2006).
2.
Umur Ibu
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada ibu di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun (Sarwono,
2005).
Umur seorang ibu berkaitan dengan
alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35
tahun. Kehamilan di usia < 20
tahun dan di atas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan di
usia < 20 tahun cara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil,
mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan
kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama
kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran
penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia
ini (Ridwan, 2004).
3.
Status Ekonomi
Pada beberapa pengamatan menunjukkan
bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat adalah kekurangan zat besi,
banyak dijumpai di daerah pedesaan dengan mal nutrisi atau kekurangan gizi
kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan dan ibu hamil dengan
pendidikan yang rendah serta tingkat sosial ekonomi rendah (Manuaba, 1998).
4.
Frekuensi Pemeriksaan Antenatal
Care
Antenatal care adalah pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga medis meliputi pemeriksaan
kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan
selama kehamilan. Sekitar 83,6% responden
mengalami anemia dengan antenatal care sebagian besar kurang dari 4 kali
(Amiruddin, 2004).