BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut World
Health Organization (WHO) jumlah kematian ibu berkisar 500.000 persalinan
hidup, sedangkan jumlah kematian perinatal sekitar 10 juta orang, angka
kematian ibu (AKI) dapat diturunkan menjadi 300.000 orang, jika ibu hanya
mempunyai 3 orang anak saja, sedangkan angka kematian perinatal (AKP) menjadi
5.600.000 orang dalam persalinan hidup. Dari jumlah kematian ibu dan perinatal
tersebut, sebagian besar terjadi di negara berkembang karena kekurangan
fasilitas, keterlambatan pertolongan dan keadaan sosial ekonomi dan pendidikan
masyarakat rendah (Manuaba, 2008: 346).
Mortalitas dan morbiditas pada ibu hamil dan bersalin
merupakan masalah besar di negara-negara berkembang, negara miskin sekitar
25-50% kematian wanita usia subur disebabkan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita
pada masa puncak produksinya. Tahun 1996, World
Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 pertahunnya
meninggal saat hamil dan persalinan (Saifuddin, 2006: 3).
Angka kematian
ibu (AKI) dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515.000 jiwa
setiap tahun, hampir 99% dari angka kematian terjadi di negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS) didapatkan angka kematian ibu pada
tahun 1994 sebesar 390 per 100 ribu kelahiran hidup. Pada tahun 2003 angka
kematian ibu mengalami penurunan sebesar 370 per 100 ribu kelahiran hidup,
sedangkan target AKI yang ingin dicapai pada tahun 2010 sebesar 125 per 100
ribu kelahiran hidup (Nugraha, 2007). Sedangkan kematian ibu dalam komplikasi
kehamilan dan persalinan di
Sumatera Selatan pada tahun 2006 tercatat 424 per 100 ribu kelahiran hidup
(Ardiansyah, 2006), dan di Kota Palembang sendiri berdasarkan laporan indikator
database 2005 UNFA tercatat 317 per 100 ribu kelahiran hidup, lebih rendah dari
AKI Sumsel, sedangkan target yang diharapkan pada tahun 2010 sebesar 125 per
100 ribu kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Kematian ibu artinya kematian seorang wanita pada saat
hamil atau kematian yang terjadi dalam kurun waktu 42 hari sejak berhentinya
Kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat bersalin. Tetapi bukan
disebabkan kecelakaan. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia dan
negara-negara lain hampir sama, di antaranya akibat perdarahan (28%), eklampsia
(24%), infeksi (11%), akibat persalinan lama (5%), dan abortus (5%). Perdarahan
penyebab utama kematian ibu (Depkes, 2006). Setiap tahun terdapat 5,2 juta ibu
melahirkan di Indonesia dan 15 ribu kematian ibu di antaranya mengalami
komplikasi yang mengakibatkan kematian (Nugraha, 2007).
Salah satu komplikasi kehamilan di antaranya adalah
hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual muntah berlebihan, kehilangan
berat badan dan gangguan keseimbangan elektrolit terjadi 1-2% pada kehamilan
umumnya berlangsung hingga ke-20 minggu usia kehamilan dengan mual yang tidak
terkendali serta muntah-muntah hampir 20 kali per hari (Wannabe, 2007).
Keluhan
mual muntah dialami mayoritas ibu hamil, menurut Indra Anwar dari RS Bunda
Jakarta memastikan sekitar 50-70% ibu mengalaminya, keluhan ini dikatakan wajar
pada usia kehamilan 8-12 minggu dan berkurang secara bertahap hingga berhenti
usia kehamilan 16 minggu, tidak sedikit ibu hamil yang masih mengalami mual
muntah sampai trimester ketiga (Imam, 2008). Kurang lebih 66% wanita trimester
pertama mengalami mual-mual dan 44% mengalami muntah-muntah. Insiden Hyperemesis Gravidarum 4:1.000 kehamilan
sindrom ini ditandai mual muntah yang sering disebabkan menurunnya asam HCl
lambung dan hipokalemia (Sastrawinata, 2005: 64).
Hyperemesis Gravidarum terjadi 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida satu diantara 1000 kehamilan, gejala-gejala ini terjadi lebih
berat perasaan mual disebabkan karena meningkatnya kadar estrogen dan HCG dalam
serum gejala mual dan muntah berlangsung sampai 4 bulan dimana pekerjaan
sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Winkjosastro,
2005: 275).
Hyperemesis
Gravidarum dapat menyebabkan dehidrasi, turgor
kulit berkukarang, hiponatremia dan selanjutnya terjadi hemokosentrasi hingga
aliran darah kejaringan berkurang maka harus diatasi, hilang kan rasa takut
karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta hilangkan masalah dan konflik yang
kiranya menjadi latar belakang penyakit ini karena Hyperemesis Gravidarum dapat
mempengaruhi kesehatan ibu dan perkembangan janin (Widnyana, 2007).
Berdasarkan data medical record di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang angka
kematian ibu yang mengalami Hyperemesis
Gravidarum pada tahun 2005 terdapat 48 orang dari 675 ibu hamil, pada tahun
2006 terdapat 62 orang dari 964 dan pada tahun 2007 terdapat …… orang dari …..
ibu hamil yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan Hyperemesis
Gravidarum diantaranya adalah primigravida, molahidatidosa dan
kehamilan ganda, dan faktor psikologis seperti keretakkan rumah tangga, status
ekonomi yang rendah (Winkjosastro, 2005: 275).
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
meneliti “Hubungan antara paritas, umur, dan pendidikan ibu dengan Kejadian Hyperemesis Gravidarum di Instalasi
Rawat Inap Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2007”.
1.2
Rumusan Masalah
Masih tingginya kejadian Hyperemesis Gravidarum (6,32%), apakah ada hubungan antara paritas,
umur, dan pendidikan ibu dengan kejadian hiperemesis gravidarum yang dirawat
inap di Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun
2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara paritas, umur, dan pendidikan ibu
dengan kejadian Hyperemesis Gravidarum
yang dirawat inap di Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui hubungan
antara paritas ibu dengan kejadian hyperemesis
gravidarum yang dirawat inap di Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2.
Untuk mengetahui hubungan
antara umur ibu dengan kejadian hyperemesis
gravidarum yang dirawat inap di Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
3.
Untuk mengetahui hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian hyperemesis
gravidarum yang dirawat inap di Zaal Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman peneliti mengenai hiperemesis gravidarum serta sebagai salah satu
pra syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Akademi Kebidanan Budi Mulai
Palembang.
1.4.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
(RSMH)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohamma Hoesin Palembang serta dapat memberikan konseling
untuk mengantisipasi terjadinya hiperemesis gravidarum pada ibu hamil.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai umpan balik dalam proses pembelajaran hingga dapat menunjang
pengetahuan dan wawasan peserta didik serta dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini semua ibu hamil yang dirawat di Zaal
Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Palembang tahun 2007.
Sedangkan variabel yang diteliti adalah
paritas, umur, dan pendidikan ibu dengan kejadian Hyperemesis Gravidarum.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survei analitik
dengan pendekatan Cross Sectional yang menggunakan data sekunder.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Hyperemesis
Gravidarum
2.1.1 Definisi
Hyperemesis
Gravidarum adalah mual muntah berlebihan sehingga
menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan hidupnya
(Manuaba, 2001: 397).
Hyperemesis
Gravidarum adalah mual dan muntah yang berkelanjutan
sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan menimbulkan kekurangan cairan dan
terganggunya keseimbangan elektrolit (Bagus, 2008).
Hyperemesis
Gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur
kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum
dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat
badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit Appendisitin,
plelitis dan sebagainya (Maternitas, 2007).
Hyperemesis
Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan
sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari dan bahkan dapat
membahayakan hidup ibu hamil (Manuaba, 2008: 55).
2.1.2 Etiologi
Etiologi
Hyperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor predisposisi yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Faktor adaptasi dan hormonal
Pada waktu hamil yang
kekurangan darah lebih sering terjadi Hyperemesis Gravidarum dapat
dimasukkan dalam ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan
anemia, primigravida, hamil ganda, dan molahidatidosa.
b. Masuknya vili khorialis
dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
Akibat hamil serta
registensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor
organik.
c. Alergi sebagai salah satu
respon dari jaringan ibu terhadap anak juga disebut sebagai faktor organik.
d. Faktor psikologik memegang
peranan penting pada penyakit ini seperti keretakan rumah tangga, kehilangan
pekerjaan yang dapat memperberat mual dan muntah.
(Wiknjosastro, 2005: 275)
2.1.3 Patologi
Dari
bedah mayat dan otopsi pada wanita yang meninggal akibat Hyperemesis
Gravidarum menunjukkan bahwa menunjukkan terjadinya kelainan pada
organ-organ tubuh dan juga ditemukan pada malnutrisi oleh bermacam sebab :
1.
Hepar
Pada
Hyperemesis Gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak
sintrolobuler, kelainan lemak dan menyebabkan kematian dan dianggap sebagai
muntah yang terus-menerus, dan penderita meninggal karena Hyperemesis
Gravidarum menunjukkan mikroskopik hati yang normal.
2.
Jantung
Jantung
atropi lebih kecil dari biasa dan beratnya sejalan dengan lamanya penyakit,
kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
3.
Otak
Terdapat
bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensupalopati
wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil di daerah karpora mamilaria ventrikel
ketika dan keempat).
4.
Ginjal
Tampak
pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontorti.
(Prawirohardjo, 2005:
276)
2.1.4 Fatofisiologi
Perasaan
mual dan muntah akibat kadar estrogen meningkat, mual dan muntah terus-menerus
dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, hipokioremia, penurunan klorida
urin, selanjutnya terjadi hemokosentrasi yang mengurangi perfusi darah ke
jaringan dan menyebabkan tertimbunnya zat organik, hipoklemia akibat muntah dan
ekspresi yang berlebihan menambah frekuensi muntah dan merusak hepar, selaput
lendir esofagus dan lambung dapat robek sehingga terjadi perdarahan
gastrointestinal (Masjoer, 2001: 259).
Ada
yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat kadar estrogen meningkat,
oleh karena itu keluhan ini terjadi pda trimester pertama mungkin berasal dari
sistem syaraf atau akibat kekurangan pengosongan lambung. Penyesuaian dapat
terjadi pada kebanyakan wanita hamil meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan. Hyperemesis Gravidarum merupakan komplikasi
mual dan muntah pada kehamilan muda bila terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkosis
hipokeremik disamping pengaruh hormonal (Winkjosastro, 2005: 276).
2.1.5 Gejala dan Tanda Hyperemesis Gravidarum
Batas
jelas antara mual dan muntah yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan Hyperemesis
Gravidarum.
Menurut
gejala-gejala Hyperemesis Gravidarum dapat dibagi menjadi 3 tingkat :
1.
Tingkat I
Muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan penderita, ibu
merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, sistol menurun, turgor kulit
mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
2.
Tingkat II
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit mengurang,
dan lidah mengering tampak kotor, berat badan menurun, mata cekung, tensi turun
aseton dapat tercium dari aroma pernafasan, karena mempunyai aroma yang khas
dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3.
Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan
samnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi patal terjadi pada susunan syaraf yang dikenal sebagai ensepalopati
wernicke, dengan gejala : nistagmus, diplopia dan perubahan mental
hal ini diperhatikan karena sangat kekurangan zat-zat makanan, termasuk vitamin
B komplek.
(Winkjosastro, 2005:
277)
2.1.6 Diagnosis
Dari
anamnesis didapatkan amenore, tanda kehamilan muda dan muntah terus-menerus
pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis sampai koma,
nadi meningkat sampai 100 x/m, suhu meningkat, dan tekanan darah menurun dan
ada tanda dehidrasi (Mansjoer, 2001: 260).
2.1.7 Pencegahan Hyperemesis Gravidarum
Pencegahan
terhadap Hyperemesis Gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan
memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan
gejala fisiologik pada kehamilan mudah dan akan hilang setelah kehamilan 4
bulan, menganjurkan mengubah pola makan sehari-hari dengan porsi kecil tetapi
lebih sering, waktu bangun pagi jangan langsung turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat, makanan yang
berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindari. Makanan dan minuman sebaiknya
disajikan dalam keadaan panas atau hangat dingin.
Menghindarkan karbonhidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula (Wiknjosastro, 2005: 278).
2.1.8 Penanganan
Prinsip
pencegahan Hyperemesis Gravidarum dengan memberikan penerapan tentang
kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses fisiologik, memberikan keyakinan
bahwa mual muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan
hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengubah porsi makan dengan jumlah kecil,
tetapi lebih sering dianjurkan makan roti kering atau biskuit dengan teh manis
hangat, jauhi makan banyak minyak atau berbau lemak, sebaiknya makanan atau
minuman disajikan dalam keadaan panas atau hangat dingin. Oleh karena itu
anjurkan makanan yang banyak mengandung gula (Winkjosastro, 2005: 278).
Apabila
cara di atas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan,
tetapi tidak memberikan obat yang teratogen sedativa yang sering diberikan
adalah phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah B1 dan B6
anti histaminika juga dianjurkan seperti dramamin, avomin penanganan Hyperemesis
Gravidarum yang berat perlu dikelola di rumah sakit (Prawirohardjo, 2005:
278).
2.1.9 Penatalaksanaan Hyperemesis Gravidarum
Pengobatan
yang baik pada Emesis Gravidarum sehingga dapat mencegah Hyperemesis
Gravidarum, tapi bila keadaan muntah berlebihan dan dehidrasi ringan penderita
sebaiknya dirawat, dengan konsep pengobatan yang dapat diberikan sebagai
berikut :
a.
Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang terang, tetapi cerah dan
peredaran udara yang baik, alat cairan yang keluar masuk hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita sampai muntah berhenti dan
penderita mau makan, kadang-kadang dengan isolasi saja gejala akan berkurang
tanpa pengobatan.
b.
Terapi Psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan, berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,
normal dan fisiologis jadi tidak perlu takut dan khawatir, hilangkan rasa takut
karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta hilangkan masalah dan konflik yang
kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
c.
Cairan Parenteral
Setelah diagnosis dipastikan penderita diberikan cairan parenteral
yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein glukosa 5% dalam cairan garam
fisiolgis sebanyak 2-3 liter sehari.
Selanjutnya diberikan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C, bila
kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena. Dibuat daftar
kontrol cairan yang masuk dan keluar, air kencing perlu diperiksa terhadap
protein, asetion, khorida dan bilirubin, suhu nadi perlu diperiksa setiap 4
jam, tekanan darah 3 x sehari. Dilakukan pemeriksaan hemaltrokrit pada
permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pertama penderita
tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan
minuman dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.
d.
Menghentikan Kehamilan
Pada sebagian kecil terapi tersebut diatas keadaan penderita tidak
bertambah baik, bahkan mundur, di Uresis tidak bertambah malahan berkurang,
asetunuria tetap ada, nadi bertambah cepat dan suhu menaik. Dalam keadaan
demikian perlu pertimbangan untuk mengakhiri kehamilan, keputusan untuk
melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena itu di satu pihak
tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu
sampai terjadi gejala, reversibel pada organ vital.
2.1.10 Prognosis
Dengan
penanganan yang baik prognosis Hyperemesis Gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkat yang
berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin (Wiknjosastro, 2005:
279).
2.2
Faktor-faktor yang
Diteliti berhubungan dengan Kejadian Hyperemesis Gravidarum
2.2.1 Paritas
Mual
dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Jumlah
kehamilan 2-3 (multi) merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal (Winkjosastro, 2006).
Penyebab
hyperemesis belum diketahui secara pasti. Telah diketahui beberapa
faktor prodisposisi terjadinya Hyperemesis Gravidarum yaitu wanita hamil
dengan anemia, primigravida, kehamilan ganda dan molahidatidosa (Setiawan,
2006).
2.2.2 Umur Ibu
Hamil pada usia muda merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya Hyperemesis Gravidarum.
Dalam kurun waktu reproduksi sehat bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih
tinggi daripada kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Hal ini disebabkan menurunnya
fungsi organ reproduksi wanita (Winkjosastro, 2005).
2.2.3 Pendidikan
Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku terhadap pola hidup dalam
memotivasi untuk siap berperan serta dalam perubahan kesehatan. Rendahnya pendidikan
seseorang makin sedikit keinginan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, dan
sebaliknya makin tingginya pendidikan seseorang, makin mudah untuk menerima
informasi dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Rahmadewi, 2002: 219).
Pendidikan
merupakan faktor predisposisi adalah faktor yang ada dalam individu seperti
pengetahuan, sikap terhadap kesehatan serta tingkat pendidikan. Dimana untuk
berprilaku kesehatan misalnya (pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil) diperlukan
pengetahuan tengang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri
maupun bagi janinnya (Sumijatun, dkk, 2006: 122).