BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker
merupakan buah dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan
tidak terkontrol. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk
benjolan yang disebut tumor atau kanker. Kanker payudara termasuk diantara
penyakit kanker yang paling banyak diperbincangkan karena keganasannya yang
seringkali berakhir dengan kematian (Relief, 2008).
Jumlah penderita kanker payudara di seluruh dunia terus
mengalami peningkatan, baik pada daerah insiden tinggi di negara-negara barat
maupun insiden rendah seperti banyak di daerah Asia (Purwoastuti, 2008: 13).
Menurut World
Health Organization (WHO), setiap tahunnya kanker payudara meningkat
sebanyak 20%. Dalam satu tahun itu, terdapat lebih dari satu juta penderita kanker
payudara. “Kanker payudara merupakan silent
killer, yang membunuh secara perlahan-lahan tanpa diketahui kapan mulai
menginfeksi tubuh” (Sutjipto, 2005).
Angka insiden tertinggi kanker
payudara dapat ditemukan di Amerika Serikat yaitu mencapai lebih dari 100 kasus
setiap tahun, begitu juga di Eropa Barat (Swiss) angkanya berkisar 73,5 kasus
per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Sebaliknya dari 100.000 penduduk per
tahun untuk kawasan Asia masih berkisar antara 10-20 kasus, seperti di Jepang
ditemukan 17,6 kasus, Kuwait
17 kasus dan Cina di bawah 10 kasus (Purwoastuti, 2008: 14).
Menurut
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9
dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Data Profil
Kesehatan RI (1995) menunjukkan bahwa angka proporsi kanker yang dirawat inap
di Rumah Sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%.
Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi
peningkatan di Rumah Sakit DKI Jakarta pada tahun 1993 dan 1994 dari 4,5%
mencapai 4,6% (Pane, 2007).
Menurut Prawirohardjo
(2005: 486), di Indonesia, kanker payudara menduduki
tempat nomor dua dari insiden semua tipe kanker. Yayasan kanker payudara
Indonesia menyebutkan bahwa 10 dari 10.000 penduduk terkena kanker jenis ini.
70% penderita kanker payudara datang ke dokter atau rumah sakit pada keadaan
stadium lanjut (Indoforum, 2008).
Data dari Jakarta Breast Center, klinik di Jakarta yang
mengkhususkan diri untuk penanganan keluhan pada payudara, menunjukkan bahwa
dari 2.495 pasien yang datang pada tahun 2001 dan 2002 ternyata 79% menderita
tumor jinak dan hanya 14% yang menderita kanker (Djoerban, 2004).
Berdasarkan data dari Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, jumlah
penderita kanker payudara tahun 2004 sebanyak 116 orang dari 226 orang
penderita kanker. Pada tahun 2005 jumlah penderita kanker payudara meningkat
menjadi 168 orang dari 304 orang penderita kanker. Pada tahun 2006, jumlah
penderita kanker payudara sebanyak 623 orang dari 1.312 orang penderita kanker.
Jumlah penderita kanker payudara pada tahun 2007 sebanyak …… orang dari ……
orang penderita kanker. Kanker payudara di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang menduduki peringkat pertama, sedangkan kanker serviks
berada diurutan kedua.
Penyebab
kanker payudara sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti beberapa faktor
yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara yaitu usia lebih dari 30 tahun, usia makin tua
saat pertama kali melahirkan, tidak kawin, nulipara, tidak pernah hamil,
menarche (pertama kali menstruasi) dini, usia makin tua saat menopause, riwayat
pernah mengalami infeksi, trauma atau operasi tumor jinak payudara, mengkonsumsi
obat kontrasepsi hormonal jangka panjang, riwayat pernah mengalami radiasi di
dada dan riwayat keluarga (ibu, saudara perempuan) dengan kanker payudara
(Mansjoer, 2001: 283).
Dari faktor-faktor risiko tersebut riwayat keluarga
serta usia menjadi faktor terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami
kanker payudara meningkatkan resiko berkembangnya penyakit ini (Roche, 2006).
Menurut Siswono (2006), kanker payudara lebih berisiko
pada wanita berusia > 30 tahun sedangkan di Indonesia menurut penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit
Kampung Dharmais Jakarta rata-rata usia penderita kanker payudara adalah 48
tahun (Tapan, 2005: 41).
Menurut Giske Ursin (2007), seorang peneliti kanker
payudara yang juga seorang Epidemiologis
University of Southern California “Receptor Negative Tumor” sering
menjangkiti ibu-ibu yang melahirkan anak pertamanya agak terlambat.
Berdasarkan
data di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara pada wanita
yang pernah dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2007”
1.2
Rumusan Masalah
Faktor-faktor
apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara pada wanita yang
pernah dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker payudara
pada wanita yang pernah dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara
usia dengan kejadian kanker payudara pada wanita yang pernah dirawat di IRNA
Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2.
Diketahuinya hubungan antara
status perkawinan dengan kejadian kanker payudara pada wanita yang pernah
dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
3.
Diketahuinya hubungan antara
riwayat keluarga dengan kejadian kanker payudara pada wanita yang pernah
dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pihak Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini
dapat dijadikan masukan dalam mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya kanker
payudara sehingga dapat meningkatkan konseling terutama pada wanita dengan
faktor resiko tersebut sehingga dapat di deteksi lebih dini.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan masukan, informasi dan umpan balik bagi proses
pembelajaran dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penelitian dimasa yang
akan datang serta menambah bahan kepustakaan di institusi Akademi Kebidanan
Budi Mulia Palembang.
1.5
Ruang Lingkup
1.5.1 Lokasi
Lokasi penelitian ini dilaksanakan
di pelayanan rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
1.5.2 Waktu
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada bulan
Januari-Desember tahun 2007.
1.5.3 Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah semua
wanita menderita kanker payudara yang pernah dirawat di IRNA Bedah Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
1.5.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini
dibatasi pada faktor usia wanita, status perkawinan dan riwayat keluarga yang
berhubungan dengan kejadian kanker payudara.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Kanker
Payudara
2.1.1
Definisi
Kanker
merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel
jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal atau
menyebar ke organ-organ yang jauh. Definisi yang paling sederhana yang dapat
berikan untuk kanker adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan pengendaliannya
(Sitorus, 2006: 136).
Kanker
payudara (Caronama Mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas
yang berasal dari Parenchyma, penyakit ini oleh WHO dimasukkan ke dalam International
Clasification of Diseases (ICD) (Pane, 2007).
Kanker
payudra adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh
berlipat ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara, jika benjolan kanker itu tidak
dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada
bagian-bagian tubuh lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian (Tapan,
2005: 39-40).
2.1.2
Etiologi
Etiologi
kanker payudara tidak diketahui dengan pasti, menurut Mansjoer (2001: 283) beberapa faktor resiko
pada pasien diduga berhubungan erat dengan kejadian kanker payudara yaitu umur
> 30 tahun, melahirkan anak pertama pada usia > 35 tahun, tidak kawin dan
nullipara, usia menarche < 12 tahun, usia menopause > 55 tahun, pernah
mengalami infeksi, trauma atau operasi tumor jinak payudara, tidak pernah
menyusui anak, terapi hormonal lama, mempunyai kanker payudara kontra lateral,
pernah menjalani operasi genekologi misalnya tumor ovarium, pernah mengalami
radiasi di daerah dada, ada riwayat keluarga dengan kanker payudara misalnya
ibu, saudara perempuan, adik, kakak, kontrasepsi oral pada pasien tumor jinak
payudara seperti kelainan fibrokistik yang ganas. Sedangkan menurut Sutjipto (2007), kelompok wanita
beresiko tinggi terkena penyakit ini antara lain mereka yang berusia > 30
tahun, riwayat keluarga, tidak menikah, menikah tapi tidak punya anak,
melahirkan anak pertama sesudah usia 35 tahun dan tidak pernah menyusui.
2.1.3
Diagnosis
Menurut
Bustam (2007: 159), untuk mendiagnosis kanker payudara dapat dilakukan hal-hal
berikut antara lain :
a.
Anamnese : Mengenai keluhan-keluhan, perjalanan penyakit, keluhan tambahan,
faktor resiko tinggi, tanda-tanda umum yang berhubungan dengan berat badan atau
nafsu makan.
b.
Pemeriksaan Fisik : Sadari
c.
Pemeriksaan Khusus : Biopsi
mamografi, ultrasonografi.
2.1.4
Gejala Kanker Payudara
Pada
tahap awal kanker payudara, biasanya kita tidak merasakan sakit atau tidak ada
tanda-tandanya sama sekali. Namun, ketika tumor semakin membesar, Gejala-gejala
di bawah ini mungkin muncul :
a.
Benjolan yang tidak
hilang atau permanen, biasanya tidak sakit dan terasa keras bila disentuh atau
penebalan pada kulit payudara atau di sekitar ketiak.
b.
Perubahan ukuran atau
bentuk payudara.
c.
Kerutan pada kulit
payudara.
d.
Keluarnya cairan dari
payudara, umumnya berupa darah.
e.
Pembengkakan atau
adanya tarikan pada puting susu.
Sebagai warning
sign’s kanker payudara :
a.
Keluhan ada benjolan
pada payudara, atau terasa ada lump (benjolan dan penabalan) payudara.
b.
Perubahan ukuran,
bentuk, dan warna kulit payudara.
c.
Terdapat benjolan paru,
tidak ada sebelumnya, terlebih benjolan pembengkakan yang merah dan
panas/perih.
d.
Bentuk apa saja cairan (discharge)/sekret
dari payudara, khususnya puting susu.
e.
Perubahan kulit payudara,
menjadi berkerut seperti kulit jeruk (Peau d’ orange).
f.
Ditemukan pembengkakan
(kelenjar) di ketiak.
(Bustan, 2007: 159).
2.1.5
Tingkatan atau
Klasifikasi Kanker Payudara
Menurut
Prawirohardjo (2005: 487-489), ada 2 macam klasifikasi kanker payudara yakni
klasifikasi patlogik dan klasifikasi klinik.
1.
Klasifikasi Patologik
a.
Kanker puting payudara Paget’s
disease
Paget’s
disease adalah bentuk kanker yang dalam taraf
permulaan manifestasinya sebagai eksema menahun puting susu yang biasanya merah
dan menebal sebenarnya penyakit ini adalah suatu kanker intraduktal yang tumbuh
di bagian terminal dari ductus laktiferus. Secara patologik ciri-cirinya
adalah sel-sel paget seperti pasir, hipotermi sel epidemoid,
infiltrsi sel-sel bundar di bawah epidermis, paget’s disease
biasanya jarang terjadi di Indonesia.
b. Kanker Ductus Lactiferus
Papilarry
Comedo, edeno carcinoma dengan banyak fibrosis
(Schirrus), medulla carcinoma dengan inflitrasi kelenjar,
semuanya infiltrating.
c.
Kanker dan Lobulus : Infiltrating
dan non Infiltrating
2.
Klasifikasi Klinik
Steinthal I : Kanker payudara sampai 2 cm besarnya dan tidak
mempunyai anak sebar.
Steinthal II : Kanker payudara 2 cm atau lebih dengan
mempunyai anak sebar di kelenjar ketiak.
Steinthal III : Kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak
sebar di kelenjar
ketiak, infra dan suprakklavikular atau infiltrasi ke kulit atau kanker
payudara yang apert (memecah kulit).
Steinthal IV : Kanker payudara dengan manifestasi jauh,
misalnya ke tenggorokan, tulang punggung, paru-paru hati atau ginjal.
2.1.6
Anatomi dan Fisiologi
Payudara
Payudara
atau kelenjar mammae adalah perlengkapan pada organ resproduksi wanita dan
mengeluarkan air susu, payudra terletak di dalam fasia superfisialis di daerah
pektoral antara sternum dan axila dan melebar dari kira-kira iga kedua atau
ketiga sampai keiga ke enam atau ke tujuh (Pearce, 2002: 265).
Payudara
terdiri dari kumpulan kelenjar dan jaringan lemak yang terletak diantara kulit
dan tulang dada, kelenjar-kelenjar susu disebut lobule yang membentuk lobe atau
kantong penghasil susu. Terdapat 15 sampai 20 kantong susu yang terkumpul dalam
puting. Sisa bagian dalam payudara terdiri dari jaringan lemak dan jaringan
berserat yang saling berhubungan, yang mengikat payudara dan mempengaruhi
bentuk dan ukuran, terdapat juga pembuluh darah dan kelenjar getah bening pada
payudara.
Payudara
dewasa secara fisiologis mempunyai fungsi-fungsi :
1.
Estetika : Kecantikan baik pada gadis maupun wanita dewasa bahkan juga untuk
wanita tua.
2.
Fungsi sek : Merupakan
organ seksual dalam hubungan seksual.
3.
Fungsi Reproduksi : Menghasilkan
ASI (air susu ibu) yang sangat berguna untuk bayi (Bustan, 2007: 157-158).
2.1.7
Pengobatan Kanker
Payudara
Ada
beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada
stadium klinik penyakit yaitu :
1.
Mastektomi
Mastektomi
adalah operasi pengangkatan payudara.
·
Modified Radical
mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara, di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga,
serta benjolan di sekitar ketiak.
·
Total (simple) mastetectomy,
yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar ketiak.
·
Radical Mastectomy,
yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara.
·
Lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel
kelenjar, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
radioterapi.
2.
Penyinaran/Radiasi
Radiasi
adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan
sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa
di payudara setelah operasi.
3.
Kemoterapi
Kemoterapi
adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul melalui infus yang
bertujuan membunuh sel kanker
(Pane, 2007).
2.1.8
Pencegahan Kanker
Payudara
1. Pencegahan Primer
Pencegahan
primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan
karena dilakukan pada orang yang sehat, upaya ini menghindarkan diri dari
keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker
payudara, dapat dilakukan dengan melakukan deteksi dini, seperti sadari, mammografi.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan
tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker
payudara, yaitu dilakukan penanganan yang tepat pada penderita untuk mengurangi
kecacatan.
(Wikipedia, 2008)
2.1.9
Deteksi Dini Keganasan
Kanker Payudara
Keganasan kanker merupakan keganasan terbanyak kedua
pada wanita setelah keganasan mulut rahim. Oleh karena itu, memeriksa payudara
merupakan hal yang sangat penting. Sebagai contoh dapat dikemukakan wanita
terpelajar sudah mengetahui benjolan payudara, sebelum kawin dengan seorang suami yang berkecimpung juga
dalam bidang kesehatan. Setelah kawin dan mempunyai anak dua, umur 35 tahun
barulah yang bersangkutan mau menjalani operasi, dalam stadium lanjut keganasan
payudara. Dengan sendirinya hasil operasi dan pengobatan kemoterapi tidak
berhasil dan meninggal pada usia 35,5 tahun. Suatu keadaan yang sangat tragis.
Kepada wanita dapat dianjurkan bagaimana melakukan
sendiri pemeriksaan payudara dengan cara yang mudah :
a. Pedoman Pemeriksaan Payudara
1. Pedoman “WASPADA”.
W-aktu buang air besar atau kecil terjadi perubahan atau gangguan.
A-alat pencernaan terganggu atau sulit menelan.
S-uara serak atau batuk yang sulit sembuh.
P-ayudara atau tempat lain ada benjolan.
A-ndeng-andeng yang berubah sifat, cepat besar, atau gatal.
D-arah atau lendir abnormal keluar dari tubuh.
A-da koreng atau borok yang sulit sembuh.
Pedoman “WASPADA” berlaku untuk semua kemungkinan
tumor jinak atau degenerasi ganas.
2. Melihat sendiri perubahan payudara
a. Terjadi pigmentasi kulit payudara
(perubahan warna bertambah hitam atau menjadi putih).
b. Perubahan letak puting susu payudara
(retraksi puting susu).
c. Perubahan kulit payudara menjadi
keriput.
d. Puting payudara mengeluarkan cairan
darah.
e. Pergerakan payudara terbatas, artinya
saat menggerakan tangan payudara tidak ikut bergerak.
f. Terdapat luka, ulkus pada payudara.
Pada waktu melihat payudara dapat menggunakan cermin
(di depan cermin) sehingga mudah terlihat perubahan.
3. Meraba sendiri payudara
Meraba payudara untuk mencari benjolan dapat
diajarkan kepada wanita atau suaminya sebagai berikut :
a. Menemukan benjolan pada payudara
·
Di bagian mana terdapat benjolan
·
Bagaimana pergerakan benjolan dengan sekitarnya
·
Saat meraba apakah terasa nyeri
b. Memijat puting payudara
·
Apakah terdapat pengeluaran cairan
·
Apakah di bawah puting payudara terdapat tumor
·
Bagaimana pergerakan puting payudara
c. Pemeriksaan Ketiak
·
Apakah terdapat benjolan pada ketiak
·
Bagaimana pergerakan tumor tersebut
·
Bagaimana permukaannya
(Manuaba, 1998: 433-435)
b. Cara Melakukan SADARI
1. Berdirilah di depan cermin, lalu
perhatikan payudara dengan teliti, kedua tangan lurus ke bawah, perhatikan
apakah ada kelainan atau perubahan bentuk pada kedua payudara atau puting.
Amati dengan teliti, perhatikan adanya tanda seperti : perubahan warna kulit,
tarikan pada kulit, perubahan pada puting susu seperti menjadi rata dengan
sekitarnya, tertarik ke dalam, mengeluarkan cairan.
2. Kedua tangan diangkat ke atas kepala,
perhatikan apakah ada kelainan pada kedua payudara atau puting seperti yang
telah dijelaskan di atas.
3. Kedua tangan diletakkan di depan
payudara dengan siku mengarah ke samping, tekanlah telapak tangan yang satu
kuat-kuat pada yang lain, cara ini akan menegangkan otot-otot dada dan adanya
perubahan seperti cekungan dan benjolan akan terlihat lebih jelas.
4. Tekan daerah sekitar puting, pelan-pelan
saja, apakah keluar cairan yang tidak biasa, lakukan gerakan ini pada kedua
payudara.
5. Ambil posisi berbaring, tangan kanan
diletakkan di bawah kepala dan letakkan bantal kecil di bawah punggung kanan,
rabalah seluruh payudara kanan dengan 3 ujung jari tengah yang dirapatkan,
dimulai dari tepi dengan arah mengikuti per putaran jarum jam.
6. Lakukan hal yang sama seperti pada no. 5
tetapi kali ini tangan kiri yang diletakkan
di bawah kepala, sedangkan tangan kanan meraba payudara kiri.
7. Berikan perhatian khusus pada
bagian-bagian yang diberi tanda warna gelap. Sebab disitulah sering ditemukan
tumor/kanker payudara.
(Purwoastuti, 2008: 23-28)
c. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan
pembantu untuk menuju diagnosa akhir suatu tumor payudara.
1.
Mammografi
Suatu teknik pemeriksaan foto
rontgen untuk jaringan lunak, yang memberikan petunjuk adanya kelainan.
Keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis
reaktif, comet sign (Stelata), adanya perbedaan yang nyata antara
ukuran klinis dan rontgenologis adanya mikrokalsifikasi, adanya spikulae
dan distorsi pada struktur arsitektur payudara.
Tanda-tanda sekunder berupa retraksi,
penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi papilla
dan areola, adanya “bridge of tumor”, keadaan daerah tumor
dan jaringan fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan
lunak dibelakang mammae dan adanya metastasis ke kelenjar.
2.
Termografi
Suatu cara yang menggunakan sinar infra
red. Pemeriksaan ini ditemukan oleh Lawson tahun 1956 dimana diperlihatkan
bahwa jaringan yang terkena kanker payudara memiliki suhu lebih tinggi dari
pada jaringan disekitarnya, serta darah vena yang keluar dari lesi kanker lebih
panas dari darah arteria yang mendarahi lesi tersebut.
Perubahan pada termogram yang dapat
menimbulkan kecurigaan kepada keganasan meliputi adanya bintik-bintik yang
mengeluarkan panas yang lebih tinggi dari 1,5oC (hot spot),
perdarahan yang meningkat setempat disertai lebih banyak pembuluh atau darah
yang melebar, peninggian suhu secara umum, bertambah panasnya areola mammae,
dan perlu juga diketahui bahwa kenaikan suhu disini tidak hanya khas untuk
keganasan tetapi dapat juga terjadi pada setiap peninggian kegiatan sel
(misalnya abses yang lama).
3.
Ultrasonografi
Berdasarkan pemantulan gelombang
suara yang berbeda dalam dan kepadatannya. Terutama hanya dapat membedakan
lesi/tumor yang solid dan kistik, dan hanya dapat membuat
diagnosa dugaan.
4.
Xerografi
Xerografi adalah suatu “fotoelectric imaging system” berdasarkan
pengetahuan xerografi, ketepatan diagnostik cukup tinggi 95,3% dimana dapat
terjadi “false positive” ± 5%.
5.
Scintimammografi
Scintimammografi adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radioisotop
Tc 99m sestamibi. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas tinggi
untuk menilai aktifitas sel kanker pada payudara selain itu dapat pula
mendeteksi lesi multipel dan keterlibatan KGB regional. (Ramli dkk, 2002:
38-39).
2.2
Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Kanker Payudara Pada Wanita
Menurut
hasil penelitian dari beberapa ahli banyak faktor yang berhubungan dengan
kejadian kanker payudara pada wanita, antara lain :
2.2.1 Usia
Beberapa program SEER (Surveilance, Epidemiologi
and End Result) yang dilakukan NCI (National Cancer Institutte)
insidensi kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia,
diperkirakan 1 dari 8 wanita mengalami perkembangan penyakit kanker payudara
mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50 tahun (Harianto dkk, 2005:
92).
Semakin bertambah usia seorang perempuan, semakin
besar kemungkinan terserang kanker payudara. Usia perempuan yang lebih sering
terkena kanker payudara adalah di atas 40 tahun, yang disebut dengan “cancer
age group”. Meskipun demikian, tidak berarti perempuan di bawah usia
tersebut tidak mungkin terkena kanker payudara, hanya kejadiannya memang lebih
jarang dibandingkan dengan perempuan usia di atas 40 tahun (Luwia, 2005: 39).
Wanita di atas usia 30 tahun mempunyai kemungkinan
lebih terkena kanker payudara. Ketika berumur 50 tahun dan setelah menopause,
resiko terkena kanker payudara akan bertambah besar (Kasdu, 2005: 60).
Penderita kanker payudara di luar negeri khususnya
negara Barat rata-rata berusia 60 tahun, sedangkan di Indonesia, menurut
penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit kanker Dharmais Jakarta rata-rata usia penderita kanker adalah 48 tahun (Tapan, 2005: 41).
2.2.2 Riwayat Keluarga
Menurut
penelitian dengan literatur yang mengatakan wanita yang memiliki riwayat
keluarga terhadap kanker payudara memiliki resiko lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga terhadap kanker payudara
(Harianto dkk, 2005: 93).
Riwayat
keluarga adalah salah satu faktor yang paling penting mengingat kanker bisa
dipengaruhi oleh kelainan genetika. Beberapa keluarga bisa jadi memiliki resiko
lebih tinggi untuk menderita kanker payudara tertentu bila dibandingkan dengan
keluarga lainnya. Misalnya resiko wanita untuk menderita kanker payudara
meningkat 1,5-3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker
payudara (Pane, 2007).
2.2.3
Status Perkawinan
Berdasarkan
penelitian Dr. Indral dan rekan-rekan sejawatnya dari berbagai disiplin ilmu
(patologi anatomi, epidemiologi, gizi) Fakultas Kedokteran Indonesia serta tim
dari Jepang tahun 2004. Faktor resiko tertinggi kanker payudara antara lain
wanita yang tidak kawin (Pdpersi, 2004).
Wanita
yang tidak menikah memiliki risiko yang lebih besar terkena kanker payudara
daripada yang menikah. Jika seorang wanita menikah pada usia yang cukup tua,
kemungkinan untuk mendapatkan keturunan lebih kecil dibandingkan jika menikah
pada usia lebih muda. Pada wanita yang seperti ini, kemungkinan terkena kanker
payudara lebih besar lagi (Luwia, 2005: 38).
2.2.4
Penggunaan Hormon
Hormon estrogen berhubungan dengan kejadian kanker
payudara. Laporan dari Harvard School of Public Heath menyatakan bahwa
terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi
estrogen replacement. Suatu metranalisis menyatakan walaupun tidak terdapat
resiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan
obat ini untuk waktu yang lama, mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kanker
ini sebelum menopause (Pane, 2007).
Penelitian membuktikan bahwa wanita usia dini
(remaja) yang memakai alat kontrasepsi oral (Pil) sangat beresiko tinggi
terserang kanker payudara (Purwoastuti, 2008: 15).
2.2.5
Penyakit Fibrokistik
Pada
wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan
risiko terjadinya kanker payudara. Hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit
meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik risiko meningkat
hingga 5 kali (Pane, 2007).
2.2.6
Obesitas
Terdapat
hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker
payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di
negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini
(Pane, 2007).
Bagi
kaum wanita yang kurang bisa menjaga berat badannya, dikatakan memiliki risiko
terkena kanker payudara lebih tinggi. Dengan menurunkan berat badan bisanya
level estrogen tubuh akan turun pula. Estrogen yang tinggi terutama pada usia
menopause dapat menyebabkan sel pada payudara berubah menjadi sel ganas (Tapan,
2005: 44).
2.2.7
Konsumsi Lemak
Konsumsi
lemak diperkirakan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara.
Willet dkk, melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak
dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34
sampai 59 tahun (Pane, 2007).
2.2.8
Radiasi
Pemaparan
dengan radiasi lonisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya
risiko payudara. Hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan
bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur
saat terjadinya pemaparan (Eksposur) (Pane, 2007).