BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian maternal di negara-negara
maju berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di
negara-negara yang sedang berkembang berkisar antara 750-1.000 per 100.000
kelahiran hidup (Winkjosastro, 2005).
Target Angka Kematian Ibu (AKI) Milennium
Development Goal (MDG) yang ditetapkan Word
Health Organization (WHO) sebesar 102/100.000 kelahiran hidup, dan angka
kematian bayi baru lahir (AKBBL) di Indonesia yang ditetapkan WHO yaitu sebesar
15/1.000 kelahiran hidup. Sementara AKI dan AKBBL saat ini di Indonesia jauh
dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan
sasaran pembangunan millenium. Sedangkan hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2002 dan 2003, AKI
di Indonesia menunjukkan
307/100.000 kelahiran hidup dan AKBBL di Indonesia mencapai 35/1.000 kelahiran
hidup. Hal tersebut menunjukkan AKI dan AKBBL jauh di atas target WHO. Salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi kematian ibu dan bayi adalah kemampuan dan
keterampilan penolong persalinan. Tahun 2006, cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan di Indonesia masih sekitar 76%, artinya masih banyak pertolongan
persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang dapat
membahayakan (Supari, 2007).
Tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Pada tahun 1994, AKI
di Indonesia sebesar 390/100.000 kelahiran hidup. Tahun 1995 menurun menjadi
373/100.000 kelahiran hidup (SDKI). AKI propinsi Sumatera Selatan berdasarkan
laporan indikator database 2005 UNFPA 6th
Country Program adalah 467 per 100.000 kelahiran, lebih tinggi dari AKI
kota Palembang sebesar 317 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun
2006 di kota Palembang sebanyak 15 orang dengan penyebab yaitu eklampsia, hemoerogie post partum, Ca
pharing, Stroke, gagal ginjal, placenta acreta, emboli air ketuban, post secio sesaeria, kelainan jantung
dan lain-lain (Dinkes, 2006).
Menurut Data Dinas Kesehatan (2006), tentang
data kesehatan Propinsi Sumatera Selatan terdapat Angka Kematian Ibu (AKI)
0,46% dari 467 per 100.000 kelahiran hidup, terbukti dari data kesehatan di
atas AKI Sumsel lebih tinggi dari AKI Nasional, penyebab AKI di Sumsel tahun
2006 yaitu perdarahan 61,7%, infeksi 23,4%, eklampsia12,9% dan lain-lain 2%
sedangkan jumlah kematian ibu yang disebabkan oleh infeksi karena KPSW tercatat
11 orang dari jumlah 47 AKI (23,4%). Pada tahun 2004 tercatat 7 orang dari 60
AKI (11,7%) (Emillia, 2007).
Dari data medical record Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit
Kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, pada tahun
2006 (periode 1 Januari-31 Desember) tercatat 153 orang pasien, ketuban pecah
sebelum waktunya (5,93%) dari 2.539 jumlah persalinan. Pada umur 15 sampai 24
tahun tercatat 47 orang pasien ketuban pecah sebelum waktunya (1,82%) dan pada umur 25 sampai 44 tahun tercatat 106 orang
(Medical Record RSMH, 2006).
Ketuban pecah sebelum waktunya merupakan
masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan kelahiran premature dan
terjadinya infeksi aspeksia, khoiriominitis sampai sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas (Saifuddin, 2002).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketuban pecah sebelum waktunya masih belum diketahui penyebabnya secara pasti namun
kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi, kelainan letak
janin, faktor golongan darah, faktor predisposisi antara kepala janin dan
panggul (Disproporsi Kepala Panggul), faktor multigravida, merokok, perdarahan
antepartum, defisiensi gizi dan tembaga atau asam ascorbart (vitamin C) (Linux,
2007).
Berdasarkan forum diskusi tentang penyebab
air ketuban pecah sebelum waktunya dikarenakan kelelahan ibu dalam bekerja
(Monica, 2008).
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Pekerjaan dan Paritas Ibu
dengan Kejadian KPSW di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2007”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pekerjaan dan paritas ibu dengan
kejadian KPSW di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dan paritas ibu
dengan kejadian KPSW di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara
pekerjaan ibu dengan kejadian KPSW
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2.
Diketahuinya hubungan antara
paritas ibu dengan kejadian KPSW
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi saran atau
masukan informasi bagi Instansi Kesehatan dalam rangka peningkatan program
pemeriksaan ibu hamil yang mengalami ketuban pecah sebelum waktunya di Rumah
Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan
kepustakaan dan pengetahuan yang berguna bagi Mahasiswa Diploma III Budi Mulia
Palembang.
1.4.3 Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi peneliti dan dapat secara langsung menerapkan ilmu yang
telah didapat selama masa pendidikan khususnya yaitu mengenai ilmu metodelogi
penelitian dan biostatistik.
1.5 Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis mencoba membatasi untuk
meneliti dua variabel yang berhubungan dengan kejadian KPSW, yaitu faktor
pekerjaan dan paritas ibu di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya
2.1.1
Defenisi
Ketuban Pecah
sebelum waktunya adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia
kehamilan sebelum persalinan dimulai (William, 2001: 80). Sedangkan menurut
(Mansjoer, 2001: 310) ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya selaput
ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan dan menurut (Manuaba, 2004: 72)
ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalianan, dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Pecah
ketuban yang terjadi sebelum nyeri persalinan disebut ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) atau Ketuban Pecah Dini (KPD) (Sugi, 2007).
2.1.2
Etiologi
Walaupun banyak
publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa faktor yang kemungkinan menjadi faktor
predisposisi antara lain :
1.
Infeksi
Infeksi yang
terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban.
2.
Servik inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage).
3.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overditensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
4.
Kelainan letak misalnya sungsang sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah
5.
Keadaan sosial ekonomi.
(Linux, 2007)
2.1.3
Kriteria Diagnosis
1.
Anamnesa
Penderita
merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir atau ngepyok, cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan
warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum
ada pengeluaran lendir darah.
2.
Inspeksi
Pengamatan
dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3.
Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan
dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri
eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuvover valsova,
atau bagian rendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
berkumpul pada fornik anterior.
4.
Pemeriksaan dalam
Didapat cairan
di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi, mengenai pemeriksaan
dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang
bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam,
karena pada waktu pemeriksaan dalam dari pemeriksa akan mengkumulasi segmen
bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
5.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang
keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, kosentrasi, bau, dan PH nya, secret
vagina ibu hamil PH : 4-5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap
kuning.
b.
Tes lakmus (tes nitrazin)
Jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis), PH
air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif.
c.
Mikroskopik (tes pakis)
Dengan
meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
d.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri (Linux,
2007).
2.1.4
Manipestasi Klinik
1.
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih,
bening, hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2.
Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3.
Janin mudah diraba.
4.
Pada periksa selaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah kering.
5.
Inspekulo : Tampak air ketuban mengalir atau selaput
ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering (Mansjoer, 2001 : 310).
2.1.5
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/u bila
terjadi infeksi.
2.
Tes lakmus
merah berubah menjadi biru.
3.
Ammosintesis
4.
USG : Menentukan usia kehamilan, indeks cairan
ammion berkurang (Mansjoer, 2001 : 313).
2.1.6
Penatalaksanaan
Ketuban pecah
sebelum waktunya merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim
terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensif. Oleh karena itu
tatalaksana ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan tindakan yang rinci
sehingga dapat menimbulkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam
rahim. Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang perlu diperhatikan.
Gambaran umum tatalaksana ketuban pecah
sebelum waktunya :
·
Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
motaritas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
·
Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan
persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan janin dapat terjamin (Manuaba, 1998).
2.1.7
Penanganan
Penanganan umum
menurut (Saifuddin, 2002)
1.
Melakukan pemeriksaan kehamilan dengan USG.
2.
Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan speculum DTT)
untuk menilai cairan yang keluar (jumlah, warna, bau) dan dapat membedakan
dengan urine.
3.
Apabila ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan
(setelah 22 minggu),
jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital.
4.
Tentukan ada tidaknya infeksi.
5.
Tentukan tanda-tanda inpartu.
Menurut
(Saifuddin, 2001: 219) penanganan ketuban pecah sebelum waktunya adalah :
A.
Konservatif
1.
Rawat di rumah sakit.
2.
Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromin bila tak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu
tidak ada infeksi, tes busa negatif : beri dexametason, observasi
tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37
minggu.
5.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu,
tidak ada infeksi berikan tokolitik (salbutamol), dexametason,
dan induksi sesudah 24 jam.
6.
Jika usia kehamilan 32-37, ada infeksi, beri
antibiotik, dan lakukan induksi.
7.
Jika tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin).
8.
Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan streoid,
untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau kemungkinan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, dexametason im 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
B.
Aktif
1.
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin,
bila gagal seksio sesarea.
2.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik
dosis tinggi, dan akhiri dengan persalinan :
a.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pemotongan
serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b.
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan,
partus pervaginam.
2.1.8
Tatalaksanaan Penanganan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Manuaba, 2004.
2.2
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
yang akan Deteliti
1.
Pekerjaan
Indikator dan parameter diperlukan untuk mempelajari dan
mengetahui perubahan-perubahan demografik. Indikator yang baik harus dapat
memberi isyarat atau gejala tentang sesuatu yaitu dapat berupa proses yang
sedang berlangsung maupun peristiwa. Adapun indikator demografik tersebut yaitu
salah satunya ibu hamil yang harus mengurangi pekerjaannya serta menghilangkan
masalah dan konflik yang dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya
(Wiknjosastro, 2005).
Status pekerjaan responden dalam penelitian dibagi
menjadi dua yaitu responden bekerja dan tidak bekerja. Definisi bekerja dalam
penelitian ini adalah responden melakukan kegiatan di rumah atau tempat lain
secara rutin atau berkala dengan tujuan mendapatkan uang (Sunarti, 2007).
Setiap manusia yang hidup harus bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan tidak dapat lepas dari pekerjaan baik pekerjaan ringan
maupun berat. Begitu juga dengan ibu yang sedang hamil harus bekerja walaupun
pekerjaan itu ringan harus tetap dikerjakan misalnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan
hasil forum diskusi tentang penyebab air ketuban pecah sebelum waktunya
dikarenakan kelelahan ibu dalam bekerja (Monica, 2008).
Pada trimester pertama berlangsung sejak wanita
dinyatakan positif hamil sampai 12 minggu, merupakan usia kehamilan yang paling
rawan terutama sebelum usia kehamilannya mencapai 8 minggu, sebaiknya tidak
terlalu banyak melakukan aktivitas tetapi kondisi setiap ibu hamil memang
berbeda-beda ada yang kuat ada juga yang lemah. Kembali lagi pada kondisi
masing-masing hanya dikhawatirkan apabila ibu hamil banyak melakukan aktivitas
akan kelelahan. Akibat kelelahan biasanya timbul keluhan berupa sakit perut
bagian bawah atau kontraksi yang bisa menyebabkan ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW). (Roza, 2007).
2.
Paritas
Paritas adalah jumlah frekuensi ibu melahirkan paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas tinggi
multigravida (jumlah anak lebih dari tiga) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal pada kasus
KPSW (Winkjosastro, 2005).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan tinggi (lebih dari
tiga) merupakan penyebab angka kematian maternal lebih tinggi. Pada paritas
yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang
pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas termasuk
didalamnya komplikasi ketuban pecah sebelum waktunya. (FKUI, 2007)
Berdasarkan kelompok ketuban pecah sebelum waktunya yang mendapat
penanganan secara konservatif dan aktif. Pada kelompok primigravida penanganan
koservatif lebih banyak 21 dibandingkan penanganan aktif yaitu 9 (Handayani,
2007).
Faktor-Faktor lain yang
Berhubungan dengan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
a.
Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak
yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jaringan kulit ketuban.
b.
Faktor disproporsi antara
kepala janin dan panggul ibu (DKP).
c.
Defisiensi gizi dari tembaga
atau asam askorbat (vitamin C).
(Linux, 2007)