BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah di akses justru merangcang anak dan remaja
untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum
minuman yang beralkohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang yang semua
itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi mereka.
Batasan usia remaja menurut WHO (Badan PBB
untuk kesehatan dunia) adalah 12-14 tahun. Masa remaja biasanya menggambarkan
perubahan fisik dan pengalaman emosional mendalam, perempuan dan laki-laki
menjadi matang, tanggung jawab mereka meningkat dan harapan tentang dirinya
berkembang lebih besar (Maslan, 2004).
Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati
batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun. Hal ini dikemukakan
dalam sensus penduduk 1980. Menurut hasil ini, jumlah remaja di Indonesia pada
tahun tersebut adalah 147.338.075 jiwa atau 18,5% dari seluruh penduduk
Indonesia (Sarwono, 2006).
Berdasarkan penelitian diberbagai kota besar
di Indonesia sekitar 20 - 30% remaja pernah melakukan hubungan seks. Perilaku
seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan ancaman
pola hidup seks bebas remaja secara umum baik dari pondokan atau kos-kosan
tampaknya berkembang semakin serius. Pakar seks juga spesialis obstetri dan
ginakologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan dari tahun ke tahun
data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari sekitar
5% pada tahun 1980-an menjadi 20% pada tahun 2000 (Fadillah, 2001).
Menurut kesehatan reproduksi yang dihimpun
jaringan Epidemiologi nasional, informasi kesehatan reproduksi remaja secara
benar dan bertanggung jawab masih sangat kurang pembicaraan informasi tentang
kesehatan reproduksi remaja di beberapa tempat masih dipertimbangkan apalagi
jika diberi judul pendidikan seksual, pendidikan seksual justru akan merangsang
remaja melakukan hubungan seksual selain itu sebagian besar orang tua yang
diharapkan dapat memberi informasi mengenai hal ini, tidak memiliki kemampuan
menerangkan serta tidak memiliki informasi yang memadai.
Menurut Nugroho (2006) dari sisi kesehatan,
perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan diantaranya terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan tentunya kecenderungan untuk aborsi juga
terjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan keadaan
ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut apabila
ibunya sudah tidak menghendaki.
Menurut Sarwono tahun 2006 sebanyak 18%
responden di Jakarta berhubungan seks pertama di bawah usia 18 tahun dan usia
termuda 12 tahun. Fakta yang diterbitkan Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI), United Nations Population Fund (UNFPA) dan badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan 15% remaja usia 10-14 tahun
yang jumlahnya mencapai 62 juta diperkirakan telah melakukan hubungan seksual
diluar nikah. Data hasil penelitian PKBI di kota Palembang, Kupang, Tasik
Malaya, Cirebon dan Singkawan tahun 2005 juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja telah
melakukan hubungan seks belum menikah dan 85% melakukan hubungan seks pertama
mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar.
Lembar fakta PKBI-UNFA-PKBI seperti di lansir antara menyebutkan,
setiap tahun 15 juta remaja 15-19 tahun melahirkan dan 20% dari sekitar 2,3
juta kasus aborsi di Indonesia dilakukan oleh remaja. Data kumulatif kasus
HIV/AIDS Departemen Kesehatan hingga Desember 2006 juga menunjukkan bahwa
sebagian kasus HIV/AIDS (54,76%) terjadi pada kelompok usia produktif termasuk
remaja.
Sementara itu direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) Sumsel, Amiru Husni, SH, menemukan data data kuesioner yang dimiliki
PKBI hingga 2001 kepada sekitar 300 responden mahasiswa di kota Palembang
diketahui sejak usia 21 tahun sebagian remaja telah berpendidikan, pada usia
ini cara mereka menyukai lawan jenis melalu cara saling lirik melirik atau
mencoba menjalin komunikasi dengan berbagai media baik surat/telepon seiring
dengan perkembangan usia dan perasaan yang telah terjalin, maka perilaku
pacaran juga berubah adalah yang sekedar mengobrol, saling berpegangan tangan,
mencium leher, merangkul, mencium pipi atau kening, bercium bibir dan meraba
anggota bagian badan yang sensitif, responden di dalam melakukan hubungan pra
nikah ini pun bervariasi, sebanyak 20,51% mengaku pernah tetapi hanya satu
kali, 53%,85 sebulan satu atau dua kali 17,95% seminggu satu atau dua kali dan
7,69% hampir setiap hari.
Berdasarkan data di atas dan melihat dan kenyataan bahwa semakin
banyaknya hubungan seksual dilakukan oleh kalangan remaja, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara Lingkungan
Terhadap Perilaku Seks di SMA Karya Ibu Palembang tahun 2008”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara pengetahuan
dan lingkungan dengan perilaku seks di SMA Karya Ibu Palembang tahun 2008?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui
hubungan antara pengetahuan dan lingkungan dengan perilaku seks remaja di SMA Karya Ibu Palembang tahun
2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Diketahui distribusi frekuensi
pengetahuan siswa-siswi mengenai perilaku seks remaja di SMA Karya Ibu
Palembang tahun 2008.
2.
Diketahuinya distribusi
frekuensi lingkungan terhadap perilaku seks remaja di SMA Karya Ibu Palembang
tahun 2008.
3.
Diketahuinya hubungan
pengetahuan terhadap perilaku seks remaja di SMA Karya Ibu Palembang tahun
2008.
4.
Diketahuinya hubungan
lingkungan sosial terhadap perilaku seks remaja di SMA Karya Ibu Palembang
tahun 2008.
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Dengan melaksanakan penelitian ini
dapat menerapkan secara langsung dari mata kuliah metodologi penelitian dan
mata kuliah Biostatistik khususnya mengenai hubungan pengetahuan dan lingkungan
sosial terhadap perilaku seks remaja.
Bagi Institusi Pendidikan
1.
SMA Karya Ibu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan tambahan
pengetahuan tentang seks bebas dan mempunyai pandangan dalam perilaku seks yang
positif bagi siswa-siswi SMA Karya Ibu Palembang.
2.
Akademi Kebidanan Budi Mulia
Palembang
Sebagai perlengkapan bahan perpustakaan yang diharapkan dapat
berguna bagi mahasiswi khususnya mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia
Palembang, sehingga menambah pengetahuan bagi pembaca.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini,
penulis mencoba membatasi masalah hubungan pengetahuan seks dan lingkungan
sosial remaja dengan perilaku seks
di SMA Karya Ibu Palembang tahun 2008.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Seks
2.1.1
Pengertian
Perilaku
sek adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik dapat diamati secara
langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).
Yang dimaksud
perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenisnya (Sarwono, 2006).
2.1.2
Bentuk-Bentuk Perilaku
Seksual
Adapun bentuk-bentuk seksual menurut Sarwono (2006)
antara lain :
1.
Perasaan tertarik
2.
Berpegangan tangan
3.
Berpelukan
4.
Berciuman
Menurut
Nita Prabarani, sentuhan yang didapatkan oleh seorang perempuan adalah :
1.
Otak
Belai bagian kepalanya, selain memberikan rasa kasih sayang yang
lembut, sentuhan ini juga merangsang “bagian otaknya”
2.
Telinga
Adalah untuk selalu membisikan kata-kata pujian yang
mesra di telinga.
3.
Wajah
Perempuan manapun akan suka bila tangan
kekasihnya membelai wajahnya dengan sentuhan lembut, arahkan jari-jari anda
kekelopak matanya, pipinya dan juga bibirnya.
4.
Jari-Jemari
Ciumi jari-jemari pasangan anda satu
persatu, rasanya sangat erotik karena anda bisa melihat ekspresi wajahnya.
5.
Puting Susu
Puting susu
termasuk bagian yang paling sensitif dari tubuh wanita selain puting areola (area coklat disekitar puting juga sangat sensitif terhadap
sentuhan).
6.
Pusar
Banyak pria yang kurang memahami bila daerah
pusar dan sekitarnya juga merupakan bagian tubuh wanita yang peka akan
rangsangan dan menjadi bagian dari unsur erotisme.
7.
Paha
Belai bagian paha anda yang
mulai memegang dan silakan mengeksplorasi bagian tubuh
yang satu ini.
8.
Perineum
Bagian perineum/selangkangan adalah bagian
tubuh perempuan yang amat sensitif karena berdekatan dengan anus yang
dikelilingi oleh puluhan urat saraf.
9.
Vagina
Rangsangan pada bagian satu ini mungkin
menjadi tindakna yang paling berarti.
10.
Klitoris
2.1.3
Mitos Tentang Seks Di
kalangan Remaja
Menurut Etie Karina dalam Sarwono
2006, mitos tentang seks dikalangan remaja yaitu :
1.
Yang mendorong perilaku seks
a.
Baru bisa dikatakan pacaran
kalau sudah ciuman
b.
Ganti-ganti pasangan seks tidak
menambah resiko puas
c.
Laki-laki bila kalau ditolak
bolak-bolik di untuk berhubungan seks
d.
Pacaran perlu bervariasi, antar
lain bercumbu
e.
Mau berhubungan seks berarti
serius dengan pacar
f.
Sekali hubungan seks tidak akan
tertular PMS (Penyakit Menular Seksual)
g.
Hubungan seks pranikah sah-sah
saja asal sama-sama cinta
2.
Yang mencegah perilaku sesk
a.
Kesucian laki-laki harus dijaga
b.
Hubungan seks hanya dibenarkan
jika sudah menikah
c.
Ciuman dibibir bisa hamil
d.
AIDS bisa menular melalui
ciuman
e.
Khayalan seks mengurangi
konsentrasi belajar
f.
Hamil pranikah menghambat pendidikan
dan pekerjaan
g.
Perempuan akan hamil jika
berhubungan seks di masa subur
Kematangan organ seks dapat
berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya,
sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini akan menimbulkan
akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangannya, khususnya remaja
putri, tetapi juga orang tua, keluarga bahkan masyarakat.
Menurut Depkes RI (2005) akibat hubungan seks pranikah
adalah sebagai berikut :
A.
Bagi Remaja
- Remaja pria menjadi tidak perjaka dan remaja wanita tidak perawan lagi.
- Menambah resiko tertular Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Gonorhoe (Go) Safilis, Herpes, Simplek (Genetalia), HIV/AIDS.
- Remaja putri mengalami hamil yang tidak diinginkan, pengguguran kehamilan yang tidak aman, infeksi organ-organ reproduksi, anemia, dan kematian karena pendarahan dan keracunan kehamilan.
- Trauma kejiwaan (Depresi, rendah diri, rasa berdosa, hilang harapa masa depan).
- Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan bekerja.
- Melahirkan bayi yang tidak sehat.
B.
Bagi Keluarga
- Menambah aib keluarga
- Menambah beban ekonomi keluarga
- Pengaruh kejiwaan bagi anak-anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat.
C.
Bagi Masyarakat
- Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun.
- Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat kesenjangan masyarakat menurun.
- Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi.
2.2
Remaja dan Pubertas
2.2.1
Pengertian
Masa remaja diartikan sebagai perubahan emosi dan
perubahan sosial. Pada masa remaja biasanya terjadi sekitar 2 tahun setelah
masa pubertas, menggambarkan tampak perubahan fisik dan pengalaman emosional
mendalam. Pubertas adalah masa perkembangan fisik yang cepat ketika reproduksi
seksual pertama kali terjadi. Dengan kata lain merupakan pertama seorang
laki-laki secara fisik mampu menghamili seorang perempuan dan seorang perempuan
secara fisik sanggup mengandung dan melahirkan (Nugroho, 2006).
2.2.2
Ciri-ciri Masa Pubertas
Ciri-ciri masa pubertas menurut Depkes RI
(2005) adalah perubahan fisik yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda
sebagai berikut :
1.
Tanda-tanda seks primer, yaitu hubungan langsung dengan organ
seks
a.
Pada remaja putri, yaitu
terjadinya haid/menarche
b.
Pada remaja putra, yaitu
terjadinya mimpi basah
2.
Tanda-tanda seks sekunder,
yaitu
a.
Pada remaja putri
1)
Pinggul lebih lebar
2)
Pembesaran payudara
3)
Tumbuhnya rambut ketiak dan di
sekitar kemaluan
b.
Pada remaja putra
1)
Perubahan suara
2)
Tumbuhnya jakun
3)
Penis dan buah zakar bertambah
besar
4)
Terjadinya ejakulasi
5)
Dada lebih besar
6)
Badan berotot
7)
Tumbuhnya kumis, jambang dan
rambut ketiak dan disekitar kemaluan
2.3
Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seks yang diteliti
2.3.1
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar
menjawab pertanyaan “What” pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa
sesuatu itu. Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu mempunyai
metode atau pendekatan untuk mengkasi sistematis dan diakui secara univesal
maka terbentuknya disiplin ilmu (Notoatmodjo, 2002).
Maksud Sarwono pada umumnya banyak anak-anak yang
memasuki usia remaja tanpa pengetahuan itu bukan jadi tidak bertambah,
sebaiknya malah bertambah dengan informasi yang salah.
Menurut Depkes RI (2005), pendekatan pengetahuan
diperlukan remaja meliputi :
1.
Perkembangan fisik, kejiwaan
dan kematangan seksual remaja
Pembekalan pengetahuan tentang
perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan
memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang
membingungkan. Informasi tentang haid dan mimpi basah, serta tentang alat
reproduksi remaja laki-laki dan perempuan perlu diperoleh setiap remaja.
2.
Proses reproduksi yang
bertanggung jawab
Manusia secara biologis mempunyai
kebutuhan seksual, remaja perlu mengendalikan naluri seksual dan menyalurkam
kegiatan yang positif, seperti olahraga dan mengembangkan hobi yang membangun.
Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan setelah berkeluarga untuk
melanjutkan keturunan.
3.
Pergaulan yang sehat diantara
remaja laki-laki dengan perempuan
Remaja memerlukan informasi tersebut
agar selalu waspada dan berpikir reproduksi sehat dalam pergaulan dengan lawan
jenisnya. Disamping itu remaja memerlukan informasi tentang kiat-kiat untuk
mempertahankan diri selama fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi berbagai
godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan napza.
4.
Persiapan pra nikah
Informasi tentang hal ini diperlukan
calon pengantin siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan
berkeluarga.
5.
Lingkungan dan persalinan
Remaja perlu mendapatkan informasi
tentang hal ini, sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita dalam memasuki
kehidupan berkeluarga.
2.3.2
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang terdekat dengan
seseorang, untuk remaja lingkungan yang dekat dengan keseharian mereka, yaitu
lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya. Khusus remaja perempuan banyak
diantaranya yang sulit menolak kawin muda, menunda kelahiran dan melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya secara terpaksa karena dorongan keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Sebaiknya banyak faktor lingkungan sosial yang tidak
aman atau tidak diinginkan, misalnya hubungan yang kuat antara orang tua dan
anak, keterkaitan dengan pendidikan dan keterbukaan dan berkomunikasi dengan
pasangannya.
Faktor lingkungan juga memiliki peran yang memiliki
peran yang tidak kalah pentingnya dengan faktor pendukung perilaku seksual pra
nikah lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman (Pear
Group), pengurus media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri. Pada masa
remaja kedekatan dengan pear groupnya sangat tinggi karena selain ikatan Pear
Group menggantikan ikatan keluarga, saling berbagi pengalaman dan sebagai
tempat remaja mencapai pengetahuan yang luas. Maka tak heran bila remaja mempunyai
mempunyai kcenderungan mengadaptasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa
memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dipercaya,
informasi dari teman-temannya tersebut. Diam hal ini sehubungan dengan perilaku
seks pro nikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk
serangkaian pertanyaan dalam diri remaja, untuk menjawab pertanyaan itu
sekaligus memberi kebenaran informasi yang diterima. Mereka cenderung melakukan
dan mengalami seks pra nikah itu sendiri (Papalia, 2001).
2.4
Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seks yang Tidak Diteliti
2.4.1
Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain dari individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan seks sangat diperlukan dikarenakan bahwa kita
selama itu telah banyak diberikan pendidikan seks ala barat yang sama sekali
jauh dari nilai agama baik itu berupa film-film vulgar ala barat, gambar-gambar
porno baik media cetak maupun internet atau gaya hidup bebas yang kebarat-baratan.
Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan
berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat merubah perilaku
seksualnya yang lebih bertanggung jawab. Pada dasarnya tujuan pendidikan
seksualitas adalah untuk membekali para remaja dalam menghadapi gejala biologis
agar mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah karena mengetahui
resiko yang dapat mencegah resiko buruk yang dapat terjadi, jika resiko tetap
terjadi juga mereka akan menghadapi, secara bertanggung jawab (Mohammad, 2004).
2.4.2
Meningkatnya Libido
Seksual
Menurut Robert Havighrast, seorang remaja menghadapi
tugas-tugas perkembangan sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran
sosial yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas perkembangan itu antara
lain adalah penerima kondisi fisiknya yang berubah dengan memanfaatkan dengan
teman sebayanya dari jenis kelamin yang mampu menerima perasaan seksual
masing-masing (laki-laki dan perempuan) dan mempersiapkan perkawinan dan
kehidupan berkeluarga.
Di dalam upaya mengisi peran sertanya yang baru itu,
seorang remaja mendapatkan motivasi diri meningkatnya energi seksual (Libido
menurut Sigmund Freud, energi ini, berkaitan erat dengan kematangan fisik,
sedangkan menurut Anna Froud Fokus utama dari energi seksual ini adalah
perasaan-perasaan di sekitar alat kelamin (Sarwono, 2006).
2.4.3
Pergaulan yang bebas
Kebebasan pergaulan antara jenis kelamin pada remaja,
kiranya dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar.
Dalam penelitian yang pernah dikutip diatas, yang respondennya adalah
siswa-siswi kelas II SMU di Jakarta dan banyak masih terungkap bahwa diantara
remaja yang sudah berpacaran hampir (diatas 97%) pernah berpegangan tangan
dengan pacarnya. Jumlah yang pernah berciuman adalah 61,6% untuk pria dan 29,4%
untuk wanita. Yang pernah meraba payudara tercatat 2,32% pria dan 6,7% wanita.
Sedangkan memegang alat kelamin ada 7,1% pria dan 1,0% wanita dan yang pernah berhubungan
kelamin dengan pacarnya terdapat 2,0% seluruhnya pria. Rata-rata khusus dari
responden Jakarta .
Angka-angka tersebut kiranya cukup mencerminkan keadaan
pergaulan antara remaja pria dan wanita yang sudah bergeser dari kejadian 20-30
tahun yang lalu. Tetapi jika dibandingkan dengan di negara-negara maju
angka-angka tersebut bagaimanapun juga relatif masih rendah (Sarwono, 2006).