BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia World Health Organization
(WHO), tiap tahun diseluruh dunia ada 490.000 perempuan terdiagnosis kanker leher
rahim, 240.000 orang diantaranya meninggal dunia. Sebanyak 80 persen terjadi di negara berkembang (Seksfile,
2007).
Kanker leher rahim merupakan
masalah kesehatan terbesar di negara berkembang akibat terbatasanya akses
screening dan pengobatan. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 400 ribu kasus
baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang, penderita terbanyak kanker leher rahim ada di
Indonesia (Pelita, 2007).
Kanker leher rahim merupakan
kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia .
Di negara maju kanker ini menduduki urutan ke-10 dan bila digabung maka ia
menduduki urutan ke-5, sebagaimana kanker pada umumnya maka kanker leher rahim
akan menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas). Dengan demikian
penanggulangan kanker leher rahim harus dilakukan secara menyeluruh dan
terintegrasi, jika dilihat penyebarannya di Indonesia
92,44% terakumulasi di Jawa dan Bali (Aziz,
2001).
Menurut perkiraan Departemen
Kesehatan, terdapat sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus
setiap tahunnya. Biasanya tanpa gejala pada stadium dini, tetapi jika ditemukan
pada stadium dini, kanker leher rahim dapat disembukan dengan baik. Lebih dari
70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium
lanjut (Bustan, 2007).
Kanker leher rahim termasuk
kanker yang sering ditemukan pada kalangan wanita yang telah kawin, hygiene
seksual, infeksi leher rahim, kekerapan melahirkan dan sosial ekonomi rendah.
Kanker leher rahim merupakan salah satu yang dapat ditemukan secara dini
melalui pemeriksaan Pap Smear setiap tahun bagi semua wanita dewasa (Willie,
2007).
Kanker leher rahim adalah
penyakit kanker yang menyerang leher rahim wanita. Jumlah penderita kanker
leher rahim di Indonesia
sekitar 200 ribu setiap tahunya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker
payudara. Namun demikian walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan
yang dapat menyebabkan kematian, kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan
sangat rendah. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai
kanker ini. Indikasinya adalah lebih dari 70% penderita yang datang ke rumah sakit
sudah pada kondisi lanjut (bkkbn, 2008).
Faktor-faktor yang dianggap sebagai
faktor resiko terjadi kanker leher rahim adalah usia perkawinan muda atau
hubungan seks dini, yakni sebelum usia 20 tahun. Faktor ini dianggap
faktor risiko terpenting dan tertinggi, ganti-ganti mitra seks yakni wanita
pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering terserang kanker leher rahim, higiene
rendah yang memungkinkan infeksi kuman, paritas tinggi lebih banyak, ditemukan
pada ibu dengan banyak anak, jumlah perkawinan yakni ibu dengan suami yang
mempunyai lebih dari satu atau banyak istri lebih beresiko kanker leher rahim,
infeksi virus ; terutama HPV (Bustan, 2007)
Ada beberapa faktor lain yang
dicurigai yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim antara
lain, mulai melakukan hubungan seksual pada usia muda, sering berganti-ganti
pasangan seksual, sering menderita infeksi di daerah kelamin, melahirkan banyak
anak, kebiasaan merokok (risiko dua kali lebih besar), defisiensi vitamin A, C,
E (Rachmad, 2007).
Departemen Kesehatan RI
memperkirakan kanker leher rahim di Indonesia adalah 1000 per 100.000
penduduk pertahun. Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi-anatomi
di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker leher rahim tertinggi diantara
kanker yang ada di Indonesia, jika lihat penyebarannya di Indonesia terlihat
bahwa 92,44% terakumulasi di Jawa-Bali (Aziz, 2001).
Menurut laporan Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang tahun 2006, jumlah kasus kanker
leher rahim yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit
Kandungan cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2003
sebanyak 7 kasus dan pada tahun 2004 menjadi 57 kasus kemudian meningkat pada
tahun 2005 sebanyak 223 kasus dan pada tahun 2006 sebanyak 329 kasus (Yully,
2007).
Berdasarkan uraian di atas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan umur dan paritas
ibu dengan kejadian kanker leher rahim
di instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara
umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim di instalasi rawat inap
kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
antara umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim di instalasi
rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan umur ibu dengan
kejadian kanker leher rahim di
instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
2. Diketahuinya hubungan paritas ibu dengan
kejadian kanker leher rahim di
instalasi rawat inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Institusi Kesehatan (RSMH Palembang )
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan bagi RSMH Palembang
tentang kanker leher rahim dalam penyusunan kebijakan pelayanan kesehatan
reproduksi serta peningkatan pengetahuan bagi tenaga kesehatan tentang hubungan
umur dan paritas ibu dengan kejadian kanker leher rahim.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi dan
berguna dalam proses belajar mengajar serta berbagai acuan untuk atau
penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup
Penelitian ini bersifat
deskriptif analitik, membahas hubungan antara umur dan paritas ibu dengan
kejadian kanker leher rahim pada ibu-ibu yang pernah dirawat di instalasi rawat
inap kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2007. Data yang diambil adalah data sekunder.