BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kehamilan
adalah suatu peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh setiap wanita . tapi disamping
itu kehamilan juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya adalah
abortus. Abortus merupakan momok bagi setiap ibu hamil. Abortus memang paling
ditakuti oleh banyak wanita hamil. Abortus bisa saja terjadi secara tiba-tiba
tanpa ada sebabnya.
Di
negara-negara maju angka kematian ibu berkisar antara 5 - 10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara-negara sedang berkembang
berkisar antara 750 - 1000 per 100.000 kelahiran hidup. Di negara-negara miskin dan sedang berkembang
kematian ibu hamil dan bersalin merupakan masalah besar (Winkjosastro, 2006:
24).
Menurut Dirjen
Binkesmas Departemen Kesehatan, Prof. Dr. Azrul Anawar, aborsi hingga 50% pada
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Prof. DR. Gulardi Winkjosastro dalam Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2000 mengemukakan AKI di Indonesia mencapai
196/100.000 kelahiran hidup. Dibandingkan data United National Fund Population (UNFPA) AKI di Indonesia mencapai
650/100.000 kelahiran hidup, menduduki peringkat kedua dari negara-negara
berpenduduk mayoritas Islam setelah Afganistan dengan AKI sebesar 1.700/100.000
kelahiran hidup (Rahima, 2008).
Pada komplikasi
kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian
wanita subur (23%). Bagi wanita yang
berumur 20-24 tahun diantaranya penyebab kematian (40%) dan komplikasi obstetri
yang sering adalah pendarahan,
infeksi, eklampsia, abortus dan partus lama (90%) (Depkes RI, 2003).
Indonesia sendiri
masih menjadi negara dengan angka kematian ibu hamil tertinggi di Asia
Tenggara. Menurut data SDKI 2002-2003 angka kematian ibu sebesar 307/100.000
kehamilan, jumlah ini masih sangat tinggi dibandingkan dengan Fhilipina sebesar 280/100.000 kehamilan atau Vietnam sebesar
160/100.000 kehamilan. Banyak faktor yang menyebabkan kematian ibu
seperti eklampsia,
pre-eklampsia dan salah satu penyebab terbesar kematian tersebut adalah
perdarahan yang mencapai 46% dan termasuk didalamnya perdarahan akibat abortus
(SDKI, 2003).
Menurut Profil
Dinkes Kota Palembang kematian ibu hamil tahun 2003 di Kota Palembang sebanyak 14 orang
dengan penyebab kematian akibat perdarahan 3 orang (21,4%), elampsia 2 orang
(14,3%), pre-eklampsia 5 orang (35,7%) dan selebihnya disebabkan oleh faktor
lainnya termasuk abortus 28,6% (Dinkes Kota Palembang, 2003).
Dalam kurun
reproduksi sehat bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan umur 20-30
tahun sedangkan paritas 2-3 merupakan paritas aman ditunjang dari kematian
maternal (Wiknjosastro, 2006:3).
Ada beberapa
alasan dari kondisi individualis yang memungkinkan wanita melakukan abortus.
Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu status ekonomi, pendidikan,
tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Estimasi
nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia artinya 43 kasus abortus
per 100 kelahiran hidup perempuan 15-49 tahun (Nasrin, 2002).
Resiko terjadinya
abortus spontan meningkat bersamaan dengan
meningkatnya jumlah paritas, usia ibu, jarak persalinan dengan kehamilan
berikutnya. Abortus meningkat sebesar 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar
26% pada usia lebih dari 40 tahun. Insiden terjadinya abortus meningkat jika
jarak persalinan dengan kehamilan berikutnya
3 bulan (Sastrawinata, 2004).
Kejadian abortus
diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya
penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan
riwayat abortus mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan
prematur, abortus berulang, berat badan lahir rendah (Cunningham, 2005).
Dari data yang
diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan kejadian
abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17% ), abortus komplet sebanyak 2 kasus
(1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion
sebanyak 3 kasus (2,44%) (RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, 2006).
Dari data di atas
dapat disimpulkan bahwa kejadian abortus mengalami peningkatan angka kematian
ibu dari tahun ke tahun, sehingga dapat menjadi indikator dan sebagai program
pemerintah Kota Palembang. Terjadinya abortus dapat menyebabkan meningkatnya
angka kesakitan dan kematian pada ibu dan janin.
Berdasarkan uraian
di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Hubungan antara
Umur dan Paritas dengan Kejadian Abortus di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2007”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara umur dan paritas
ibu hamil dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui gambaran
antara umur dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Pusat
Hoesin Palembang tahun 2007.
2.
Untuk mengetahui gambaran
antara paritas dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2007.
3.
Untuk mengetahui hubungan
antara umur dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun
2007.
4.
Untuk mengetahui hubungan
antara paritas dengan kejadian
abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dengan melaksanakan penelitian ini, dapat menambah
pengalaman dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejadian abortus serta
penelitian ini menggunakan teori statistik.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik
dalam proses belajar mengajar sehingga dapat menunjang pengetahuan dan wawasan
peserta didik serta dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.
1.4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi petugas kesehatan di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang khususnya para bidan dalam
memberikan penyuluhan dan sebagai bahan evaluasi keberhasilan dalam pelayanan
kesehatan terutama pada pelayanan masalah abortus.
1.5
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan pada semua ibu hamil yang dirawat di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Kehamilan
Masa kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari
konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu atau 9
bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2002: 89).
2.2
Proses Kehamilan
Menurut Wiknjosastro
(2006: 55), proses terjadinya kehamilan sebagai berikut :
1.
Pembuahan
Pada masa pubertas
sel-sel spermatogonium dibawah pengaruh sel-sel interstisial leydig mulai aktif
mengadakan mitosis dan meosis. Tiap spermatogonium membelah dua dan
menghasilkan spermatosit. Spermatosit yang pertama membelah dua dan menjadi dua
spermatosit kedua, spermatosit kedua membelah masing-masing memiliki jumlah
kromosom setengah dari jumlah yang khas untuk jenis itu. Dari spermatosit ini kemudian
tumbuh spermatozoid.
Pertumbuhan sel yang
terhenti dalam profase meosis dinamakan oosit pertama. Oosit pertama mendapat
rangsangan dari FSH sehingga meosis terjadi terus menerus. Oosit kedua berada
dalam sitoplasma dimana pembelahan ini terjadi sebelum ovulasi. Spermatozoid
yang dikeluarkan di fornik vagina dan sekitar porsio hanya beberapa yang sisa
sampai bagian ampula tuba, dimana spermatozom dapat memasuki ovum yang telah
siap untuk dibuahi.
2.
Nidasi
Umumnya nidasi terjadi
di dinsing depan dan belakang uterus dekat pada fundus uteri. Terjadinya nidasi
dimulai dengan diferensiasi sel-sel blastula. Sel-sel yang lebih kecil, yang
dekat pada ruang eksoselom membentuk endoterm dan yalk sel. Sedang sel-sel yang
lebih besar menjadi ektoderm dan membentuk ruang amnion. Sel-sel fibrola dan
mosedermal tumbuh di sekitar embrio dan sebelah dalam trofoblas kemudian
terbentuknya chorionic membran yang kelak menjadi korion.
Dalam tingkat nidasi
trofoblas antara lain menghasilkan hormon human chorionic gonadotropin yang
berfungsi mempengaruhi korpus luteum yang menghasilkan progesteron, dan juga
sebagai penentu ada tidak kehamilannya.
3.
Plasentasi
Pertumbuhan embrio
terjadi dari embrional plate yang selanjutnya terdiri atas tiga unsur lapisan.
Sementara itu, ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom,
akhirnya dinding ruang amnioon mendekati korion. Sedangkan mesoblas antara
ruang amnion dan embrio menjadi padat dinamakan body stalk (menjadi tali pusat), dimana terdapat pembuluh-pembuluh
darah sehingga ada yang menamakannya vaskuler stalk. Adapun sistem
kardiovaskuler janin dibentuk pada kira-kira minggu ke 10. organogenesis
diperkirakan selesai pada minggu ke-12, dan disusul oleh masa fetal dan
perinatal.
4.
Ciri-ciri Tua Fetus
Tua kehamilan (dalam minggu sesudah hari pertama haid terakhir)
|
Panjang fetus (dari puncak kepala ke ujung sakrum)
|
Ciri-ciri
|
·
Organogenesis
8 minggu
12 minggu
|
2,5 cm
9 cm
|
Hidung, kuping, jari-jari mulai dibentuk. Kepala membungkuk ke dada.
Daun kuping lebih jelas, kelopak-kelopak mata masih melekat, leher
mulai dibentuk, alat genetalia eksterna terbentuk, belum berdiferensiasi
|
·
Masa fetal
16 minggu
20 minggu
24 minggu
|
16-18 cm
25 cm
30-32 cm
|
Genitalia eksterna terbentuk dan dapat dikenal, kulit merah tipis
sekali
Kulit lebih tebal, opak dengan rambut halus (lanugo)
Kelopak-kelopak mata terpisah, alis dan bulu mata ada, kulit keriput
|
·
Masa Perinatal
28 minggu
|
35 cm
|
Berat 1000 gr
|
2.3
Abortus
2.3.1 Definisi
Abortus adalah
ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Mansjoer, 2001:260).
Dalam Achadiat
(2004:26), definisi abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan,
dimana janin belum mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia kehamilan
< 20 minggu atau berat janin < 500 gram.
2.3.2 Jenis Abortus
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan
tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah (Winkjosastro, 2002).
2. Abortus Infeksiosa
Abortus
infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genetalia (Wiknjosastro,
2006)
3. Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Perdarahan
pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati
hingga 8 minggu atau lebih. Biasanya diagnosis tidak dapat ditentukan hanya
dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan
waktu pengamatan dan pemeriksaan ulangan (Saifuddin, 2002).
4. Abortus Habitualis
Seorang wanita menderita abortus habitualis, apabila
ia mengalami abortus berturut-turut 3 kali
atau lebih (Winkjosastro, 2006).
5. Abortus Provokatus (Abortus Buatan)
Abortus
Provokatus adalah abortus yang disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus Provokatus terbagi
lagi menjadi :
a.
Abortus Provokatus Medisinalis (Abortus
Therapeutica)
Abortus Provokatus Medisinalis adalah abortus
karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasimedis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2-3 tim dokter ahli.
b. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus Provokatus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
2.4
Etiologi Abortus
Menurut WIknjosastro (2006: 302), penyebab abortus sebagian besar
belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
1.
Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
dapat menyebabkan kematian janin atau kelainan genetalia sehingga menyebabkan
kematian janin pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan sebagai berikut :
a.
Faktor kromosom
b.
Lingkungan kurang sempurna
c.
Pengaruh dari luar
2.
Kelainan pada plasenta
Endoteritis
dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
3.
Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta, seperti
toksin, bakteri, virus atau plasmodium. Ada juga penyakit lain yang bisa
menyebabkan abortus seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malari, dan sebagainya.
4.
Kelainan traktus genitalis
Kelainan pada uterus yang menyebabkan
terjadinya abortus dan memegang peranan penting adalah retroversio inkarserata
atau mioma submukosa. Pada trimester ke-2 kehamilan, bila terjadi abortus
penyebabnya ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan pada
serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks
luas yang tidak dijahit.
2.5
Diagnosis Abortus
Menurut Saifuddin (2002: M-11), ada beberapa kriteria dugaan abortus
spontan (keguguran) sebagai berikut :
1.
Terjadi perdarahan
2.
Disertai sakit perut
3. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil
konsepsi
4. Pemeriksaan hasil tes kehamilan dapat
masih positif atau sudah negatif
Hasil
pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi :
1.
Pemeriksaan fisik bervariasi
tergantung jumlah perdarahan
2.
Pemeriksaan fundus uteri :
a. Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai
dengan umur kehamilan
b.
Tinggi dan besarnya sudah
mengecil
c.
Fundus uteri tidak teraba
diatas simfisis
3.
Pemeriksaan dalam :
a.
Serviks uteri masih tertutup.
b.
Serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum
uteri atau pada kanalis servikalis.
c.
Besarnya rahim (uterus) telah
mengecil.
d.
Konsistensinya lunak.
2.5.1 Abortus Imminens
Terdapat perdarahan bercak hingga sedang, serviks
tertutup, uterus sesuai usia gestasi, terdapat kram perut bawah dan uterus
lunak.
2.5.2 Abortus Insipiens
Terdapat perdarahan sedang hingga banyak, serviks
terbuka, uterus sesuai kehamilan, terdapat kram atau nyeri perut bawah dan
belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
2.5.3 Abortus Inkomplit
Terdapat perdarahan sedang
hingga banyak, serviks terbuka, uterus sesuai usia kehamilan,
terdapat kram atau nyeri perut bawah dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
2.5.4 Abortus Komplit
Terdapat perdarahan bercak hingga sedang, serviks
tertutup/terbuka, uterus lebih kecil dari usia gestasi sedikit atau tanpa nyeri
perut bawah, riwayat ekspulsi hasil konsepsi.
(Saifuddin, 2002)
2.6 Faktor Patofisiologi
Abortus
Patofisiologi terjadinya abortus mulai dari terlepasnya
kejadian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga
janin kekurangan nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda
asing sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran
tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang
menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu abortus memberikan gejala umum
sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran
seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang tidak
dikeluarkan dapat terjadi :
1.
Mola karnosa
Hasil konsepsi menyerap darah, terjadi gumpalan seperti
daging.
2.
Mola tuberosa
Amnion berbenjol-benjol,
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
3.
Fetus kompresus
Janin mengalami mummifikasi,
terjadi penyerapan kalsium dan tertekan sampai gepeng.
4.
Fetus papiraseus
Kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan,
seperti kertas.
5.
Blighted ovum
Hasil konsepsi yang
dikeluarkan tidak mengandung janin, hanya benda kecil yang tidak berbentuk.
6.
Missed abortion
Hasil konsepsi yang tidak
dikeluarkan lebih dari 6 minggu.
Bila
keguguran pada umur kehamilan lebih tua dan tidak segera dikeluarkan, dapat
terjadi maserasi dengan ciri kulit mengelupas, tulang kepala berimpitan dan
perut membesar karena asites atau pembentukan gas.
2.7 Faktor Predisposisi
Menurut Mochtar (1998:
209), faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah :
1. Kelainan ovum
2. Kelainan genetalia ibu
3. Gangguan sirkulasi plasenta
4. Penyakit-penyakit ibu
5. Antagonis Rhesus
6. Terlalu cepatnya korpus luteum
menjadi atrofis
7. Perangsangan pada ibu yang
menyebabkan uterus berkontraksi
8. Penyakit bapak
2.8 Penatalaksanaan dan Terapi
Abortus
Menurut Mansjoer (2001: 263), penatalaksanaan dan terapi
abortus sebagai berikut :
2.8.1 Abortus Iminens
1. Istirahat baring agar aliran darah ke
uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali
sehari bila pasien tidak panas dan tiap 4 jam bila pasien panas.
3. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil
negatif, mungkin janin telah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah
janin masih hidup.
4. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital
3 x 30 mg. Berikan preparathematinik misalnya sulfas ferosus 600-1000mg.
5.
Diet tinggi protein dan
tambahan vitamin C.
6.
Bersihkan vulva minimal
2x sehari dengan cairan anti septik untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan cokelat.
2.8.2 Abortus Insipiens
1.
Bila perdarahan tidak banyak,
tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam.
2.
Pada kehamilan kurang dari 12
minggu, yang biasanya disertai dengan perdarahan, tangani dengan pengosongan
uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskuler.
3.
Pada kehamilan lebih dari 12
minggu berikan infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% 500 ml dimulai 8
tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus
komplit.
4. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta
masih tertinggal lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
2.8.3 Abortus Inkomplit
1.
Bila disertai dengan syok
karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau RL dan secepat
mungkin ditransfusi darah.
2.
Setelah syok diatasi, lakukan
kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuskuler.
3.
Bila janin telah keluar, tetapi
plasenta masih tertinggal lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
4. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
2.8.4 Abortus Komplit
1.
Bila kondisi pasien baik,
berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2.
Bila pasien anemia berikan
hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah.
3. Berikan anti biotik untuk mencegah
infeksi.
4.
Anjurkan pasien diet tinggi
protein, vitamin dan mineral.
2.8.5
Missed Abortion
1. Bila kadar fibrinogen normal,
segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2. Bila kadar fibrinogen rendah,
berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan
konsepsi.
3. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam, lalu dilakukan
dilatasi serviks dengan dilatator Hegar, kemudian hasil konsepsi diambil
dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
4. Pada kehamilan lebih
dari 12 minggu, berikan diet istilbestrol 3 x 5 mg, lalu infus oksitosin: 10 IU dalam dekstrose
5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes pe rmenit dan naikkan dosis sampai ada
kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin
setelah pasien istirahat satu hari.
5. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari
bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam
kavum uteri melalui dinding perut.
2.8.6 Abortus Habitualis
1.
Memperbaiki keadaan umum.
2.
Pemberian makanan yang
sempurna.
3.
Anjurkan istirahat cukup
banyak.
4.
Larangan koitus dan olahraga
2.9 Penatalaksanaan dan
Manajemen Terapi Abortus
Menurut Rumah Sakit
Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2007, penatalaksanaan dan manajemen
terapi abortus sebagai berikut :
2.10 Komplikasi Abortus
Menurut Wiknjosastro (2002: 311), komplikasi yang
berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
a.
Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan
pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu transfusi
darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak
diberikan pada waktunya.
b.
Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat
terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi
peristiwa itu, penderita perlu diambil dengan teliti. Jika ada tanda bahaya,
perlu segera diselidiki laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
c.
Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
dapat terjadi atau pada tiap abortus inkompletus dan telah sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila
infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah perioritis umum atau sepsis dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
d.
Syok
Syok pada abortus biasa terjadi
karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok
endoseptik).
2.11 Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Abortus, sebagai berikut :
1.
Umur
Dalam
kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun (Winkjosastro, 2006).
Penelitian yang diambil di Asuncion
Bogota, Lima Panama dan Buenos Aires, Amerika Latin memperlihatkan bahwa angka
abortus dikalangan remaja relatif paling rendah. Akan tetapi, memperlihatkan
kecenderungan yang meningkat pesat dibandingkan dengan kelompok umur yang lain.
Angka tertinggi justru ditemukan dikalangan wanita berusia lebih dari 35 tahun
(Nasrin, 2002).
2.
Paritas
Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditunjang dari sudut kematian maternal. Paritas 1
dan paritas tinggi (> 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal (Wiknjosastro, 2006: 23)
Dari survei yang dilakukan di India
mencatat 20% wanita yang melakukan abortus memiliki 1 atau 2 anak, 32%
mempunyai 3 atau 4 anak dan
14% telah mempunyai lebih dari 5 anak (Nasrin, 2002).
3. Status Perkawinan
Umumnya yang melakukan abortus adalah
para wanita yang belum menikah. Survei yang dilakukan di Amerika Latin
menemukan 18% komplikasi abortus terjadi pada kelompok yang belum menikah,
sedangkan di Korea dan Thailand insiden
abortus dikalangan yang tidak menikah sangat tinggi, umumnya terjadi dikalangan
mahasiswa dan wanita pekerja (Nasrin, 2002).
4. Status Sosial Ekonomi
Pertolongan abortus yang tidak aman
lebih banyak dialami oleh
kelompok masyarakat yang miskin, karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka
untuk membiayai jasa pertolongan profesional (Nasrin, 2002).
5. Pendidikan
Kejadian abortus lebih banyak
ditemukan pada wanita tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan wanita
tingkat pendidikan tinggi (Nasrin, 2002).
2.12 Peranan Bidan
2.12.1
Definisi Bidan
Menurut
Sofyan (2006: 78), definisi bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lolos ujian
sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register), diberi izin secara
syah untuk menjalankan praktek.
2.12.2
Peran dan Fungsi Bidan
Menurut
Wahyuningsih (2006), peran dan fungsi bidan sebagai berikut :
a.
Peran Sebagai Pelaksana
1)
Tugas Mandiri
§ Menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
§ Memberikan
pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan melibatkan klien
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada klien selama kehamilan normal
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan
klien/keluarga
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga
pada wanita usia subur
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada wanita gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa
kilakterium dan menopause
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada bayi balita dengan melibatkan keluarga
2)
Tugas Kolaborasi/Kerjasama
§ Menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi
§ Memberikan
asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan.
3)
Tugas Ketergantungan/Merujuk
§ Menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga.
§ Memberikan
asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko
tinggi dan kegawatdaruratan
b.
Peran Sebagai Pengelola
§ Mengembangkan
pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan kepada individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan
masyarakat/klien.
§ Berpartisipasi
dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah
kerjanya
c.
Peran sebagai Pendidik
§ Memberikan
pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan ibu anak dan keluarga berencana.
§ Melatih dan
membimbing kader, siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun di wilayah
kerja
d.
Peran sebagai Peneliti/Investigator
Melakukan
investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri
maupun secara kelompok
2.13 Peranan Bidan terhadap Tatalaksana Penanganan Abortus
Menurut Chandranita (2008), peranan
bidan terhadap tatalaksana penanganan abortus sebagai berikut :
1.
Dalam menghadapi pasien yang
ingin gugur kandungan, bidan dapat
bersikap :
a.
Meluluskan permintaan dan
melakukan tindakan gugur-kandungan dengan resiko yang cukup besar
b.
Semuanya dapat terjadi karena
dalam pendidikan bidan tidak diajarkan untuk melakukan gugur kandungan yang
bersih dan aman
2.
Tindakan yang dilakukan bidan
bila diminta melakukan pertolongan karena perdarahan akibat gugur-kandungan
yang dilakukan oleh orang lain :
a.
Pasang infus
b.
Lakukan pemeriksaan dalam
c.
Beri oksitosin atau uterotonika
lainnya
d.
Kirimkan ke rumah sakit
terdekat untuk dilakukan tindakan selanjutnya
e.
Bidan dapat saja memasang
tampon vagina
3.
Tindakan yang dilakukan bidan,
bila pasien yang mengalami akibat gugur kandungan dan infeksi dengan gejala
badan panas tinggi terdapat perdarahan, perut bagian bawah tegang, sakit dan
ada kemungkinan terdapat pembengkakan, antara lain :
a.
Pasang infus
b.
Bila tidak ada lagi masalah,
beri minum sebanyak-banyaknya
c.
Beri pengobatan yang dapat
diberikan
d.
Pemeriksaan dalam boleh
dilakukan atau tindakan yang sepesialistis
e.
Merujuk pasien ke rumah sakit
f.
Lakukan pengeluaran hasil
konsepsi secara manual bila terjadi perdarahan banyak
g.
Kasus abortus infeksi yang
sering menyebabkan kematian