BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut United Nation Found Population (UNFPA), pada 1989 penduduk dunia
telah mencapai 5,2 milyar, kemudian setiap tahunnya meningkat lebih dari 90
juta. Pada akhir abad ini diperkirakan akan menjadi 6,25 milyar, pada tahun
2025 diperkirakan akan bertambah sebesar 2
milyar atau menjadi 8,5 milyar,
selanjutnya seabad dari sekarang penduduk dunia baru akan berhenti tumbuh angka
10 milyar (Sarwono, 2005).
Untuk mengatasi kenaikan jumlah
penduduk di dunia sebagai salah satu program pembangunan nasional, program
Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti yang sangat penting dalam upaya
mewujudkan manusia Indonesia sejahtera disamping program-program pembangunan
lainnya. Dalam peraturan pemerintah No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disebutkan bahwa program KB Nasional merupakan
rangkaian pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sebagai
langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini
diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk melalui keluarga
berencana, serta pengembangan dan peningkatan kualitas penduduk melalui
perwujudan keluarga kecil yang berkualitas (www.bkkbn.com.Jakarta,
2007).
Keluarga berencana menurut World
Health Organization (WHO) Expart Commite 1970 adalah tindakan yang
membantu suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, untuk
mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval antara
kehamilan (Hartanto, 2003).
Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2003, jumlah peserta KB saat ini sebanyak 27,85 juta pasangan usia subur
atau sekitar 60,3% dari total pasangan usia subur sebanyak 40 juta orang. Dari
jumlah itu, 27% menggunakan KB suntik, KB pil sebesar 16% dan yang paling
rendah digunakan adalah vasektomi dan kondom yang hanya berjumlah 0,9% dan 0,4%
dari jumlah pasangan usia subur (PUS) tersebut (Donaendro, 2007).
Rendahnya partisipasi pria dalam
pelaksanaan program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi disebabkan
rendahnya pengetahuan pria tentang kesehatan reproduksi dan rendahnya kesertaan
pria, terutama dalam praktek KB serta pemeliharaan kesehatan ibu dan anak
termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini belum memuaskan. Hal ini
terbukti hanya berpersentasi 0,7% pria yang menggunakan KB kondom, maka untuk
meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dan berkaitan dengan perubahan
pradigma yang disepakati dalam Konfrensi Kependudukan dan Pembangunan Dunia (ICPD) di Kairo tahun 1994, mengalami
perubahan dan pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi
ke arah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi
dan kesetaraan gender (BKKBN, 2005).
Hasil pemantauan peserta KB aktif
melalui mini survei tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di
Indonesia adalah 66,2%, cara KB yang dominan dipakai adalah suntikan (34%) dan
pil (17%), sedangkan yang lainnya, IUD (7%), implant atau susuk KB (4%), Metode
Operasi Wanita (2,6%), Metode Operasi Pria (0,3%), kondom (0,6%) (Iswarati,
2005).
Di Sumatera Selatan, berdasarkan
data yang dihimpun dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
tahun 2007 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) 1.412.394 orang dengan peserta KB
suntik sebesar 132.193 orang (50,51%), KB pil sebesar 97.069 orang (37,09%), KB
implant sebesar 18.447 orang (7,05%), KB kondom sebesar 10.189 orang (3,89%),
KB IUD sebesar 2.121 orang (0,81%), KB MOW sebesar 1.544 orang (4,48%) dan KB
MOP sebesar 156 orang (0,06%) (BKKBN, 2007).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya partisipasi pria dalam KB yang dapat dilihat dari berbagai aspek.
Dari pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang
diinginkan), faktor lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga/istri
(Endang, 2007).
Berdasarkan data di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara sikap dan pengetahuan dengan
partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi kondom di wilayah kerja
Puskesmas Sosial Tahun 2008.
1.2
Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara sikap dan pengetahuan
dengan partisipasi pria
terhadap pemakaian kontrasepsi kondom di wilayah kerja Puskesmas Sosial Tahun
2008?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sikap dan
pengetahuan dengan partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi kondom di
wilayah kerja Puskesmas Sosial Tahun 2008.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi sikap dengan
partisipasi pria terhadap pemakaian
kontrasepsi kondom di wilayah kerja Puskesmas Sosial Tahun 2008.
2. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan
dengan partisipasi pria terhadap pemakaian
kontrasepsi kondom di wilayah kerja Puskesmas Sosial Tahun 2008.
3. Diketahuinya hubungan antara sikap dengan
partisipasi pria terhadap pemakaian
kontrasepsi kondom di wilayah kerja Puskesmas Sosial Tahun 2008.
4. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan
partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi kondom di wilayah kerja
Puskesmas Sosial Tahun 2008.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Petugas Kesehatan (Puskesmas Sosial)
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan
bagi Puskesmas Sosial dan petugas kesehatan untuk mengevaluasi program KB
terutama KB pria.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
bahan referensi bagi perpustakaan Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada
keikutsertaan pria dalam berkeluarga berencana yaitu KB kondom. Adapun variabel
yang diteliti yaitu sikap dan pengetahuan, penelitian ini akan dilaksanakan di
wilayah kerja Puskesmas Sosial dengan menggunakan data primer, metode
penelitian Cross Sectional.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Keluarga Berencana
2.1.1
Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana yaitu upaya untuk
membantu pasangan suami/istri mencapai tujuan reproduksinya melalui kegiatan
pelayanan yang bermutu sehingga terhindar dari kesakitan dan kematian akibat
kehamilan beresiko tinggi serta dapat membangun keluarga seperti yang
diharapkan (BKKBN, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku karangan Hanafi Hartanto
(2003: 26), pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu indivindu
atau pasangan suami istri untuk :
1. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
2. Mendapatkan kelahiran yang memang diharapkan.
3. Mengatur interval diantara kehamilan.
4. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
umur suami istri.
5. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
2.1.2
Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan program keluarga berencana
adalah :
1. Tercapainya masyarakat yang sejahtera melalui
upaya perencanaan dan pengendalian jumlah anak.
2. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Piter, 2002).
2.1.3
Manfaat Keluarga Berencana
Manfaat keluarga berencana adalah :
1. KB bisa mencegah sebagian besar kematian ibu.
2. Dimasa kehamilan umpamanya, KB dapat mencegah
munculnya bahaya-bahaya seperti :
a. Kehaamilan terlalu dini.
b. Kehamilan terlalu telat.
c. Kehamilan terlalu berdesakan jaraknya.
d. Terlalu sering hamil dan berdesakan.
2.2
Kontrasepsi
2.2.1
Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi yaitu upaya mencegah
kehamilan yang bersifat sementara ataupun menetap. Kontrasepsi dapat dilakukan
tanpa menggunakan alat, secara mekanis, menggunakan obat/alat atau dengan
operasi (Mansjoer, 2001).
2.2.2
Jenis Kontrasepsi
Menurut Mansjoer (2001), jenis
kontrasepsi adalah sebagai berikut :
1. Kontrasepsi metode sederhana, yaitu :
a. Kondom.
b. Spermiside.
c. Koitus terputus (senggama terputus).
d. Pantang berkala.
2. Kontrasepsi metode efektif, yaitu :
a. Hormonal yaitu pil KB, suntikan KB dan susuk KB.
b. Mekanis yaitu AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim).
c. Metode KB darurat.
d. Metode mantap dengan cara operasi, baik pada
wanita dengan tubektomi, maupun dengan vasektomi pada pria.
2.2.3
Syarat-Syarat Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2003),
syarat-syarat dari kontrasepsi adalah sebagai berikut :
1. Aman atau tidak berbahaya.
2. Dapat diandalkan.
3. Sederhana, sedapat-dapatnya tidak usah
dikerjakan oleh seorang dokter.
4. Murah.
5. Dapat diterima oleh orang banyak.
6. Pemakaian jangka lama (continuation rate
tinggi).
2.3
Kontrasepsi Kondom
2.3.1
Pengertian Kontrasepsi Kondom
Kontrasepsi kondom menurut BKKBN
(2005) merupakan alat kontrasepsi “barier” yang bekerja dengan cara mencegah
kehamilan dengan mencegah masuknya sperma ke dalam rongga rahim yang dapat
dicegah kebetulan tidak hanya sperma tetapi juga bibit-bibit penyakit, karena
itu dapat juga digunakan untuk mencegah penularan PMS termasuk infeksi HIV.
2.3.2
Jenis-Jenis Kontrasepsi Kondom
Jenis-jenis kontrasepsi kondom yang
berbeda dalam hal menurut Suririnah (2005) adalah :
1. Bentuk
Ada yang
ujungnya rata ada juga yang ujungnya memiliki penampung untuk sperma. Pada saat
ini yang beredar dipasarkan adalah bentuk kondom yang memiliki bundaran kecil
diujungnya sebagai penampung sperma.
2. Warna
Ada yang tidak
tembus pandang, ada pula yang transparan dengan berbagai macam warna. Sekarang
ini jenis transparan dengan berbagai macam warna sesuai dengan aroma adalah
yang banyak beredar dipasarkan.
3. Lubrikasi
Ada yang
menggunakan minyak silikon, jelly, bedak atau yang kering, jelly dan bedak
untuk saat ini jarang digunakan pada kondom beredar di Indonesia.
4. Ketebalan
Kondom memiliki ketebalan yang
standar dan tipis
5. Permukaan
Helm,
bergelombang, tidak licin. Sekarang ini permukaan kondom semakin bervariatif,
para produsen kondom lebih kreatif untuk menarik konsumen untuk menggunakan
kondom.
6. Spermicida
Kondom yang
beredar ada yang menggunakan spermicida, ada juga yang tidak. Spermicida
berfungsi untuk membunuh sperma, penggunaan spermicida ini untuk menambah
efektifitas kondom sebagai alat kontrasepsi.
2.3.3
Macam-Macam Kontrasepsi Kondom
Macam-macam kondom menurut Hartanto
(2003), adalah :
1. Kulit
a. Dibuat dan membran usus biri-biri.
b. Tidak meregang atau mengkerut.
c. Menjalarkan panas tibuh, sehingga tidak
mengurangi sensualitas selama senggama.
d. Lebih mahal.
e. Jumlahnya < 1% dan semua jenis kondom.
2. Lateks
a. Paling banyak dipakai.
b. Murah.
c. Elastis.
3. Plastik
a. Sangat tipis (0,225 - 0,035 mm).
b. Juga menghantarkan panas tubuh.
c. Lebih mahal dari latex.
2.3.4
Mekanisme Kerja Kontrasepsi Kondom
Menurut Suririnah (2005), mekanisme
kerja kontrasepsi suntikan adalah kondom akan mengahalangi sperma masuk ke
dalam rahim, sehingga akan melindungi wanita dan kehamilan yang tidak
digunakan, karena sel sperma dan sel telur tidak bertemu.
2.3.5
Keuntungan Kontrasepsi Kondom
Menurut Hartanto (2003), keuntungan
kontrasepsi kondom yaitu :
1. Mencegah kehamilan.
2. Memberi perlindungan terhadap penyakit-penyakit
akibat hubungan seks (PHS).
3. Dapat diandalkan.
4. Relatif murah.
5. Sederhana, ringan, disposable.
6. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi
atau Follow Up.
7. Reversibel.
8. Pria ikut secara aktif dalam program KB.
2.3.6
Kerugian Kontrasepsi Kondom
Menurut Hartanto (2003), kerugian
kontrasepsi kondom yaitu :
1. Angka kegagalan relatif tinggi.
2. Perlu menghentikan sementara aktifitas dan
spontanitas hubungan seks guna memasang kondom.
3. Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan
terus menerus pada setiap senggama.
2.3.7
Kontra Indikasi Kontrasepsi Kondom
1. Absolut
a. Pria dengan ereksi yang tidak baik.
b. Riwayat syok septik.
c. Tidak bertanggung jawab secara seksual.
d. Interupsi seksual poreflay menghalangi minat
seksual.
e. Alergi terhadap karet atau lubrikan pada partner
seksual
2. Relatif
Interupsi seksual foreplay yang
mengganggu ekpresi seksual.
2.3.8
Waktu Pemakaian Kontrasepsi Kondom
Menurut Suririnah (2005) waktu
pemakaian kontrasepsi kondom, yaitu :
1. Bila hubungan seksual dilakukan pada saat istri
sedang dalam masa subur.
2. Bila istri tidak cocok dengan semua jenis alat
metode kontrasepsi.
3. Setalah vasektomi kondom perlu pakai sampai enam
minggu.
4. Sementara menunggu penggunaan metode/alat
kontrasepsi lainnya.
5. Bagi calon peserta pil KB yang sedang menunggu
haid.
6. Apabila lupa minum pil KB dalam jangka waktu
lebih dari 36 bulan.
7. Apabila salah satu dan pasangan suami istri
menderita penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
8. Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang
tersedia atau yang dipakai pasang suami istri.
9. Sementara menunggu pencabutan implant/susuk
KB/alat kontrasepsi bawah kulit, bila batas pemakaian implant telah habis.
2.3.9
Langkah-Langkah Pemakaian Kontrasepsi
Menurut Imew (2007), langkah-langkah
pemakaian kondom yaitu :
1. Kondom sebaiknya digunakan pada saat penis
ereksi sebelum masuk ke vagina. Kesalahan fatal yang sering terjadi yaitu
kondom baru digunakan saat menjelang ejakulasi padahal sebelum ejakulasi
kemungkinan telah keluar sperma dalam jumlah kecil yang kemungkinan bisa
menyebabkan kehamilan.
2. Jika kondom tidak mempunyai tempat penampungan
sperma di ujungnya,
sisakan 1-2 cm di ujung kondom untuk menampung cairan ejakulat.
3. Lepaskan kondom sebelum penis selesai ereksi,
pegang kondom pada pangkalnya dengan jari guna mencegah sperma tumpah dan
merembes
4. Tiap kondom hanya untuk sekali pakai dan
langsung dibuang
5. Jangan menyimpan kondom ditempat yang panas
serta menggunakan minyak goreng, baby oil, atau jelly sebagai minyak pelicin
kondom sebab akan menyebabkan kerusakan pada kondom
2.3.10
Efek Samping Kontrasepsi Kondom
Menurut Hartanto (2003), efek
samping dari kontrasepsi kondom adalah :
1. Keluhan utama dari akseptor
adalah berkurangnya sensualitas glans penis.
2. Alergi terhadap karet.
2.3.11
Tempat untuk Mendapatkan Kontrasepsi Kondom
menurut BKKBN (2005) Kondom Dapat Diperoleh :
a. Puskesmas.
b. Rumah sakit/rumah sakit bersalin.
c. Apotek.
d. Toko obat.
e. Toko swalayan.
f. Saluran alkon desa.
2.4
Faktor-Faktor yang diteliti yang Berhubungan
dengan Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana
2.4.1
Sikap
Sikap merupakan rekasi yang masih
tertutup tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat
ditafsirkan dari perilaku yang tampak (Notoatmodjo, 1993). Sikap merupakan
kesiapan untuk beraksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu
pelayanan terhadap suatu objek.
Secara umum sikap dapat dirumuskan
sebagai kecenderungan untuk berespon baik atau buruk terhadap orang, objek atau
situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional yang efektif
(senang, benci dan sedih), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang
objek itu) serta pengenalan suatu benda atau hal secara objektif. Selain
bersikap baik buruk, sikap memiliki kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci
atau agak benci). Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu
mencerminkan sikap seseorang, sebab sering terjadi bahwa seseorang
memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang
dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang subjek tersebut
melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Menurut Ir. Endah Winarni, MSPH, secara umum diantara
berbagai pernyataan pria tentang sikap dalam keluarga berencana, yang menonjol
adalah KB merupakan urusan wanita yang seharusnya disterilisasi (24 persen).
Sikap lainnya adalah sterilisasi pria sama dengan dikebiri (12 persen) dan
terendah adalah wanita yang disterilisasi dapat berganti-ganti pasangan seksual
(1 persen) (www.bkkbn.com/06/03/01).
2.4.2 Pengetahuan
Notoatmodjo (1997) mendefinisikan pengetahuan sebagai
suatu hasil dari hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan dan sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.
Tingkat pengatahuan di dalam domain kognitif terdapat
6 tingkatan, yakni : a) tahu (know)
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh
sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah; b)
memahami (comprehension) diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar; c)
aplikasi (aplication) diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi real (sebenarnya); d) analisis (analysis)
diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain; e) evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 1997).
Menurut Ir. Endah Winarni, MSPH, pengetahuan tentang
alat/cara KB telah meluas dikalangan pria. Hampir semua pria kawin sedikitnya
mengetahui satu jenis alat/cara KB (97 persen). Sembilan puluh enam persen
mengetahui satu jenis alat/cara KB
modern. Sedangkan pengetahuan sedikitnya satu alat/cara KB tradisional terlihat
masih rendah (37 persen) (www.bkkbn.com/06/03/01).