Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Di negara-negara maju angka kematian maternal berkisar antara 5 – 10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran (Sarwono, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 500.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil dan bersalin (Manuaba, 2008).
Diantara penyebab kematian ibu adalah kehamilan ektopik yang merupakan penyebab kematian ibu tertinggi. Di Amerika Serikat, angka kematian ibu yang disebabkan kehamilan ektopik meningkat dari periode 3 tahun hingga tahun 1990 (Williams, 2005).
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian maternal di Indonesia mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup, berarti 100.000 kelahiran hidup masih ada sekitar 248 ibu yang meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (Wiknjosastro, 2008).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Dari penelitian yang dilakukan Budiono Widodo di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1987 di laporkan 153 kehamilan ektopik dalam 4007  persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan, ibu yang mengalami kehamilan ektopik tertinggi pada kelompok umur 20 – 40 tahun. Dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai 14,6% (Sarwono, 2002).
Perubahan mortilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal dan defek fare luteal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik tuba (Wiki, 2009).
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting pada kehamilan ektopik. Hal ini merupakan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51 hingga 93% (Sarwono, 2005).
Berdasarkan tempat terjadinya yang paling memungkinkan untuk hamil di luar rahim ini adalah di saluran telur. Bisa pada satu saluran maupun saluran yang satu lagi, dan terjadi pada lebih 90% dari semua kehamilan ektopik (Sarwono, 2005).
Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi (penyakit radang panggul, penyakit hubungan sexual atau infeksi pasca abortus) untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah kelahiran turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif meningkat (Sarwono, 2005).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik yaitu umur ibu, paritas, pemakaian alat kontrasepsi dan pemakaian antibiotik. Oleh sebab itu pada setiap wanita dalam masa reproduksi yang mengeluhkan rasa nyeri dan rongga perut bagian bawah pikirkanlah kemungkinan kehamilan yang pecah karena 4% - 10% kematian maternal dan sekitar 16% kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik (Chalik, 1998).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ezeddin (2008) di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 2003 terdapat 47 kasus kehamilan ektopik terganggu dari 2.399 persalinan tahun 2004 terdapat 44 kasus ektopik terganggu dari 2.502 persalinan dan pada tahun 2005 terdapat 42 kehamilan ektopik terganggu dari 2.597 persalinan (Ezedin, 2008).
Dari catatan rekam medik Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang, angka kejadian perdarahan pada periode Januari – Desember 2005 berjumlah 97 kasus. Periode Januari – Desember 2006 berjumlah 59 kasus dan periode Januari – Desember 2007 berjumlah 127 kasus dari 2906 ibu bersalin.
Karena pentingnya penatalaksanaan dan diagnosis yang dini yang mengakibatkan perdarahan disertai abortus yang nantinya akan dialami oleh ibu yang mengalami kehamilan ektopik, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan karena keterbatasan maka penulis hanya mengambil 2 variabel yaitu umur dan paritas dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan Ektopik di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2008” 
1.2.        Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian kehamilan ektopik pada ibu hamil trimester pertama di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008?
1.3.        Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kehamilan ektopik Pada Ibu Hamil Trimester Pertama di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian kehamilan ektopik, umur ibu dan paritas di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang  tahun 2008.
2.      Diketahuinya hubungan umur ibu dengan kejadian kehamilan ektopik di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
3.      Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian kehamilan ektopik di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.

1.4.        Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi Tenaga Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan menjadi masukan dalam rangka menurunkan angka kejadian ektopik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.

1.4.2.      Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi yang bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan ilmu kebidanan terutama mengenai hamil ektopik, serta dapat digunakan sebagai acuan serta tolak ukur terhadap keberhasilan mahasiswa dalam proses perkuliahan.

1.4.3.      Bagi Penulis
Dengan dibuatnya karya ilmiah ini, maka mahasiswa secara langsung bisa melaksanakan penelitian dan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan akhir D III Kebidanan.

1.5.        Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah ibu-ibu hamil pada trimester ke-1 yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Konsep Dasar Kehamilan Ektopik
2.1.1        Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berlangsung (bernidasi) di luar endometrium yang normal (kavum uteri) (Manuaba, 2008).
Kehamilan ektopik adalah salah satu komplikasi kehamilan dimana ovum yang sudah dibuahi menempel di jaringan yang bukan dinding rahim (Wiki, 2009).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri (Sarwono, 2005).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang terjadi di luar rahim                       (Wirakusumah, 2004).
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa (Wiki, 2009).

2.1.2        Klasifikasi Kehamilan Ektopik
Menurut pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan ektopik adalah :
1.      Tuba Fallopi
a.       Pars-Interstisialis
b.      Isthimus
c.       Ampula
d.      Infundibulum
e.       Fimbrae
2.      Uterus
a.       Kanalis servikalis
b.      Divertikulum
c.       Korno
d.      Tanduk rudimenter
3.      Ovarium
4.      Intraligamenter
5.      Abdominal
6.      Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
 
2.1.3        Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak diketahui:
 a.      Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui, setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur kedalam rongga rahim memungkinkan kehamilan tuba.
b.      Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki volikel de graaf  yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam volikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
 c.      Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk diantara dua lapisan ligamentum latum.
d.      Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk section sesarea. Kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba (Sarwono, 2000).
Adapun faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.      Faktor dalam lumen tuba
a.       endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping sehingga lumennya tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b.      Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c.       Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.
2.      Faktor pada dinding tuba
a.       Endometriosis tuba dapat mempermudahkan impantasi telur yang dibuahi dalam tuba.
b.      Divertikel tuba kongenital atau assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
3.      Faktor di luar dinding tuba
a.       Pelekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.
b.      Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4.      Faktor lain migrasi luar ovum
a.       Perjalanan dari ovarium kanan ke tuba luri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dapat menyebabkan impantasi prematur.
b.      Fertilisasi invitro (Sarwono, 2005).
5.      Penggunaan hormon estrogen seperti pada kotrasepsi oral, pemakaian tuba dan pemakaian IUD (Mansjoer, 2001).

2.1.4        Patogenesis
Kehamilan ektopik dapat berubah kehamilan tuba, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan intraabdominal. Yang paling sering terjadi adalah kehamilan tuba, kehamilan tuba dapat terjadi pada pars interstisialis, pars ismia, pars ampularis, dan infundibulum tuba.
Hasil konsepsi bernidasi kolumnas atau interkolumnar dan biasanya akan tergagnggu pada kehamilan 6 – 10 minggu, berupa hasil konsepsi mati dan diresorpsi, abortus kedalam lumen tuba, ruptur dinding tuba.
Uterus menjadi besar dan lembek endometrium dapat berupa menjadi desidua karena pengaruh estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis, dan trofoblas. Pada endometrium juda dapat ditemukan fenomena Arial-Stella (Mansjoer, 2001).
  
2.1.5        Gejala Klinik Kehamilan Ektopik
Gambaran klinik kehamilan ektopik tidak diketahui adanya kelainan dalam kehamilan sampai terjadinya abrotus tuba atau ruptur tuba. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar di raba pada pemeriksaan bimanual (Sarwono, 2005).
Dengan demikian gejala klinik yang penting sebagai berikut :
a.       Nyeri
  1. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah secara tiba-tiba.
  2. Pada abortus tuba nyeri tidak seberapan hebat dan tidak terus menerus.

b.      Perdarahan Pervaginam
1.      Terjadinya kematian janin, berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
2.      Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51 hingga 93%.
3.      Perdarahan berarti ganguan pembentukan human chorionia gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

c.       Amenorea
Menurut Sarwono (2005), karakteristik amenorea pada kehamilan ektopik adalah :
  1. Lamanya bervariasi tergantung pada kehamilan janin.
  2. Dengan amenorea dapat dijumpai hamil muda yaitu morning sickness, mual muntah, terjadi perasaan ngidam.
2.1.6        Diagnosis
2.1.6.1  Diagnosis Hamil Ektopik
Pada keadaan ini terdapatnya trias kehamilan ektopik, terdapat kenaikan beta hCG (200 ml U/liter).
1.      Pada pemeriksaan fisik terdapat cairan bebas di kavum abdominalis dengan manifestasinya, tekanan darah turun atau normal dengan nadi meningkat, dapat terjadi syok dan tanda cullen.
2.      Pada pemeriksaan dalam CD menonjol dan nyeri, nyeri serviks, nyeri goyang, nyeri pada tuba dengan hamil ektopik dan teraba tumor (Manuaba, 2008).

2.1.6.2  Diagnosis Banding
Diagnosis banding terdiri dari : Radang alat-alat dalam panggul, terutama salpingitis, abortus, perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus luteum, kista torsi, komplikasi AKDR.
Pada abortus, perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan serta uterus biasanya besar dan lunak. Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus liteum dapat dibedakan, tetapi bukan merupakan persoalan penting karena harus dioperasi juga. Pada kista torsi ditemukan massa yang lebih jelas. Sedangkan pada kehamilan tuba batasnya tidak jelas (Wirakusumah, 2004).

2.1.7        Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap kehamilan ektopik meliputi :
1.      Non bedah (tanpa operasi)
    1. Observasi beta hCG (bila menurun berarti kehamilan mati dan diabsorbsi)
    2. Pengobatan dengan metotreksat pada kehamilan ektopik utuh atau abdomen
2.      Tindakan operasi hamil ektopik
    1. Salfingektomi
    2. Salfingostomi
    3. Histerektomi
    4. Laparotomi untuk mengeluarkan kehamilan abdominal
       Tindakan bidan menghadapi kehamilan ektopik adalah :
    1. Menegakkan diagnosis kehamilan
    2. Segera melakukan rujukan sehingga dapat tertolong dengan segera
    3. Saat melakukan rujukan sebaiknya dilakukan pemasangan infus sehingga pengganti darah yang hilang. Bila mungkin ikuti atau antar ke rumah sakit yang dapat memberi pertolongan operasi.
Dengan dilakukannya tindakan tersebut, bidan dapat ikut menurunkan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) akibat hamil ektopik            (Manuaba, 2008).

2.1.8        Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik, atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomia bila teralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui oleh suami-istri sebelumnya (Sarwono, 2005).

2.1.9        Pengobatan
Segera dilakukan operasi salpingektomi dengan pemberian tranfusi darah. Operasi tidak usah ditangguhkan sampai syok teratasi, asal transfusi sudah jalan, operasi dapat dimulai (Wirakusumah, 2004). 

2.2    Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan Ektopik
2.2.1        Umur
Meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan aktifitas mioelektrik tuba dan juga dalam usia reproduktif banyak ibu yang mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik (Wiki, 2009).
Maka sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20 – 40 tahun. Dengan umur rata-rata 30 tahun (Sarwono, 2005).

2.2.2        Paritas
Paritas 2-3 anak merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari kematian maternal. Paritas paling tinggi > 3  mempunyai angka kematian maternal yang tinggi (Wiknjosastro, 2005).
Pada umumnya kelainan-kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik. Untuk menderita kehamilan ektopik pada ibu dengan hamil 3 ke atas dibandingkan ibu hamil dengan paritas 1 – 2 kali (Sarwono, 2005).

2.3    Faktor-faktor Lain yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan Ektopik
2.3.1        Pemakaian Alat Kontrasepsi
Pemakaian IUD “spiral” dapat meningkatkan resiko hamil di luar kandungan, karena spiral mencegah telur yang dibuahi menetap di uterus dan oleh karenanya meningkatkan kemungkinan untuk menetap di tempat lain. Beberapan kehamilan antara 1 dan 3% terjadi sementara spiral masih tertanam dalam uterus (Yuwono, 2000).

2.3.2        Pemakaian Antibiotik
Pemakaian antibiotik dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi,  tetapi perlekatan menyebabkan pergerakkan silia dan peristaltik tuba terganggu dan menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula rahim, sehingga implantasi terjadi pada tuba (Wiknjosastro, 2005).


Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive