Ilmu Asuhan Kebidanan dan Keperawatan

HUBUNGAN ANTARA UMUR BALITA DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru, American Lung Association misalnya menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika penggunaan antibiotik membuat penyakit ini bisa di kontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada tahun 2000 kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh dinegara itu (Misnadiarly, 2008).
World Health Organization (WHO) memperkirakan kejadian pneumonia            di dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2 juta dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17%) dan malaria (8%) (Mardjanis, 2006).
Pada akhir 2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Indonesia mencapai lima kasus diantara 1.000 bayi atau balita. Pneumonia mengakibat 150.000 bayi atau balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).
Hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) tahun 2001 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih terlalu tinggi yakni sebesar 28% dan 80% kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 di Indonesia diperkirakan sekitar 4,9 per 1.000 balita, berarti rata-rata 1 anak balita Indonesia meninggal akibat pnemonia setiap 5 menit (Machmud, 2006).
Direktorat Jenderal Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (DIRJEN PPM & PL) memperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 bayi atau balita, berarti akibat pneumonia sebanyak 150.000 bayi atau balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi atau balita tiap lima menit (Depkes RI, 2004).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) melaporkan, proporsi kematian bayi akibat penyakit sistem pernapasan mencapai 32,1% sementara pada balita 38,8%. Dari fakta itulah kemudian pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat pneumonia balita sampai 33% pada 1994-1999, sesuai kesepakatan Declaration of the World Summit for Children pada 30 September 1999 di New York, Amerika Serikat sementara itu berdasarkan program pembanguan nasional (propenas) bidang kesehatan. Angka kematian lima perseribu, pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi tiga perseribu pada akhir tahun 2005 (Siswono, 2007).
Pemerintah Indonesia bersama masyarakat dunia telah mengambil langkah untuk menurunkan angka kematian akibat pneumonia. Hal ini terbukti dengan diberlakunya keputusan Presiden No.36 tahun 1990 tentang konvensi hak-hak anak dan undang-undang No.25 tahun 2000 tentang Program Pembanguan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 dengan sasaran antara lain menurunkan angka kematian akibat pneumonia balita menjadi 3 per 1000 dan menurunkan angka kesakitan balita akibat pneumonia dari 10-20% pada tahun 2000 menjadi 8-16% pada tahun 2004 (Depkes, 2004).
Perkembangan kasus pneumonia tahun 2006 dengan jumlah 7.582 atau 43,80% kasus dengan penderita pneumonia berat berjumlah 347 kasus dan ringan 7.181 kasus, tahun 2007 terjadi 7.735 kasus atau 48,28% dengan penderita pneumonia berat 112 kasus dan penderita ringan 7.623 kasus sedangkan pada tahun 2008 menyatakan cakupan penemuan penderita pneomonia sebanyak 7.306 kasus (Profil Dinkes Kota Palembang Tahun 2008).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru disebabkan terutama oleh bakteri, merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Mardjanis, 2008).
Faktor-faktor yang meningkatkan insiden pneumonia adalah dari faktor anak terdiri dari umur, jenis kelamin, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, imunisasi yang tidak memadai, pemberian vitamin A, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat tinggal (Wordpress, 2008).
Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006 kejadian pneumonia sebesar 76 kasus dari 140 balita yang dirawat, tahun 2007 kejadian pneumonia pada balita sebanyak 104 balita yang dirawat sedangkan pada tahun 2008 kejadian pneumonia pada balita sebanyak 75 kasus dari 304 balita.
Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara Umur Balita dan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat                Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008”.
1.2         Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara umur dan pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat                Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara umur balita dan pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada balita, umur balita, pendidikan ibu di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
2.      Diketahuinya hubungan antara umur balita dengan kejadian pneumonia pada balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat                        Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
3.      Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Peneliti
Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai hubungan antara umur balita dan pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita sehingga pengetahuan ini dapat diaplikasi dalam masyarakat.
1.4.2   Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi bagi tenaga kesehatan sehingga dapat mengupayakan pengembangan dan peningkatan pelayanan kesehatan.
1.4.3   Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa dan dapat menambah bahan kepustakaan di Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.5         Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pada variabel umur balita dan pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita di IRNA Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep Dasar Pneumonia
2.1.1   Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai perenkim paru distal                  dan jalan napas besar dan melibatkan bronkiolus respiratorik serta alveolus (Cunnigham, 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai perenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup brinkiolus espiratorius dan alveali serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Tjokronegoro, 2001).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri, merupakan penyakit infeksi saluran akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Mardjanis, 2008)
2.1.2   Etiologi
Etiologi pneumonia pada balita sulit untuk ditegakan karena dahak biasanya sulit ditemukan. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan spesimen funasi atau aspirasi paru serta pemeriksaan Spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pneumonia meskipun pemeriksaan spesimen fungsi paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita akan tetapi fungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan tersebut diagnosa bakteri penyebab pneumonia bagi balita di Indonesia mendasarkan hasil penelitian asing bahwa sireptacaccus pneumonia dan hemophylus influenza merupakan bakteri yang ditemukan di negara berkembang, sedangkan di negara maju pneumonia disebabkan oleh virus (Wordpress, 2008).
2.1.3   Gejala Klinik
Gejala penyakit biasanya didahului dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selama beberapa hari. Selain didapatkan demam menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat sersius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
Dalam menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur kurang 2 bulan, untuk kelompok 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia sedangkan untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia berat dan bukan pneumonia.
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain                di luar pneumonia seperiti batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis.
Pola tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana penderita pneumonia berat, pneumonia dan batuk pilek biasa. Hal ini berarti penyakit yang penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA adalah pneumonia berat, pneumonia dan batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis dan otitis belum dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Pneumonia Berat
Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dada bagian bawah ke dalam (chets indrawing) pada anak usia 2 tahun - 5 tahun. Sementara untuk kelompok usia < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau adanya tarikan yang luat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (sebere chest indrawing).
2.      Pneumonia
Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai 1 < tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit.
3.      Bukan Pneumonia
Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pneumonia lainnya.
Untuk tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum (Depkes RI, 2001).
2.1.4   Diagnosa
Ditegakan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologik dan dilakukan pun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana.
Anak dengan nafas cepat 60 kali per menit atau lebih pada anak umur            < 2 bulan dan adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak umur 2 bulan sampai dengan < 5 tahun disebut juga pneumonia berat.
Anak dengan nafas cepat 50 kali per menit atau lebih pada anak umur             2 bulan sampai dengan < 12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada anak umur 1 sampai dengan < 5 tahun, dan tidak ada tarikan dinding dada ke dalam klasifikasi sebagai pneumonia (tidak berat) (Mansjoer, 2001).
Sebagian besar penderita batuk pilek tidak ada tarikan dinding dada ke dalam dan tidak ada nafas cepat dengan frekuensi pernafasan < 50 kali per menit pada anak umur 2 bulan sampai dengan < 12 bulan dan < 40 kali per menit pada anak umur 1 tahun sampai dengan < 5 tahun. Anak ini hanya menderita batuk pilek diklasifikasikan bukan pneumonia (Depkes RI, 2001).
2.1.5   Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan disisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri. Selain itu masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri.
Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance) yang memberlakukan pedoman penatalaksanaan pneumonia bagi Puskesmas diseluruh Indonesia.
Masalah lain dalam hal perawatan penderita pneumonia adalah terbatasnya akses pelayanan karena faktor geografis. Lokasi yang berjauhan dan belum meratanya akses transportasi tentu menyulitkan perawatan manakala penderita pneumonia memerlukan perawatan lanjutan (rujukan) (Setiowulan, 2000).
2.1.6   Pencegahan
Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan tips berikut :
1.      Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.
2.      Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA.
3.      Membiasakan pemberian ASI.
4.      Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara sesak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi).
5.      Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakan perbaikan dan segera ke rumah sakit jika kondi anak memburuk.
6.      Imunisasi Hib (untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD = invasive pneumnococcal disease) dan vaksinasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6 - 23 bulan. Sayang vaksin ini belum dapat dinikmati oleh semua anak karena harganya yang cukup mahal.
7.      Menyediakan rumah sehat bagi bayi yang memenuhi persyaratan :
a.       Memiliki luas ventilasi sebesar 12 - 20% dari luas lantai.
b.      Tempat masuknya cahaya yang berupa jendela, pintu atau kaca sebesar 20%.
c.       Terletak jauh dari sumber-sumber pencemaran, misalnya pabrik, tempat pembakaran dan tempat penampungan sampah sementara maupun akhir.
Menurut Misnadiarly (2008), cara mengatasi bahaya pneumonia berdasarkan umur penderita yaitu :
1.      Umur di bawah 5 tahun (balita)
Apabila anak balita anda diketahui menderita penyait pneumonia, harap segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit atau hubungi kader kesehatan terdekat atau di bawah ke dokter terdekat.
2.      Umur di bawah 2 bulan
Apabila anak anda berumur di bawah 2 bulan diketahui menderita penyakit pneumonia, harap segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit atau hubungi petugas kesehatan terdekat dan dokter terdekat.
2.2         Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia yang Diteliti
2.2.1   Umur Balita
Morbiditas pneumonia mempunyai korelasi negatif dengan umur. Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Pengaruh umur terhadap perbedaan prevalensi efek kesehatan ini mungkin berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan, sebab infeksi saluran pernapasan berkaitan dengan daya tahan tubuh turut berperan dalam kaitan antara umur dan infeksi saluran pernapasan (Machmud, 2006).
Adapun tanda fisiologis anak berumur di bawah 5 tahun tanda-tanda pneumonia tidak spesifik, tidak selalu ditemukan demam dan batuk (Setiowulan, 2008).
2.2.2   Pendidikan Ibu
Orang dengan tingkat pendidikan formalnya lebih tinggi cenderung akan mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti serta pentingnya kesehatan. Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kesehatan bagi diri dan lingkuang yang dapat mendorong kebutuhan akan pelayanan kesehatan (Muhimin, 1996).
Ibu yang memiliki pendidikan relatif tinggi cenderung memperhatikan kesehatan anak-anaknya dibandingkan dengan ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Seringkali ibu yang mempunyai balita terjangkit ISPA harus belajar melakukan praktik kontrol infeksi di rumah. Teknik pencegahan penyakit ISPA hampir menjadi sifat kedua bagi perawat yang melakukannya tiap hari. Namun, ibu yang mempunyai balita terjangkit ISPA kurang menyadari faktor-faktor yang meningkatkan penyebaran infeksi atau cara-cara untuk mencegah penularannya. Perawat harus mengajarkan ibu yang mempunyai bayi terjangkit ISPA tentang infeksi dan teknik untuk mencegah atau mengontrol penyebarannya (Potter dan Perry, 2005).

Share:

Popular Posts

Jumlah Pengunjung

Cari judul yang anda butuhkan disni

Blog Archive

© Al Anshor 2017 All Reserved. Powered by Blogger.

Labels

Blog Archive