BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker
leher rahim (Ca. Cerviks) merupakan kanker pembunuh wanita, kanker cerviks yang
sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu
relatif cepat. Ca. Cerviks adalah pertumbuhan sel bersifat abnormal yang
terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan
liang senggama (vagina).
Kanker
serviks (Ca. Cerviks) merupakan keganasan nomor tiga paling sering dari alat
kandungan dan menempati urutan ke delapan dari keganasan pada perempuan di
Amerika. Jumlah kejadian kanker rahim di Amerika sebanyak 10.500 perempuan di
diagnosa mengidap kenker serviks, dimana 3.900 orang diantaranya meninggal
karena kanker serviks dalam satu tahun (Yatim, 2005).
Kanker
leher rahim merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan di
negara berkembang termasuk Indonesia .
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) tiap tahun di seluruh dunia ada
490.000 perempuan terdiagnosis kanker leher rahim, 240.000 orang diantaranya meninggal dunia, sebanyak 80% terjadi di negara
berkembang (Seksfile, 2007).
Di
wilayah Australia Barat tercatat sebanyak 85 orang wanita didiagnosa positif
terhadap kanker leher rahim setiap tahun dan pada tahun 1993 sebanyak 40 wanita
telah tewas menjadi korban keganasan kanker ini (Riono, 2007).
Di
Indonesia kanker jenis ini menduduki urutan pertama berdasarkan frekuensi
kejadian. Data Laboratorium Patologi Anatomik Indonesia menunjukkan frekuensi
kanker serviks sebesar 17,85% dari kanker pada laki-laki dan perempuan atau
sebesar 27,89% diantara kanker pada perempuan saja (Henlia, 2007).
Insiden
kanker serviks menurut perkiraan Depkes RI, 100 per 100.000 penduduk pertahun,
sedangkan dari data laboratorium patologi anatomi seluruh Indonesia, frekuensi
kanker serviks adalah paling tinggi diantara kanker yang ada di Indonesia
(Yatim, 2005).
Menurut
Data Yayasan Kanker Indonesia (YKI) penyakit ini telah merenggut lebih dari
250.000 perempuan dan terdapat lebih dari 15.000 kasus kanker serviks baru yang
kurang lebih merenggut 8.000 kematian di Indonesia setiap tahunnya (Diananda,
2008).
Biasanya
kanker serviks ini terjadi pada wanita yang telah berumur tetapi bukti
statistik menunjukkan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang
berusia antara 20-30 tahun. Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan
kanker serviks adalah perkawinan dalam usia muda < 20 tahun, pasangan seks lebih dari 1 orang, paritas
(> 3 kali melahirkan), usia 40 - 50 tahun, keadaan ekonomi dan pendidikan (Riono,
2007).
Berdasarkan
data dari instalasi patologi anatomi FK UNSRI/RSUD Dr. Mohammad Hoesin
Palembang kanker serviks dalam periode 1997-2001 masih menduduki peringkat
pertama yaitu sebanyak 285 kasus (23,85%). Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama kurun waktu 2001-2008 di dapat kasus
kanker serviks sebanyak 1.691 pasien.
Berdasarkan
data kejadian Ca. Cerviks yang penulis peroleh dari catatan Rekam Medik Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Januari-Desember 2008
berjumlah 565 orang.
Masih
tingginya angka kejadian Ca. Cerviks pada wanita dengan jumlah 565 dibandingkan
dengan Ca. alat reproduksi lainnya (Ca. Ovarium, Ca. Endometrium, Ca. Vagina)
sebanyak 343, maka penulis melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Ca. Cerviks pada wanita di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008 dengan variabel umur, usia nikah dan
paritas.
B. Rumusan Masalah
Apa
ada hubungan antara umur, usia nikah dan paritas dengan kejadian Ca. Cerviks di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui hubungan antara umur, usia nikah dan
paritas dengan kejadian Ca. Cerviks di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
2.
Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi
frekuensi kejadian Ca. Cerviks di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
b. Diketahuinya distribusi
frekuensi umur dengan kejadian Ca. Cerviks di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi usia nikah dengan kejadian Ca.
Cerviks di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
d.
Diketahuinya distribusi frekuensi paritas dengan kejadian Ca. Cerviks di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
e. Diketahuinya hubungan antara
umur dengan kejadian Ca. Cerviks
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2008.
f. Diketahuinya hubungan antara usia nikah dengan kejadian Ca. Cerviks di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2008.
g.
Diketahuinya hubungan antara paritas dengan kejadian Ca. Cerviks di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di tempat perkuliahan kepada
masyarakat kelak.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi pengetahuan,
menambah referensi baru dan berguna dalam proses belajar mengajar serta sebagai
acuan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi tenaga kesehatan di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan menjadi sumber informasi
masukan tentang Ca. Cerviks dalam penyusunan kebijakan pelayanan kesehatan
reproduksi serta peningkatan pengetahuan bagi tenaga kesehatan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Ca. Cerviks.
4.
Bagi Rumah Sakit
Agar
dapat meningkatkan dan memperhatikan pelayanan kesehatan terutama mengenai
kejadian Ca. Cerviks sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu.
E. Ruang Lingkup
Penelitian
ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009
di bagian Medical Rekord tentang kejadian
Ca. Cerviks pada wanita yang dirawat inap di unit kebidanan dengan faktor-faktor
yang diteliti yaitu umur, usia nikah dan paritas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Serviks
- Definisi
Kanker adalah istilah umum untuk
pertumbuhan sel tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol dan
tidak berirama yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan
jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan
merupakan penyakit yang menular (Detak, 2007).
Kanker serviks adalah jenis kanker
yang biasanya tumbuh lambat pada wanita dan
mempengaruhi mulut rahim, bagian yang menyambungkan antara rahim dan
vagina, kanker ini sifatnya tidak diturunkan melainkan dipengaruhi oleh
aktivitas seksual (Pdpersi, 2006).
Kanker serviks adalah kanker yang
terjadi pada serviks uterus suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan
liang senggama (vagina) (Diananda, 2008).
Kanker serviks adalah merupakan
penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (Fefendi, 2008).
- Etiologi
Penyebab langsung karsinoma uterus
belum diketahui, faktor ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma
uteri adalah smegma, infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa.
Kanker serviks uteri timbul disambungan skuamokolumner serviks. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kanker serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks
yang multipel, paritas, nutrisi, rokok dan lain-lain. Kanker serviks dapat
tumbuh eksofitik, endofitik atau ulseratif (Mansjoer, 2001).
1.
HPV (Human Papilloma Virus)
HPV
adalah virus penyebab kulit genitalis
(kondiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah Human Papilloma Virus tipe 16, 18, 45 dan 56.
2.
Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan
dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi Human Papilloma Virus
pada serviks.
3.
Hubungan seksual pertama
dilakukan pada usia dini.
4.
Berganti-ganti pasangan
seksual.
5.
Suami atau pasangan seksualnya
melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti-ganti
pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
6.
Gangguan sistem kekebalan.
7.
Pemakaian Pil KB.
8.
Infeksi herpes genitalis atau klamidia
menahun.
9.
Golongan ekonomi lemah (karena
tidak mampu melakukan Pap Smear secara rutin). (Medicastore, 2008).
3.
Gejala atau Tanda-Tanda
Gejala-gejala atau tanda-tanda
terjadinya kanker serviks adalah sebagai berikut :
a.
Keputihan yang makin lama makin
berbau busuk.
b.
Perdarahan setelah hubungan
seksual yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c.
Berat badan yang terus menurun.
d.
Timbulnya perdarahan setelah
masa menopause.
e.
Pada fase invasif dapat keluar
cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan nanah.
f.
Anemia (kurang darah) karena
perdarahan yang sering timbul.
g.
Timbul nyeri panggul atau perut
bagian bawah.
h.
Rasa sakit disekitar genital.
i.
Pada stadium lanjut, badan
menjadi kurus kering karena kurang gizi, oedema kaki, timbul iritasi kandung kencing
dan poros usus besar bagian bawah, terbentuknya fistel vesikovaginal atau
rektovaginal atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
(Diananda, 2008).
4.
Klasifikasi
Menurut FIGO dalam Dr. H. Yulizani
Saleh, SPOG (2000), klasifikasi kanker serviks yaitu :
Tabel
2.1 Klasifikasi Kanker Serviks
Tingkat
|
Kriteria
|
0
|
Karsinoma in
situ atau karsinoma intraepitel.
|
I
|
Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus
uteri tidak dinilai).
|
Ia
|
Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnosis
secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm atau secara mikroskopik
kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basal dan memanjang tidak lebih dari 7
mm.
|
Ib
|
Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan
> 4 cm.
|
II
|
Proses keganasan telah keluar dari serviks dan
menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak
sampai dinding panggul.
|
IIa
|
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas
dari infiltrat tumor.
|
IIb
|
Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi
belum sampai dinding panggul.
|
III
|
Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke
parametrium sampai dinding panggul.
|
IIIa
|
Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak
sampai ke dinding panggul.
|
Dilanjutkan
lanjutan
Tingkat
|
Kriteria
|
IIIb
|
Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukkan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada
tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau hidronefrosis.
|
IV
|
Proses keganasan telah
keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara hidtologi) atau telah
bermetastasis keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
|
IVa
|
Telah bermetastasis ke
organ sekitar.
|
IVb
|
Telah bermetastasis jauh.
|
Sedangkan Ca. alat reproduksi lainnya menurut Williams
(2001) :
a.
Ca. Ovarium
Ca. Ovarium adalah tumor yang tumbuh
di indung telur. Ca.
Ovarium bisa menyebar secara langsung ke daerah sekitarnya.
b.
Ca. Endometrium
Ca. Endometrium adalah kanker yang
menyerang selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium. Kanker endometrium
banyak terjadi sesudah menopause.
c.
Ca. Vagina
Kanker yang tumbuh dari sel-sel
vagina dan bersarang di
daerah vagina. Gejala terpenting adalah perdarahan spontan atau perdarahan
kontak akibat hubungan seks.
5.
Diagnosa
Menurut
Pusat Data dan Informasi PERSI (2006), deteksi dini kanker serviks sangat
diperlukan agar bisa disembuhkan. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan Pap Smear dan biopsi untuk mendeteksi kanker serviks, sel-sel abnormal
dan luka prakanker di leher rahim. Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
Pap Smear setahun sekali bagi wanita di atas 21 tahun atau bagi mereka yang
sudah melakukan hubungan seks, bagi wanita yang berusia di atas 30 tahun dan
telah melakukan Pap Smear selama 3 kali berturut-turut dan hasilnya normal dapat
melakukan tes ini setiap 2 atau 3 tahun sekali. Setelah tes dilakukan dan hasil
pemeriksaan diketahui, segera konsultasikan dengan dokter.
6.
Pencegahan
Kanker serviks dapat dicegah dengan beberapa hal sebagai
berikut :
a.
Pemeriksaan teratur, apabila
wanita dewasa yang melakukan hubungan seks secara teratur, lakukan Pap Smear
test setiap 2 tahun, ini dilakukan sampai berusia 70 tahun.
b.
Penggunaan kondom bila
berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi menular seperti
gonorrhoe, chlamydia, sipilis dan HIV/AIDS.
c.
Waspada gejalanya, segera
hubungi dokter apabila ada gejala-gejala yang
tidak normal seperti perdarahan terutama setelah aktivitas seksual.
d.
Hindari merokok, wanita
sebaiknya tidak merokok karena dapat merangsang timbulnya sel-sel kanker melalui
nikotin dikandung dalam darah.
e.
Hindarkan anti septik,
hindarkan kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obatn-obatan anti
septik maupun deodoran karena akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.
(Diananda, 2008).
7.
Pengobatan
Pengobatan prakanker pada serviks
bergantung kepada beberapa faktor, yaitu :
a.
Tingkat lesi (apakah tingkat
rendah atau tinggi).
b.
Rencana penderita untuk hamil
lagi.
c.
Usia dan keadaan umum
penderita.
Lesi rendah tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut, tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap Smear
dan pemeriksaan panggul secara rutin. Pengobatan pada prakanker berupa
kriosurgesi (pembekuan), kauterisasi (pembakaran), pembedahan laser atau
kanisasi.
Sedangkan pengobatan untuk kanker
serviks bergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi, pengobatannya
dengan cara pembedahan, penyinaran, kemoterapi, terapi biologis (Midicastore,
2008).
B. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ca. Cerviks
Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko seorang wanita mengidap penyakit Ca. Cerviks (Fefendi, 2008).
1.
Umur
Semakin tua usia seseorang maka
semakin meningkat resiko terjadinya kanker. Umumnya wanita peruh baya berusia
40 tahun ke atas yang menderita Ca. Cerviks.
2.
Usia Nikah
Penelitian penunjukkan bahwa semakin
muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar beresiko mendapat kanker serviks.
Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
3.
Paritas
Kanker serviks terbanyak dijumpai
pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan
resiko mendapat kanker serviks.
4.
Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan
seksual dan berganti-ganti pasanga mempunyai
faktor resiko yang besar terhadap kanker serviks.
5.
Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simplek (HSV-2)
dan virus papiloma atau virus candiloma
akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
6.
Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai
pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat
kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan
sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang, hal ini
mempengaruhi imunitas tubuh.
7.
Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah
terjadinya kanker serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal
ini karena pada pria non sirkumsisi penis tidak terawat hingga banyak
kumpulan-kumpulan smegma.
8.
Merokok dan AKDR
Merokok akan merangsang terbentuknya
sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu
bermula dari adanya erosi di serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa
radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.
C. Faktor-Faktor yang Diteliti
yang Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks
1.
Umur
Menurut
Hurlock dalam Andriani (2005), umur adalah usia individu yang terhitung mulai
saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur seseorang, maka
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang itu akan lebih baik dan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja.
Semakin
tua usia seseorang, maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker. Umur
median kejadian kanker serviks adalah 40-50 tahun, dengan kisaran dari akhir
belasan sampai ke usia tua renta dan pada umumnya wanita paruh baya berusia 40
tahun yang menderita kanker serviks (William, 2001).
Umur
rata-rata perempuan yang terserang kanker serviks sekitar 50-an tahun. Insiden
kanker serviks meningkat sejak umur 25-34 tahun dan menunjukan puncaknya pada
kelompok umur 35-45 tahun di RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan kelompok
umur 45-54 tahun untuk Indonesia .
Secara umum kanker serviks dengan stadium 1A lebih sering ditemukan pada
kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium 1B dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada
kelompok umur 60-69 tahun (Yatim, 2005).
2.
Usia Nikah
Perempuan
yang menikah di bawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker rahim. Pada usia
remaja sel-sel leher rahim belum matang kalau terpapar Human Papiloma Virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi
kanker (Kompas, 2007).
Umumnya
penyebab terbanyak, berhubungan dengan infeksi HPV yang menular melalui
hubungan seksual. Seorang wanita bisa terinfeksi virus ini pada usia belasan
tahun dan baru diketahui mengidap kanker 20 atau 30 tahun kemudian setelah
infeksi kanker menyebar. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan
seks, semakin besar risikonya untuk kanker serviks (Nasdaldy, 2007).
Wanita
muda yang aktif secara seksual mempunyai resiko lebih besar berkembangnya
kanker leher rahim. Hal ini dikarenakan sel-sel leher rahim masih belum matang,
sel tersebut akan matang ketika bertambah usia dan menjadi lebih mampu menahan
proses yang dihasilkan akibat penetrasi seksual (Diananda, 2008).
Oleh
karena itu peneliti melakukan penelitian untuk melihat apakah ada hubungan
antara usia nikah dengan kejadian Ca. Cerviks.
3.
Paritas
Resiko
kanker serviks semakin tinggi diderita oleh wanita dengan anak banyak apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu dekat. Kanker serviks terbanyak dijumpai
pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan
resiko mendapatkan kanker serviks (Diananda, 2008).
Mempunyai
banyak anak berpeluang menimbulkan trauma pada jalan lahir, yang dapat
menyebabkan kanker serviks. Persalinan lebih dari 3 dan jarak persalinan yang
terlalu dekat dapat menyebabkan kanker serviks (Manuaba, 2008).
Maka
dari itu peneliti berkeinginan untuk meneliti apakah ada hubungan antara
paritas dengan kejadian Ca. Cerviks.
D. Penelitian Terkait
- Umur
Kenker
seviks paling sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun dengan kisaran dari
akhir belasan sampai ke usia tua renta dan pada umumnya wanita paruh baya yang menderita Ca. Cerviks (Williams, 2001).
Menurut
hasil penelitian Herawati (2007), tentang Ca. Cerviks dikatakan bahwa umur resiko tinggi (> 40 tahun) sebanyak 50,2%
sedangkan yang beresiko rendah (≤ 40
tahun) sebanyak 49,8%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
umur > 40 tahun memiliki resiko lebih besar dibandingkan umur ≤ 40 tahun
untuk terjadinya Ca. Cerviks.
- Usia Nikah
Faktor
ini merupakan faktor resiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar resikonya untuk terkena kanker cerviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia < 17 tahun mempunyai resiko 3 kali, lebih
besar dari pada yang menikah pada usia > 20 tahun (Nasdaldy, 2007).
Menurut dr. Marigan DL Tobing, penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa kanker leher rahim mempunyai karakteristik seperti akibat hubungan
seksual. Kemungkinan terserang kanker leher rahim pada wanita yang berusia 16
tahun ke bawah beresiko 10-12 kali lebih besar dari pada wanita yang telah berusia 20
tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seks.
Menurut
hasil penelitian dikatakan bahwa ada hubungan antara usia nikah dengan kejadian
Ca. Cerviks dimana ibu yang menikah pada usia muda dengan persentasenya 82,6%
yang mengalami Ca. Cerviks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wanita yang
menikah muda sangat besar kemungkinannya
untuk mengalami Ca. Cerviks (Susanti, 2007).
Menurut
hasil penelitian Diana (2008), dikatakan bahwa usia nikah yang resiko tinggi (<
20 tahun) yaitu 57,5% dan usia nikah yang beresiko rendah (≥ 20 tahun) sebesar
42,5%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa usia nikah< 20
tahun memiliki resiko lebih besar dibandingkan usia nikah ≥ 20 tahun untuk
terjadinya Ca. Cerviks.
- Paritas
Paritas
merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks pada perempuan dengan paritas
> 3 dibandingkan pada perempuan dengan paritas ≤ 3. Faktor resiko ini tidak
berdiri sendiri melainkan dengan trauma
persalinan, perubahan hormonal dan nutrisi selama kehamilan (Manuaba, 2008).
Menurut
hasil penelitian, dikatakan bahwa ada hubungan antara paritas dengan kejadian
Ca. Cerviks dimana ibu yang sudah melahirkan ≥ 4 orang persentasenya 57,3% dan
ibu yang melahirkan ≤ 3 orang persentasenya 42,7%. Berdasarkan data di atas
dapat disimpulkan bahwa ibu yang melahirkan > 3 orang memiliki resiko lebih
besar untuk terjadinya Ca. Cerviks dibandingkan pada ibu yang melahirkan ≤ 3
orang (Susanti, 2007).
Menurut
hasil penelitian Diana (2008), dikatakan bahwa ibu berparitas tinggi (≥ 4 kali
ibu melahirkan) sebesar 71,7% dan ibu berparitas rendah (≤ 3 kali ibu
melahirkan) sebesar 28,3%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
ibu yang melahirkan > 3 orang memiliki resiko lebih besar dibandingkan pada
ibu yang melahirkan ≤ 3
orang untuk terjadinya Ca. Cerviks.