BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa ASI adalah suatu cara yang tidak
tertandingi oleh apapun dan menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi maka pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah
cara yang paling optimal dalam pemberian makanan bayi (Kelly Mom, 2007).
WHO juga mengatakan menurut laporan tahun 2000, lebih
kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar.
Kurang dari 15 persen bayi di seluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan
dan seringkali makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman (Kompas,
2004)
ASI
eksklusif juga merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi
paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini tertuang dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/ SK/IV/2004, yang ditetapkan
tanggal 7 April 2004. Menkes menetapkan, pemberian ASI sejak umur 0-6 bulan
dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan yang sesuai (Depkes,
2008).
Berdasarkan Hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif
pada bayi di bawah usia dua
bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Presentase tersebut menurun
seiring dengan bertambahnya usia bayi yakni, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan
14% pada bayi usia 4-5 bulan. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah 2
bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan
(Online, 2005).
Pemberian ASI eksklusif dapat menekan angka kematian
bayi hingga 13% sehingga dengan dasar asumsi jumlah pendukung 219 juta, angka
kelahiran total 22/1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46/1.000
kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselematkan sebanyak 30 ribu
(Gklinis, 2006).
Kebijakan yang ditempuh dalam program peningkatan
pemberian ASI di Indonesia adalah
menetapkan 80% dari ibu dapat memberikan ASI secara eksklusif. Akan tetapi,
sampai saat ini pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat
memprihatinkan (Rahmawati, 2008).
Di
Sumatera Selatan pada tahun 2004 dari 168.598 bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif hanya 94.906 (56,29%). Hal ini masih jauh dibawah target Sumatera
Selatan Sehat tahun 2008 maupun Indonesia Sehat 2010 sebesar 80% (Mirna, 2007).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Kota Palembang (2005), dengan jumlah 31.032 bayi yang diberi ASI eksklusif
sebanyak 27.607 (89,0%),
tahun 2006 dengan jumlah 31.659 bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak
26.519 (83,8%). Dengan demikian adanya penurunan pemberian ASI eksklusif di Kota Palembang.
Di
Puskesmas Sekip Palembang, dari bulan Januari-Desember 2006 dengan jumlah 1.554
bayi yang diberikan ASI eksklusif hanya 1.382 (88,9%). Dari
data ini, cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sekip sudah mencapai
target Sumatera Selatan sebesar 80% (Dinkes Kota Palembang, 2006).
Kurang 2% jumlah total ibu melahirkan memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya sampai berumur enam bulan. Itu disebabkan karena
pengatehuan ibu tentang pentingnya ASI sangat rendah dan banyak ibu yang
mempunyai pekerjaan di luar rumah (Suradi, 2004).
Bidan sebagai profesi, yang mempunyai tanggung jawab
pokok pelayanan kesehatan ibu dan anak harus mampu menerapkan konsep ASI eksklusif
agar bayi mendapatkan nutrisi yang adekuat untuk tumbuh kembang (Purwanti,
2004).
Menurut Heriyani Sulistyoningsih (2006) pemberian ASI
eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap dengan perilaku ibu. Sedangkan
menurut Soeparmanto (2001), pendidikan ibu, umur ibu, pekerjaan dan jumlah anak
dalam keluarga juga berhubungan dalam pemberian ASI eksklusif.
Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara eksklusif,
merupakan cara pemberian makanan bayi yang alamiah. Namun sering kali ibu-ibu
sering kali mendapat informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif.
Tentang pengetahuan cara menyusui bayinya. Dari penelitian tersebut juga
didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendengar informasi
tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).
Berdasarkan latar belakang diatas
penulis mengangkat masalah tersebut dalam penelitian yang berjudul “Hubungan
antara Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas
Sekip Palembang Tahun 2008”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada
hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif di
Puskesmas Sekip Palembang tahun 2008?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Sekip Palembang tahun 2008.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya hubungan antara
pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sekip Palembang
tahun 2008.
2.
Diketahuinya hubungan antara
sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sekip Palembang
tahun 2008.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Puskesmas
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagian acuan dalam menentukan kebijaksanaan khususnya dalam memberikan
penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif untuk membentuk generasi penerus
bangsa yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dimasa
mendatang sehingga menyukseskan program gerakan nasional peningkatkan pemberian
ASI.
1.4.2
Bagi Petugas Kesehatan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan petugas dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan tentang pemberian ASI
eksklusif.
1.4.3
Bagi Institusi
Pendidikan
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan informasi yang berguna
bagi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini,
peneliti hanya mengambil variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap ibu
sedangkan variabel dependen yaitu pemberian ASI eksklusif dengan objek
penelitian adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia > 6 bulan di Puskesmas
Sekip Palembang pada bulan Juni tahun 2008.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Susu Ibu (ASI)
2.1.1 Pengertian
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan sempurna
untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi (Depkes RI, 2003).
ASI merupakan makanan yang paling
mudah dicerna bayi, meskipun sangat kaya akan zat gizi, ASI sangat mudah
dicerna sistem pencernaan bayi yang masih rentan karena itulah bayi
mengeluarkan lebih sedikit energi dalam mencerna ASI sehingga energi yang lain
digunakan untuk kegiatan tubuh lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangan organ
(Yahya, 2005).
Pemberian ASI setelah persalinan bukan hanya sekedar
memberi nutrisi kepada bayi, tapi sekaligus memberikan imunisasi pasif. Karena
setiap stadium ASI mempunyai peran yang sangat berbeda baik sebagai nutrisi,
pelindung, pembersih, penghangat dan sebagai faktor pertumbuhan (Purwanti,
2004).
2.1.2 Aspek Fisiologi ASI
Air susu ibu diproduksikan
dalam alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh air susu dan alveoli
tersebut terdiri dari lemak, jaringan ikat dan pembuluh darah. Banyaknya lemak
dan jaringan ikat menentukan besarnya payudara. Selama hamil buah dada membesar
2-3 kali ukurannya biasanya (keadaan tidak hamil) dan saluran air susu serta
alveoli dipersiapkan untuk menyusukan (Suhardjo, 2007).
Selama kehamilan hormon
prolaktin dari plasenta meningkat, tetapi biasanya ASI
belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada kedua
atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis,
sehigga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi
sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu,
terbentuklah prolaktin oleh hipofisis sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua
reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi.
1.
Refleks Prolaktin
Dalam
puting susu terdapat banyak ujung syaraf sensori. Bila ini dirangsang, timbul
implus yang menuju hipotalamus selanjutnya kekelenjar hipofisis bagian depan
sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang
berperan dalam produksi ASI ditingkat alveoli.
2.
Refleks Aliran (Let Down Reflek)
Rangsangan puting susu tidak hanya
diteruskan sampai kekelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan
hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan saluran makin baik
sehingga air di pompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan
saluran makin baik sehingga memungkinkan terjadinya bendungan susu makin kecil
dan menyusui makin lancar (Suradi, dkk, 2004).
2.1.3 Komposisi ASI
Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu
ibu ke ibu yang lainnya berbeda. Jadi,
komposisi ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu dan
disesuaikan dengan kebutuhan bayinya (Roesli, 2001).
Jenis-jenis ASI sesuai perkembangan bayi :
1.
ASI Colostrum
Cairan pertama yang kental berwarna
kekuning-kuningan yang keluar dari kelenjar payudara dan mengandung zat anti
infeksi 10-17 lebih banyak dari ASI matur dan juga keluar pada hari ke satu,
empat sampai hari ke tujuh.
2.
ASI transisi
a.
ASI yang diproduksi pada hari
ke 4 sampai 7 sampai hari ke 10 sampai 14.
b.
Kadar protein berkurangm
sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat.
c.
Volume semakin meningkat.
3.
ASI Mature
a.
Merupakan ASI yang diproduksi
sejak hari ke 14 dan seterusnya.
b.
Komposisi relatif konstan.
c.
Pada ibu yang sehat dan
memiliki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang
paling baik bagi bayi sampai enam bulan (Roesli, 2001).
2.1.4 Perbandingan Kolostrum dan
ASI Matur dengan Susu Sapi
Tabel 2.1
Komposisi Kolostrum dan ASI Matur dibandingkan dengan Susu Sapi
Komposisi
|
Kolostrum (hari 1-5)
|
ASI Matur (> 30 hari)
|
Susu Sapi
|
· Energi
· Lemak
· Asam lemak tak jenuh rantai panjang (% total lemak)
|
58,0
2,9
-
|
70,0
4,2
14
|
65,0
3,8
3
|
· Protein
· Kasein
· a-lactubumin (g/dl) whey
· lactoferin (g/dl)
· IGA (g/dl)
|
2,3
0,5
-
0,5
0,5
|
0,9
0,4
0,3
0,2
0,2
|
3,3
2,5
0,1
Trace
0,003
|
Laktosa
Vitamin A (RE) (mg/dl)
Kalsium (mg/dl)
Natrium (mg/dl)
Zat Besi (mg/dl)
|
5,3
151
28
48
-
|
7,3
75
30
15
0,08
|
4,7
40
125
47
0,05
|
Manajemen Laktasi, 2003
2.1.5 Manfaat Pemberian ASI
2.1.5.1 Bagi Bayi
a.
Merupakan makanan alamiah yang
sempurna.
b.
Mengandung zat gizi sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sempurna.
c.
Mengandung DHA dan AA yang
bermanfaat untuk kecerdasaan bayi.
d.
Mengandung zat kekebalan untuk
mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi (Diare, batuk, pilek, radang
tenggorokan dan gangguan pernafasan.
e.
Melindungi bagi dari alergi.
f.
Aman dan terjamin
kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar.
g.
Tidak akan pernah basi,
mempunyai suhu yang tepat, dapat diberikan kapan saja dan dimana saja.
h.
Membantu memperbaiki refleks
menghisap, menelan dan pernafasan bayi.
2.1.5.2 Bagi Ibu
a.
Menjalin hubungan kasih sayang
antara ibu dan anak
b.
Mengurangi perdarahan setelah persalinan
c.
Mempercepat pemulihan ksehatan
ibu
d.
Menunda kehamilan berikutnya
e.
Mengurangi resiko terkena
kanker payudara
f.
Lebih praktis karena ASI lebih
mudah diberikan pada setiap saat bayi membutuhkan.
2.1.5.3 Bagi Keluarga
a.
Tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya.
b.
Tidak perlu waktu dan tenaga
untuk menyediakan susu formula misalnya merebus air dan pencucian peralatan.
c.
Tidak perlu biaya dan waktu
untuk merawat anak yang sering sakit karena pemberian susu formula.
d.
Mengurangi biaya dan waktu
untuk pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2003).
2.1.6 Keuntungan ASI
2.1.6.1 Untuk Bayi
1.
ASI mengandung protein, lemak,
vitamin, mineral, air dan enzim yang dibutuhkan oleh bayi, karena ASI
mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan nutrisi.
2.
ASI mengandung semua asam lemak
penting yang dibutuhkan bagi otak, mata dan pembuluh darah yang sehat.
3.
ASI selalu berada pada suhu
yang paling cocok bagi bayi, karena tidak membutuhkan persiapan apapun.
4.
ASI itu steril, artinya tidak
terkontaminasi oleh bakteri atau kuman penyakit lainnya.
5.
ASI mengandung faktor
pematangan usus yang melapisi bagian dalam saluran pencernaan dan mencegah
kuman penyakit serta protein berat untuk terserap ke dalam tubuh.
6.
ASI mengandung zat yang disebut
laktoferin, yang dikombinasikan dengan zat besi dan mencegah pertumbuhan kuman
penyakit.
2.1.6.2 Untuk Ibu
1.
Menyusui menolong rahim
mengerut lebih cepat dan mencapai ukuran normalnya dalam waktu singkat.
Menyusui mengurangi banyaknya perdarahan setelah persalinan dan karena itu
mencegah anemia.
2.
Menyusui mengurangi resiko
kehamilan sampai enam bulan setelah persalinan.
3.
Menyusui mengurangi resiko
kanker payudara dan indung telur.
4.
Menyusui menolong menurunkan
kenaikan berat badan berlebihan yang terjadi selama kehamilan (Ramaiah, 2006)
2.2 ASI Eksklusif
2.2.1
Pengertian
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan
tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Depkes RI, 2004).
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian hanya >
ASI 6 kali/hari tanpa cairan atau makanan tambahan bayi baru lahir sampai bayi
berumur 4-6 bulan (Mahyudin, 2006).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini
mungkin setelah persalinan diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan
lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan, bayi mulai
dikenalkan dengan
makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti,
2004).
2.2.2
Manfaat Pemberian ASI Eksklusif
1.
Manfaat Untuk Bayi
a.
ASI mengandung semua zat besi
dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan
pertama kehidupannya.
b.
ASI masih merupakan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi.
c.
ASI disesuaikan secara unik
bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah yang terbaik untuk sapi.
d.
Komposisi ASI ideal untuk bayi.
e.
ASI mengurangi risiko infeksi
lambung usus, sembelit, dan alergi.
f.
ASI memiliki kekebalan lebih
tinggi terhadap penyakit.
g.
ASI selalu siap sedia setiap
sat bayi menginginkan, selalu dalam keadaan steril dan suhu susu yang pas.
h.
Pemberian ASI juga memberikan
kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan
ini mempengaruhi kemapanan emosi si anak di masa depan.
i.
ASI adalah makanan yang terbaik
untuk diberikan karena sangat mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.
2.
Untuk Ibu
a.
Hisapan bayi membantu rahim
menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa pra-kehamilan dan
mengurangi risiko perdarahan.
b.
Lemak di sekitar panggul dan
paha yang ditimbun pada masa kehamilan ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat
langsing kembali.
c.
Penelitian menunjukkan bahwa
ibu yang menyusui risiko lebih rendah terhadap kanker rahim dan kanker
payudara.
d.
ASI lebih hemat waktu karena
tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dan sebagainya.
e.
ASI lebih praktis karena ibu
bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan seperti
botol, kaleng susu formula, air panas dan sebagainya.
f.
ASI lebih murah, karena tidak
usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya.
3.
Untuk Keluarga
a.
Tidak perlu uang banyak membeli
susu formula, botol susu, kayu bakar atau minyak untuk merebus air.
b.
Bayi sehat berarti keluarga
mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan kesehatan dan
berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.
c.
Menghemat waktu keluarga bila
bayi lebih sehat.
d.
Memberikan ASI pada bayi
(menetek) berartu hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia.
4.
Untuk Masyarakat dan Negara
1.
Menghemat devisa negara karena
tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lain untuk persiapannya.
- Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
- Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit.
- Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.
- ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi dan baru
(Wiki, 2008)
2.2.3
Keuntungan bagi ibu bila memberi ASI secara eksklusif kepada bayi
1.
Bayi lebih sehat, lincah dan
tidak cengeng
2.
Bayi tidak sering sakit
3.
Mengurangi biaya untuk
pemeliharaan kesehatan ibu dan bayi
(Depkes
RI, 2003)
2.2.4
Langkah-langkah menyusui yang benar
1.
Sebelum menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya.
Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu.
2.
Bayi diletakkan menghadap perut
ibu/payudara
- Ibu duduk atau berbaring santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
- Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu di depan.
- Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
- Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
- Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
3.
Payudara dipegang dengan ibu
jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah, jangan menekan puting
susu atau areolanya saja.
4.
Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (Rooting Reflex) dengan
cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
5.
Setelah bayi membuka mulut,
dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting susu serta
areola dimasukkan ke mulut bayi.
a.
Usahakan sebagian besar areola
dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah
langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan
ASI yang terletak di bawah areola.
b.
Setelah bayi mulai menghisap,
payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi (Sidi Sigit, 2003)
2.2.5
Cara Menyusui
2.2.5.1 Lama dan Frekuensi
Menyusui
Sebaiknya bayi disusui secara non jadwal, karena bayi
akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan, atau sekedar
ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat
dapat mengkosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI keluar dalam
lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu
dengan jadwal yang tertentu akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu
kemudian (Suradi, ddk. 2003).
2.2.5.2 Posisi Menyusui
Ada banyak cara untuk memposisikan diri anda dan bayi
selama proses menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam posisi
miring sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukannya sambil duduk di
kursi malas dengan punggung diganjal bantal dan kaki diatas bangku kecil.
Setiap ibu memiliki kebiasaan yang berbeda. Seorang ibu sebaiknya memposisikan
diri dan bayinya sedemikian rupa agar kenyemanan menyusui dapat tercapai.
2.2.5.3 Teknik Menyusui
Bayi menghisap secara naluriah, akan tetapi pada awalnya
mungkin mengalami kesulitan menemukan puting ibunya. Cara yang paling mudah
adalah dengan menempelkan pipinya ke payudara ibu. Lalu masukan puting ke mulut
bayi. Pastikan bayi menghisap seluruh areola payudara ibunya dan bukan hanya
putingnya saja. Untuk menghentikan hisapan, masukkan sebuah jari di sudut
mulutnya atau dorong dagunya ke bawah perlahan-lahan dengan ibu jari dan jari
telunjuk. Biasanya bayi berhenti menghisap lalu melepaskan puting setelah
merasa kenyang.
Dengan demikian, bayi menerima air susu dalam volume
yang sama banyak dari setiap payudara setiap hari. Itupun terhindar dari
pembengkakan payudara akibat terlalu penuh dengan air susu (Wyeth, 2005).
2.2.5.4 Tanda-tanda Posisi
Menyusui Yang Benar
1.
Tubuh bayi menempel pada tubuh
ibu
2.
Dagu bati menempel pada
payudara ibu
3.
Dada bayi menempel pada dada
ibu yang berada pada payudara bagian bawah
4.
Telinga bayi berada dalam satu
garis dengan leher dan lengan bayi
5.
Mulut bayi terbuka lebar dengan
bibir bawah yang terbuka
6.
Sebagian besar areola tidak
nampak
7.
Bayi menghisap dalam dan
perlahan
8.
Bayi puas dan tenang pada akhir
menyusu
9.
terkadang terdengar suara bayi
menelan
10.
Puting susu tidak terasa sakit
atau tidak lecet
2.2.5.5 Tanda-tanda Posisi Menyusui
Yang Salah
1.
Mulut tidak terbuka lebar, dagu
tidak menempel pada payudara
2.
Dada bayi tidak menempel pada
dada ibu, sehingga leher bayi terputar
3.
Sebagian besar daerah areola
masih terlihat
4.
Bayi menghisap sebentar-bentar
5.
Bayi tetap gelisah pada akhir
menyusu
6.
Kadang-kadang bayi minum
berjam-jam
7.
Puting ibu lecet dan sakit
(Depkes,
2003)
2.2.6 Masalah Menyusui Pada
Keadaan Khusus
2.2.6.1 Faktor Ibu
1.
Ibu melahirkan dengan bedah
sesar, karena persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui,
baik terhadap ibu maupun anak, ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan
umum tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat
pembiusan, sedangkan pada bayi juga mengalami akibat yang serupa karena
pembiusan umum yang diterima ibu dapat sampai ke bayi melalui plasenta,
sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat tambahan
narkose yang terkandung dalam ASI.
2.
Ibu yang menderita hepatitis
AIDS
Untuk kedua penyakit ini bahwa ibu yang menderita hepatitis atau
AIDS tidak diperbolehkan menyusui bayinya, karena dapat menularkan virus kepada
bayinya melalui ASI.
3.
Ibu dengan TBC paru
4.
Ibu yang memerlukan pengobatan
Sering kali ibu mengehentikan penyusuan bila meminum obat-obatan
karena takut obat tersebut dapat menganggu bayi.
5.
Ibu hamil
Kadangkala ibu sudah hamil lagi padahal bayinya masih menyusu. Dalam
hal ini tidak ada bahaya pada ibu maupun janinnya bila ibu meneruskan menyusui
bayinya ibu harus lebih banyak makan lagi. Perlu dijelaskan kepada ibu bahwa ia
akan mengalami : puting lecet, keletihan, ASI berkurang, rasa ASI berubah,
kontraksi uterus.
2.2.6.2 Faktor Bayi
1.
Bayi Sering Menangis
Secara
sistematis sebab bayi menangis dapat dikelompokkan sebagai berikit :
1.
Bayi merasa tidak nyaman,
justru membutuhkan banyak dekapan dan ditemani selalu.
2.
Bayi merasa sakit, panas,
kolik, hidung tersumbat dan lain-lain.
3.
Bayi basah, ngompol, BAB tak
lekas diganti.
4.
Bayi kurang gizi karena, kurang
sering menyusu, kurang lama menyusu, menyusu tidak efektif.
2.
Bayi bingung putting
Bingung puting (nipple
comfusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu
formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu, peristiwa ini
terjadi karena mekanisme menyusu pada puting ibu berbeda dengan mekanisme
menyusu pada botol.
3.
Bayi prematur dan bayi kecil
(berat badan lahir rendah)
Bayi
kecil, prematur, atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai masalah
menyusui karena refleksi menghisapnya masih relatif lemah.
4.
Bayi sakit
Sebagian
kecil sekali dari bayi yang sakit, dengan indikasi khusus tidak diperbolehkan
mendapat makanan per oral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI harus
terus diberikan.
5.
Bayi dengan lidah pendek
(lingual prenulum)
Keadaan
seperti jarang terjadi, yaitu bayi yang lidah pendek dan tebal serta kaku tak
elastis, sehingga membatasi jarak gerak lidah dan bayi tidak dapat menjulurkan
lidahnya untuk mengurut puting dengan optimal (Suradi dkk, 2004).
2.3
Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif
2.3.1
Faktor-faktor yang Diteliti
2.3.1.1 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan tentang ASI eksklusif adalah segala sesuatu
yang diketahui responden tentang ASI Eksklusif yang meliputi pengertian,
manfaat ASI Eksklusif, kolostrum serta manajemen laktasi yang dapat menunjang
keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa dari 86 responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
ASI eksklusif sebanyak 34 responden (39,5%) dan 52 responden pengetahuannya
masih kurang tentang ASI eksklusif (Amiruddin, 2006).
2.3.1.2 Sikap Ibu
Suatu bentuk perilaku dalam pemberian ASI eksklusif
dengan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi sebelum umur 4 bulan dan
memberikan kolostrum pada bayi baru lahir. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa 68,8% bayi diberi ASI eksklusif dan hanya 31,2% tidak diberi
ASI eksklusif (Soeparmanto, 2001).
2.3.2
Faktor-faktor yang Tidak Diteliti
2.3.2.1 Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu-ibu
serta berpendidikan SD belum tamat dan tamat mempunyai kemungkinan menyusui ASI
eksklusif 6 kali dibandingkan ibu yang baik tidak tamat dan tamat SD
(Soeparmanto, 2001).
2.3.2.2 Umur Ibu
Semakin bertambah umur ibu semakin kecil proporsi
menyusui ASI eksklusif. Proporsi terbesar terdapat pada umur 21-30 tahun, yaitu
69,5%. Tetapi, proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur 41 tahun atau lebih
proporsinya cukup besar 64,4%. Jadi, tampak keberanian untuk menyusui bayi
tidak ragu-ragu lagi bagi ibu-ibu yang relatif tua umurnya (Soeparmanto, 2001).
2.3.2.3 Jumlah Anak Dalam Keluarga
Ibu yang mempunyai 1-2 anak mempunyai kemungkinan
menyusui ASI eksklusif 10 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak mempunyai
anak sejumlah itu (Soeparmanto, 2001).