BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara global
dikemukakan bahwa selama tahun 2000, terdapat 4 juta kematian neonatus (3 juta
kematian neonatal dini dan 1 juta kematian neonatal lanjut). Hampir 99%
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kematian tertinggi di Afrika
(88 per seribu kelahiran), sedangkan di Asia angka kematian perinatal mendekati
66 bayi dari 1000 kelahiran hidup. Bayi kurang bulan dan berat lahir rendah
adalah satu dari tiga penyakit utama kematian neonatus tersebut. (Purwanto, 2009).
Berdasarkan data
WHO tahun 2003 setiap tahun diperkirakan neonatus yang lahir sekitar 20 juta
adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di dunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir.
(Maryunani, 2009).
Prevelensi Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3% - 38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang
atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan
di negara-negara berkembang dan angka kematian 35 kali lebih tinggi
dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. (Israr, 2008).
BBLR berkaitan
dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius
pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan. (Depkes RI,
2005).
Di Indonesia,
berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 – 2003, angka
kematian neonatal sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun, sekitar
89.000 bayi usia 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 neonatus
meninggal. Penyebab utama kematian neonatal adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) sebanyak 29%. Insidensi BBLR di Rumah Sakit di Indonesia berkisar 20%.
(Purwanto, 2009).
Angka Kematian
Bayi di Indonesia menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1997)
angka kematian bayi 145/1000 kelahiran
hidup, sedangkan AKB di Kota Palembang tahun 2004, berdasarkan Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme, adalah
26,68 untuk laki-laki dan 20,02 untuk wanit per 1.000 kelahiran hidup. (Dinkes,
2008).
Proporsi bayi
berat lahir rendah di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 sebesar 0,41%
dan proporsi bayi BBLR tertinggi terjadi di Kota Prabumulih (6,65%) dan
proporsi BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang
ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010
yakni maksimal 7%. (Pentiawati, 2010).
BBLR merupakan
indikator kesehatan yang sangat penting bagi kesehatan tahun-tahun berikutnya.
Pada masa balita sering dinyatakan sebagai masa kritis dalam rangka mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada periode 2 tahun pertama
merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal.
Gambaran kadaan gizi balita diawali dengan cukup banyaknya bayi dengan Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR). Setiap tahun, diperkirakan ada 350.000 bayi dengan
berat lahir rendah dibawah 2500 gram, sebagai salah satu penyebab utama
tingginya kurang gizi pada kematian balita. Tahun 2003 prevelensi gizi kurang
pada balita sebesar 27,5%, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan
tahun 1989 yaitu 37,5%, atau terjadi penurunan sebesar 10% (Susenas, 2003).
Penyebab
terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur, faktor ibu yang lain
adalah umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar atau ganda, serta faktor yang juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR. (Pantiawati, 2010).
Data Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang diketahui angka kejadian BBLR
pada tahun 2008 adalah 233 kasus BBLR dari 2.439 bayi yang dilahirkan (9,56%),
pada tahun 2009 adalah 313 kasus BBLR dari 3.139 bayi yang dilahirkan (11,63%).
Berdasarkan
data di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan antara Umur dan Pendidikan Ibu dengan Kejadian BBLR di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010”
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada
hubungan antara umur dan pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2010?
1.3.
Tujuan
Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya
hubungan antara umur dan
pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.
2. Diketahuinya distribusi
frekuensi umur ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2010.
3. Diketahuinya distribusi
frekuensi pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.
4. Diketahuinya hubungan
antara umur ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2010.
5. Diketahuinya hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian
BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2010.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi
Peneliti
Dengan
melakukan penelitian penulis mendapat pengetahuan, pengalaman, memperluas
wawasan dan dapat mengaplikasikan data kuliah metodologi penelitian dan
biostatistik.
1.4.2 Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian yang dilaksanakan
ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa dan dapat menambah
bahan kepustakaan di Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang, serta dapat
digunakan data dasar untuk penelitian selanjutnya.
1.4.3
Bagi
Instansi Kesehatan
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas kesehatan
khususnya di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.