BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi (Kumala, 2011).
Secara global
dikemukakan bahwa selama tahun 2000, terdapat 4 juta kematian neonatus (3 juta
kematian neonatal dini dan 1 juta kematian neonatal lanjut). Hampir 99%
kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Kematian tertinggi di Afrika
(88 per seribu kelahiran), sedangkan di Asia angka kematian perinatal mendekati
66 bayi dari 1.000 kelahiran hidup. Bayi kurang bulan dan bayi berat lahir
rendah adalah satu dari tiga penyakit utama kematian neoantus (Rahayu, 2009).
Di Indonesia
hasil SDKI tahun 2007 untuk masing-masing provinsi merupakan estimasi AKB dalam
periode 10 tahun sebelum survei (1998-2007). AKB terendah dimiliki oleh
Provinsi DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Nanggroe
Aceh Darussalam sebesar 25 per 1-000 kelahiran hidup, dan Kalimantan Timur
serta Jawa Tengah sebesar 26 per 1000 kelaliiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi
dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Barat (74/1.000 kelahiran hidup), diikuti oleh
Nusa Tenggara Barat (72/1.000 kelahiran hidup) dan Sulawesi Tengah (60/1.000
kelahiran hidup) (Profil Kesehatan Indonesia, 2007).
Dengan kata lain
kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum
dan selama hamil. Selain itu paritas yang tinggi juga akan berdampak pada
timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan
dimana ibu dengan paritas > 3 anak beresiko 2 kali terhadap melahirkan bayi
dengan BBLR (Joeharno, 2008).
Organisasi kesehatan
WHO mendefinisikan BBLR sebagai bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram.
Definisi ini didasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang membuktikan
bahwa bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram mempunyai kontribusi
terhadap outcome kesehatan yang
buruk. Menurunkan insiden BBLR hingga sepertiganya menjadi salah satu tujuan
utama "A World Fit for Children"
hingga tahun 2010 sesuai deklarasi dan rencana kerja United Nations General Assembly Special Session on Children in 2002
lebih dari 20 juta bayi diseluruh dunia (15,5%) dari seluruh kelahiran,
merupakan BBLR 95,6% diantaranya merupakan bayi yang dilahirkan di
negara-negara sedang berkembang. Insidensi BBLR di Asia adalah 22% (Rahayu, 2009).
Menurut data WHO,
pada tahun 2003 menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan neonatus yang lahir
sekitar 20 juta adalah BBLR (Maryunani, 2009).
Begitu juga
menurut WHO telah mengganti istilah Premature baby dengan low birth weight baby
(Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah : BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak
semua bayi berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature. Keadaan
ini dapat di sebabkan oleh : masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat
yang sesuai (masa kehamilan dihitung mulai dari hari pertama haid yang teratur,
bayi small for gestational age (SGA)
bayi yang kurang dari berat badan yang semestinya menurut masa kehamilannya (Kecil
untuk Masa Kehamilan), kedua-duanya (pernyataan I dan 2) (Sarwono, 2007).
Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan
3,3% - 38% dan lebih sering di negara-negara berkembang atau sosio ekonomi
rendah secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang
dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat
lahir lebih dari 2500 gram . BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan
mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan
dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan (Propfil Kesehatan RI,
2008).
Di Indonesia, menurut
Survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2005, kematian neonatus yang
disebabkan oleh BBLR sebesar 38,85%.
Menurut data
statistik tahun 2010 di Indonesia terdapat sekitar 1.201.527 kasus BBLR dengan
kematian 204.259 dalam 6 bulan terakhir.
Sedangkan AKB
menurut hasil SDKI 2002 - 2003 35 per 1000 kelahiran hidup. Adapun cakupan AKB
tahun 2010 yaitu sebanyak 25 per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan
Indonesia, 2008).
Pada tahun 2003
AKB di Rumah Sakit mengalami penurunan berarti yaitu sebesar 22, 9 per 1000
kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2004 mengalami kenaikan menjadi 29,4 per
1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2005 mengalami penurunan kembali menjadi 23,7
per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2006).
Berdasarkan data
dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (PG) 2008, angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih berada pada angka 28 per 10.000 kelahiran hidup dan angka
kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih
berada pada kisaran 35 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab tingginya
kematian neonatal adalah bayi dengan berat badan lahir rendah atau BBLR.
Penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan
penyebab BBLR adalah multifaktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu,
riwayat obstetri, morbiditas ibu selama hamil, pemeriksaan kehamilan dan
paparan toksin.
Akhir tahun
2009, angka kematian bayi dikarenakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mencapai
311 jiwa. Angka kematian tersebut juga dipengaruhi angka kematian ibu yang
mencapai angka 280 jiwa (Tanti, 2009).
Menurut Data
Dinas Kesehatan Kota Palembang, Angka Kematian Bayi (AK-B} pada tahun 2007
yaitu per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2008 4 per 1000 kelahiran hidup dan
pada tahun 2009 sekitar 2 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kota Palembang,
2010).
Bayi BBLR
umumnya akan menemui masalah dalam proses pertumbuhannya. Walaupun ada yang
mulus dalam arti tumbuh menjadi anak pintar, mungkin sifatnya kasuistik
saja.Penmelitian juga membuktikan anak BBLR akan lebih rentan mengalami
penyakit-penyakit kronis seperti diabetes atau jantung koroner ketika dia
tumbuh dewasa kelak. (Kumiasih, 2005).
Dari data Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, angka kejadian BBLR pada tahun
2008 adalah 233 kasus BBLR dari 2439 bayi yang dilahirkan dan pada tahun 2009
sebesar 313 kasus BBLR dari 2.400 bayi yang dilahirkan. (Medical Record, 2009).
Pada umur <
20 tahun dan > 35 angka kejadian BBLR meningkat. Berdasarkan uji statistik
Chi-square di dapatkan pengaruh yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian
bayi berat lahir rendah(p =0,000), artinya ibu yang berumur < 20 tahun dan
> 35 tahun memiliki resiko sebesar 121,148 kali untuk mengalami BBLR
dibandingkan dengan ibu yang berumur 20-30 tahun (Diah, 2009).
Hasil analisis
univariat didapatkan ibu yang memiliki paritas tinggi sebesar 127 responden
(35,8,%) dan pada ibu yang memiliki paritas rendah sebesar 228 responden
(64,2%) (Apriyanti, 2009).
Responden yang memiliki jarak kehamilan resiko tinggi 174 orang (50,3%) dan
pada responden yang memiliki jarak kehamilan resiko rendah sebesar 172 orang
(49,7%). Hasil analisa bivariat, pada kelompok responden yang jarak kehamilan
resiko tinggi ditemukan 91 orang (52,3%) yang melahirkan BBLR, sedangkan pada
kelompok responden yang jarak kehamilan resiko rendah 64 orang (37,2%) yang
melahirkan BBLR (Paulina, 2007).
Oleh karena
itulah, berdasarkan latar belakang diatas dan dengan adanya data yang ada, Maka
penulis ingin melakukan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada Tahun
2010.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada
hubungan antara umur, jarak kehamilan, paritas dan pekerjaan ibu dengan
kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun
2010.
1.3
Tujuan Penelitan
1.3.1
Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.
2.
Diketahuinya distribusi
frekuensi umur ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2010.
3. Diketahuinya distribusi
frekuensi jarak kehamilan dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.
4. Diketahuinya distribusi frekuensi paritas dengan kejadian BBLR
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.
5. Diketahuinya hubungan
antara umur ibu dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2010.
6.
Diketahuinya hubungan antara jarak kehamilan ibu
dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2010.
7. Diketahuinya hubungan antara paritas ibu dengan kejadian BBLR
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang
kejadian BBLR dan pemahaman dalam metodologi penelitian serta mengaplikasikan
teori yang didapat waktu kuliah.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau kepustakaan untuk
menambah pengetahuan mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.4.3
Bagi Tenaga Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk lebih
meningkatkan mutu dan upaya pelayanan bagi semua bayi dan kejadian BBLR.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup
penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah dan normal yang di rawat di KIA Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2010.