BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan, usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga
bersifat permanen, yang bersifat permanen ini dinamakan pada wanita tubektomi
dan ada pria vasektomi (Prawirohardjo, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga
Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri
untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval
diantara kehamilan dan mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami
istri (Suparyanto, 2010).
Menurut United National Found Population (UNFPA)
pada tahun 1989, penduduk dunia telah mencapai 5,2 milyar kemudian tiap
tahunnya meningkat lebih dari 90 juta jiwa. Oleh karena itu, diperlukan cara
penanggulangannya yang sekarang dikenal dengan Keluarga Berencana (Sarwono,
2007).
Perhatian yang
diberikan terhadap tingginya angka kematian perinatal yang dijelaskan dalam
pertemuan di Alma Ata yang diselenggarakan oleh WHO dan UNICEF tahun 1978
disepakati untuk menetapkan konsep Primary
Health Care yang memberikan pelayanan
antenatal, persalinan bersih dan aman, melakukan upaya penerimaan keluarga
berencana, dan meningkatkan pelayanan rujukan (Handayani, 2010).
Di Amerika
Serikat metode kontrasepsi suntik telah disetujui untuk digunakan pada akhir
tahun 1992. Metode kontrasepsi yang disuntikan, Depot Medroksi Progesteron
Asetat (DMPA) juga telah digunakan di seluruh dunia selama lebih dari 20 tahun.
Kontrasepsi jenis hormonal ini memberikan perlindungan selama tiga bulan.
Wanita yang memakai kontrasepsi suntik di Amerika sebanyak 5.178 akseptor. Pada
awal bulan di Amerika Serikat pemakaian KB suntik hanya 57% namun di bulan
ketiga pemakai KB suntik meningkat menjadi 63% dan mereka melanjutnya untuk
menerima suntikan yang berikutnya sebesar 75 – 80% pemakai KB suntik (Dokter
sehat, 2007).
Secara
keseluruhan pemakaian kontrasepsi jauh lebih tinggi di negara maju dibandingkan
dengan negara berkembang (70% berbanding 40%). Negara maju terutama menggunakan
kontrasepsi obat, kondom, misalnya pada metode sawar vagina dan keluarga
berencana alami dibandingkan dengan negara-negara berkembang yang lebih
mengandalkan sterilisasi wanita dan AKDR (Hartanto, 2006).
Dari data yang
diperoleh pada tahun 2007 penduduk di Indonesia berjumlah 224 juta jiwa, akan
tetapi jika tingkat pemakaian alat kontrasepsi tetap 60% maka penduduk
Indonesia menjadi 255,5 juta jiwa. Dari data tersebut angka kelahiran di
Indonesia masih tinggi diperkirakan pada tahun 2015 penduduk di Indonesia
mencapai 300 juta jiwa, hal ini memerlukan peranan pemerintah untuk menekan
jumlah pertumbuhan penduduk. Salah satunya upaya yang bisa dilakukan pemerintah
yaitu mencanangkan program keluarga berencana (KB) guna menekan jumlah penduduk
(Pitoyo, 2010).
Berdasarkan Hasil Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa Angka
Kematian Ibu (AKI) tahun 2009 sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
ini turun dibandingkan AKI tahun 2007 yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI, 2009).
Indonesia juga
tidak luput dari masalah kependudukan secara garis besar diperkirakan sekitar
224,9 juta dan merupakan keempat terbanyak di dunia, penggunaan pil menurun
dari 17% pada tahun 1991 menjadi 10,1 pada tahun 2007. Pada tahun 2009
kontrasepsi yang sedang digunakan yaitu masing-masing sebesar KB suntik 50,2%
dan KB pil 2,8% masih banyak diminati sebagai alat KB oleh pasngan usia subur
yaitu sebaiknya Metode Operasi Pria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW)
merupakan metode kontrasepsi yang terendah diminati para akseptor KB (BKKBN,
2009).
Menurut Kepala
Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), program KB yang
berjalan sejak tahun 1970 belum memperlihatkan dampak bermakna terhadap
penurunan pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu-ibu
mengeluh tidak mau mengikuti program KB karena mengeluarkan biaya yang cukup
mahal. Adapun cara penanggulangannya yang sudah dilakukan oleh Kepala BKBPP
yaitu dengan cara memberikan pelayanan kontrasepsi gratis kepada masyarakat
miskin melalui puskesmas maupun klinik, hal tersebut dilakukan guna mengurangi
kepadatan penduduk di Indonesia (Darwanto, 2009).
Oleh karena itu
peran bidan dalam pelayanan program KB sangat dibutuhkan yaitu salah satunya
melakukan penyuluhan tentang program KB sehingga memotivasi masyarakat untuk
ikut ber-KB. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi terjadinya kepadatan
penduduk yang diakibatkan kelahiran yang cukup tinggi. Tidak cukup disitu saja
bidan harus bisa melakukan konseling yang baik dalam pemberian pelayanan
kontrasepsi, dalam hal ini berarti petugas membantu klien dalam memilih dan
memutuskan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan pilihan sehingga klien merasa
lebih puas serta akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih
lama sehingga dapat meningkatkan keberhasilan program KB (Saifuddin, 2006).
Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 saat ini menyebutkan sebanyak 39% wanita Indonesia usia produktif
yang tidak menggunakan kontrasepsi dengan jumlah 40% di pedesaan dan 37% di
perkotaan. Dari 61,4% pengguna metode kontrasepsi di Indonesia sebanyak 31,6
menggunakan suntik sedangkan yang memakai pil hanya 13,2 %, memakai Intra Uterine Device (IUD) atau spiral
4,8%, implant 2,8% dan kondom 1,3 %, sisanya vasektomi dan tubektomi (Darwanto,
2009).
Di Provinsi
Sumatera Selatan kini menduduki peringkat ke-12 dari 32 provinsi di Indonesia
dalam menekan angka kelahiran di setiap tahunnya. Setidaknya kedepan Sumatera
Selatan mampu menduduki peringkat ke
enam untuk skala nasional. Hal itu bertujuan untuk membantu meningkatkan
ranking Indonesia yang kini menduduki peringkat 107 dunia dalam menekan angka
kelahiran. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemprov SUMSEL melalui Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan menggalakkan lagi program
KB di lapangan (Sumsel.Bkkbn, 2009).
Dalam satu tahun
ini upaya yang dilakukan oleh BKKBN SUMSEL yaitu melayani 160.000 peserta KB
suntik, dari data BKKBN selama tahun 2009 jumlah peserta KB wanita mencapai
342.000 orang, dimana 320.000 diantaranya adalah peserta KB pria, diharapkan
tahun 2010 akan terjadi penambahan peserta KB baru sampai 150.000 orang
(Sumsel.Bkkbn, 2009).
Peserta Keluarga
Berencana (KB) di Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan terbukti sampai
Oktober 2008 tercatat sebanyak 275.289 akseptor baru dari Perkiraan Permintaan
Masyarakat (PPM) 313.150 peserta sampai kini tercatat sebanyak 1.419.345
keluarga yang masuk dalam kategori pasangan usia subur 976.600 merupakan
peserta KB aktif, sebagian besar akseptor menggunakan alat kontrasepsi pil
sebanyak 322.162, akseptor implan sebanyak 275.827, IUD sebanyak 45.573,
tubektomi sebanyak 41.399 dan kondom sebanyak 25.388 serta vasektomi sebanyak
4.392 peserta (Susanto, 2008).
Dari analisis
pendataan keluarga oleh Dinas Kesehatan Kota Palembang, pada tahun 2008
penduduk usia balita di Kota Palembang meningkat mencapai 4,2% sedangkan di
tahun 2007 hanya 3,47%. Hal tersebut diduga karena menurunnya partisipasi
masyarakat dalam ber-KB, dapat dilihat dari hasil pendataan pasangan usia subur
yang memakai KB suntik pada tahun 2007 sebanyak 1.087 PUS dan menurun menjadi
1.073 PUS pemakai kontrasepsi pada tahun 2008 atau menurun 14 PUS dari jumlah
tersebut. Oleh sebab ibu, menurunnya partisipasi masyarakat dalam ber-KB harus
diantisipasi dengan terus melakukan sosialisasi tentang pentingnya warga
mengikuti program KB (Dinkes, 2009).
Berdasarkan data
yang ada pada Puskesmas Dempo Palembang Tahun 2010, dari jumlah pasangan usia
subur yang ada di wilayah kerja Puskesmas Dempo tersebut akseptor KB aktif yang
mendapatkan pelayanan KB di Puskesmas Dempo terdapat akseptor KB suntik sebesar
(69,95%), pil (22%), kondom (8,9%), implant (1,15%).
Dari data yang
didapatkan dari Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011 bahwa dari 40 responden
ibu yang memakai kontrasepsi suntik sebanyak 30 responden (75%), sedangkan yang
memakai kontrasepsi selain suntik sebanyak 10 responden (25%).
Penggunaan
kontrasepsi cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, mencapai
puncak pada kelompok umur (20-34) dan kembali turun setelahnya. Penurunan
penggunaan pada umur setelah 35 tahun disebabkan oleh frekuensi kumpul yang
semakin berkurang efektivitas alat sudah habis dan tidak memasang kembali
(Tukiran, 2010).
Beberapa faktor
yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi antara lain umur, jumlah anak
yang telah di miliki, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status desa kota dan
pengetahuan (Agus, 2010).
Berdasarkan data
diatas dapat dilihat KB suntik termasuk kontrasepsi yang digemari oleh
masyarakat karena mudah didapat dan memiliki daya efek samping yang rendah,
serta mempunyai banyak manfaat oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai alat kontrasepsi suntik dengan judul "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi
Suntik di Puskesmas Dempo Palembang Tahun 2011"
1.2 Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang Tahun 2011 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang Tahun
2011.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1.
Diketahuinya distribusi frekuensi pemakaian alat
kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011.
2.
Diketahuinya Distribusi frekuensi hubungan usia dengan
pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011.
3.
Diketahuinya distribusi frekuensi hubungan paritas
dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun
2011.
4. Diketahuinya distribusi frekuensi hubungan tingkat pendidikan
dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun
2011.
5. Diketahuinya hubungan usia dengan pemakaian alat kontrasepsi
suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011.
6.
Diketahuinya hubungan paritas dengan pemakaian alat
kontrasepsi suntik di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011.
7.
Diketahuinya
hubungan tingkat pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi suntik di
Puskesmas Dempo Palembang tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi
Peneliti
Diharapkan hasil penelitian dapat menambah pengetahuan
dan menerapkan ilmu dan dapat dijadikan dasar-dasar untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.2
Bagi Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi (kepustakaan), memberikan informasi, pengetahuan dalam proses belajar
mengajar bagi Mahasiswi Akademi Kebidanan Budi Mulia Palembang.
1.4.3
Bagi
Institusi Kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam
upaya meningkatkan serta dapat bermanfaat untuk pembuatan dan perencanaan
program KB di Puskesmas Dempo Palembang
tahun 2011.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
a.
Subjek Penelitian :
Ibu-ibu yang memakai alat kontrasepsi hormonal di Puskesmas Dempo Palembang.
b.
Lokasi Penelitian : Puskesmas Dempo Palembang .
c.
Waktu Penelitian : Juni 2011.